Oleh : Uci Cahyati
Sejumlah tukang becak di kota Pontianak, Kalimantan Barat nasibnya kian tak menentu. Kemajuan teknologi di era kini memunculkan berbagai transportasi canggih, seperti hadinya ojek maupun angkutan penumpang berbasis online cukup menggerus profesi tukang becak. Kemudian, sejak COVID-19 mewabahi Indonesia, dengan dirilisnya peraturan Bekerja dari Rumah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar cukup berdampak pada pendapatan para tukang besak yang kian surut.
Misrun (65), salah seorang tukang becak mengaku ia hanya bisa pasrah dengan kondisi saat ini. Penghasilan sehari-harinya tidak cukup untuk membuat dapur mengepul. Terkadang, penghasilan mengayuh becak dari Pagi hingga Petang hanya sebesar Rp40.000,- atau tidak ada sama sekali.
“Kemarin, saat adanya virus corona saya pun tetap menarik becak untuk menghidupi keluarga. Sekarang jarang ada orang yang mau naik becak, hanya barang-barang saja yang diangkut. Itu pun yang sudah langganan sejak lama,” terang Misrun kepada wartawan teraju.id (16/07/2020).
Pria paruh baya ini pun bercerita bahwa sudah puluhan tahun setia mengayuh Becak, sejak tahun 1970-an hingga saat ini. Tidak ada kerja lain yang bisa ia lakukan selain mengayuh Becak yang telah menemaninya selama puluhan tahun tersebut.
“Saya jalan kaki dari rumah saya di (jalan) Tanjung Raya sampai ke Pangkalan Becak saya ini, karena tidak mampu lagi untuk mengayuh lebih jauh. Beruntung saya masih punya anak yang sudah bekerja, namun saya tetap tidak mau menyusahkan anak saya karena ia juga sudah berkeluarga,” ujar MIsrun sambil menatap jauh ke arah jalan raya.
Perubahan zaman memang menguntungkan dan sangat membantu pada aktivitas manusia, namun tanpa disadari ada beberapa kalangan bisa merasa sangat dirugikan. Keberadaan Tukang Becak di Pontianak saat ini cukup sedikit. Kecanggihan teknologi secara paksa menyingkirkan para pengayuh roda tiga ini. Adanya Becak yang turut meramaikan di era Indonesia tempo dulu, kini Becak hanya bagaikan prasasti yang tertutup gedung pencakar langit Ibu Kota.