Oleh : Khatijah
Malam pergantian tahun baru. Aku lupa, kapan terakhir peristiwa itu menjadi istimewa. Dulu ketika sekolah dasar, aku selalu menunggu. Sebab di Jawai ada yang namanya Buka Kunci, jelas sekali diingatan. Aku dan nenek berdesakan bersama orang kampung mencari posisi enak duduk didalam truk. Acara buka kunci dilaksanakan di Sentebang, lupa juga tepatnya dimana, mungkin yang menjadi lapangan basket tempat anak-anak sekarang minum kopi kala malam.
Tanganku ditarik-tarik nenek memaksa masuk berada di depan pentas agar lebih dekat menyaksikan pertunjukan orang-orang sanggar menampilkan tarian-tarian Sambas. Paling istimewa ialah, ketika bapak-bapak di pentas menghitung mundur waktu menjelang 00:00 wib, memegang triplek yang berbentuk kunci dengan ukuran besar, lalu memutarnya saat hitungan sudah di angka 0. Suara mercon, tepuk tangan, serta terompet menggema keseluruh penjuru alam. Entah, rasanya ada yang bergejolak di dada saat semuanya terjadi. Seakan-akan semua orang terpaksa menutup buku yang telah tamat dibaca, baik buku mengecewakan atau membahagiakan. Lalu bergembira dengan banyak kemungkinan atas buku baru yang diterima. Lama sekali tak kurasakan gejolak itu.
“Tahun 2020 hilang” batinku, saat berbaring di kamar salah satu teman (Tuti) ketika suara serine polisi sahut menyahut saat pergantian tahun. Tak jelas itu suara sambutan tahun 2021 atau suara membiarkan 2020 pergi. Iya, 2020 hilang, seperti resolusi, mimpi, hingga karya. Ada beberapa resolusiku yang terpenuhi seperti lulus kuliah, memenangkan lomba Sayembara Sastra, tulisan di minta oleh enggang media, hanya itu seingatan, dan tentu saja diikuti dengan rasa syukur. 2021 ini tak banyak yang diminta, tetap sehat, disertai kabar-kabar baik, lalu selebihnya menyesuaikan. Terimakasih 2020 banyak memberikan pelajaran, serta menyadarkan bahwa kami semua kuat.
Pontianak, 02-01-2021