Oleh: Ambaryani
Beberapa minggu lalu, 3 teman kerja yang merayakan Natal membawa kue masing-masing. Kue yang dibawa tak asing. Karena sering saya lihat di market-market Pontianak. Dan rupanya benar, kue-kue yang mereka bawa made in Pontianak. Hanya 1 kawan yang katanya kue buatan dapur rumah sendiri.
“Istri saya ngak sempat Mbak Ambar mau buat kue. Beli semua ni, waktu itu ke Pontianak belinya”, kata Pak Kasdi.
Pertama kali Pak Kasdi bawa kue, 1 kantong besar. Macam-macam jenis kuenya. Ada nastar, kue regal, kue kacang susu, kacang telur, kacang polong. Beberapa hari masih ada kue itu.
Minggu depannya, Pak Kasdi kembali mengeluarkan kue dari dalam tasnya. Katanya, masih banyak kue di rumahnya. Tak termakan.
Tapi kali ini, kuenya berbeda. Kue klasik. Kue ini sudah ada, bahkan jauh sebelum banyak kue lain ngehits. Kue roti kering mungil dengan toping gula warna-warni di atasnya.
Lupa, apa kami menyebutnya dulu. Yang jelas ada nama khusus untuk kue ini saat saya di kampung dulu. Mbok Tuo, nenek saya selalu beli kue ini kalau lebaran.
Maklum, dulu kue ini menjadi kue primadona anak-anak. Itu sebabnya, saat kue ini hadir kembali di hadapan saya hari itu, saya seakan bernostalgia berlebaran di kampung 25 tahun lalu. Berlebaran saat Mbok Tuo masih ada di tengah keluarga kami. (*)