Oleh: Ambaryani
Setiap waktu salat Maghrib dan Isya, selalu terdengar adzan dari masjid At-Taqwa Teluk Nangka A. Masjidnya hanya dipisahkan sungai dengan posisi rumah yang saya tempati di Teluk Nangka B. Dekat sebenarnya. Jadi kumandang adzan terdengar jelas.
Hari ini, hati saya bergetar saat mendengar suara anak-anak melantunkan selawat melalui toa masjid At-Taqwa. Bergetar karena selawat yang mereka lantunkan sama persis dengan selawat yang pernah saya pelajari saat masih ngaji di masjid kampung Satai Sambas dulu.
Hanya berbeda jenis lagunya saja. Syairnya sama. Selawat yang dipadankan dengan syair Jawa.
“Allahummasholi’ala….muhammad, ya…robbisholli’alaihiwasallim. Gusti Kanjeng nabi mumammad lahire wonten teng Mekah, dinten Isnen tahune tahon gajah”.
Begitu sedikit penggalan syairnya. Selawat itu, bercerita tentang sejarah kelahiran Nabi Muhammad. Saya salut, di zaman sekarang budaya selawat berbahasa Jawa masih terjaga. Bahkan ini yang melantunkannya anak-anak.
Tentu saja ada tokoh yang sudah bekerja keras untuk menjaga hal ini. Hingga anak-anak masih bisa mengenal jenis-jenis selawat berbahasa daerah.
Hal ini menjadi barang langka. Kalau tidak dilestarikan, dijaga, tentu anak cucu kita tidak akan lagi pernah mendengar lantunan selawat berbahasa daerah. Dan saya pikir, anak-anak sekarang lebih tertarik belajar lagu-lagu moderen. Anak kampung sekalipun.
Karena di zaman moderen sekarang terlalu banyak pengaruh dunia luar yang bisa memudarkan minat anak-anak untuk.belajar sesuatu yang berbau tradisional.
Semoga saja masih banyak tokoh masyarakat yang sadar akan pentingnya menjaga tradisi yang tidak bertentangan dengan prinsip dasar agama. Sehingga anak-anak tidak lupa asal-usul dan tradisi nenek moyang mereka, serta menghargai warisan mereka dan belajar nilai tertentu dari warisan itu. Amin. (*)