Oleh: Yusriadi
Kamis, 31 Desember 2020, pukul 18.20-an. Setelah ritual menjelang malam dilalui, saya menyandar di tempat tidur, dan tiba-tiba teringat sesuatu.
“Apakah saya akan melewati akhir tahun ini begitu saja tanpa kenangan?”
“Apa karya saya di tahun 2020?”
“Apa yang bisa saya catat dalam curriculum vitae saya di tahun 2020?”
“Apa yang terekam dalam catatan kehidupan saya di tahun 2020?”
Saya mencoba mengingat-ingat. Aa.. rasanya ada. Ya, ada beberapa tulisan bisa dihasilkan di tahun 2020. Ada beberapa artikel diterbitkan jurnal. Ada beberapa buku dilaunching.
Tetapi, saya masih memiliki beberapa pekerjaan dan karya yang belum dituntaskan. Saya terpaku pada hambatan atas nama kesibukan yang tidak jelas. Sesuatu yang berbeda dibandingkan hambatan di tahun 2019 atau sebelumnya.
Seharusnya, kalau dipikir-pikir tahun 2020, saya bisa berkarya lebih banyak lagi lagi. Harusnya bisa produktif. Pada masa pandemi ini justru saya memiliki banyak kesempatan – waktu untuk berkarya. Saya lebih banyak di rumah saja sejak beberapa bulan bekerja dari rumah (WFH).
Jika saya konsisten memanfaatkan waktu luang seharusnya karya saya di tahun 2020 jumlahnya dua kali lipat dibandingkan karya saya di tahun 2019 atau sebelumnya. Jika di tahun sebelumnya saya bisa menulis 2 buku sendiri, dan lebih dari dua buku bersama, sepatutnya, tahun 2020 saya bisa menulis 4 buku sendiri dan lebih dari empat buku bersama.
Nyatanya,tidak. Meskipun sudah terpikir tentang hal itu dan ingin memiliki karya terakhir di tahun 2020, saya tidak segera menulis. Saya masih “sibuk” melihat hape, TV dan bermain. Justru itu, belakangan saya sangat sibuk dengan hape. Kadang-kadang untuk membaca tulisan ilmiah, mengajar, mengikuti seminar, ikut pengajian, tetapi lebih sering berlama-lama membaca pesan di WA Group menyangkut prokontra sesuatu. Tentang pujian dan bullyan. Tentang kebenaran dan hoax.
Hape saya pikir telah memperlihatkan adanya penyakit pada saya dan para penyampai pesan itu. Penyakit akut menyangkut kewarasan dan kesadaran diri. Setidaknya, WAG sangat banyak menyita waktu saya untuk hal sia-sia dibandingkan untuk hal yang bermanfaat dan menyehatkan.
Saya pikir, tahun 2020 saya lebih banyak membuang waktu dan kesempatan berkarya. Sedangkan waktu untuk mendorong diri dan orang-orang lain menjadi berkurang.
Lihat saja tabiat saya. Meskipun keinginan menulis sudah ada sejak awal malam, baru pada pukul 21.05. saya menyalakan laptop.
Saya menambah bagian dari tulisan saya tentang Batu Ampar yang belum selesai. Saya menggarap data yang diperoleh dari kegiatan Kampung Riset 2020 di Batu Ampar bulan Oktober lalu. Niat awalnya ingin terbitkan buku tentang daerah pantai barat Borneo ini tahun 2020, tetapi, sampai akhir tahun tulisannya masih stagnan di angka 7000-an kata. Jumlah yang masih terlalu sedikit untuk diolah menjadi buku sendiri.
Karena mulai menulisnya sudah malam untuk ukuran saya, tidak lama kemudian serangan kantuk muncul. Saya ingin berhenti dan tidur.
Pukul 21.30 saya tutup file Batu Ampar dan memulai menulis esai ini. Sedikit mengeraskan hati melawan keinginan tidur. Saya ingin menyisakan kenangan di akhir tahun, dan niatnya juga untuk mengingatkan kawan-kawan yang lain.
Tulisan ini walaupun pendek, harap-harap dapat menjadi bahan renungan, refleksi diri, mengenai perjalanan hidup di tahun ini. Syukur-syukur kalau bisa menggugah dan menyadarkan pembaca agar bisa berkarya memanfaatkan waktu hidup yang tersisa.
Pukul 22.00. Saya mencoba mengirim tulisan ini pada admin teraju.id. Tetapi, tidak berhasil. Internet lemot banget…
Jumat, 1 Januari 2021, pukul 08. 40. Baru pagi ini tulisan ini dikirim.
Selamat jalan tahun 2020, selamat datang tahun 2021. Selamat berkarya, kawan-kawan. (*)