Oleh: Yusriadi
Untaian kata-kata indah nan puitis tentang lebaran mulai terbaca. Pesan itu, ada yang diikirim teman langsung ke nomor pribadi, ada juga yg dikirim secara kolektif lewat group.
Ada pesan yang mengundang senyum, membangkitkan ingatan tentang tradisi bersastra dalam masyarakat Melayu, serta mengingatkan pewarisan khazanah budaya generasi terdahulu.
Ada pesan yang mengundang kagum karena kepiawaian penyusunnya merangkai kata bermadah. Selain, kadang-kadang ada pesan yang dilewatkan tanpa tancapan kesan.
Tentu, itulah uniknya bangsa dan bahasa masyarakatku. Sastra selalu penting, dan akan dianggap penting. Bahasa yang indah dapat menjadi media titipan untuk pesan-pesan khusus; kadang-kadang dapat diterima dengan mudah untuk menyampaikan isi hati yang menggumpal, atau, memperantarai adat yang rumit.
Tradisi masih terus bertahan, dari generasi ke generasi. Hidup dengan cara yang khas.
Jika dahulu, bahasa indah ini hidup dan berkembang secara lisan, ketika bumi berselimut malam, ketika mata masih enggan terpejam, ketika pendidikan dicapai seadanya–bahkan oleh orang-orang yang buta aksara.
Sekarang, bahasa indah itu hidup di bawah terang benderang kehidupan, dalam tradisi hape pintar dan canggih –yang enggan membuat orang berpisah dengannya walau sesaat, dalam masyarakat terdidik dan berliterasi.
Aku beruntung pernah menjadi bagian dari dua keadaan itu, sehingga dapat membandingkan kedua era itu. Sebuah pengalaman yang berarti yang pasti tidak banyak yang memiliki. Tidak dimiliki orang yang hidup di era almarhum bapak yang sudah tiada, dan juga tidak dimiliki anak-anakku yang baru tumbuh.
Tapi, aku juga malang. Aku tak bisa menyumbang banyak untuk menjembatani dua generasi itu. Meskipun tak putus total, tetapi rasanya tak pula tersambung rapi.
Tentu maklum… bukan seniman. Bersastra saja aku payah. Ucapan lebaran yang indah terpaksa kucopi untuk kukirim pada para sanak. Padahal, pengirim asalnya ada nun jauh di Jawa, Sumatera, bahkan Malaysia.
Nasiblah generasi di bawahku. Mereka menerima warisan copi paste dariku.
Riam Panjang, 4 Juni 2019/Hari terakhir puasa 1440.