oleh: Nur Iskandar
Alhamdulillah bisa bersama Syarif Abdurrahman Alkadrie. Doeloe kami sama sama menerbitkan laporan utama investigasi Sultan Hamid Sang Perancang Lambang Negara Elang Rajawali Garuda Pancasila, Mimbar Untan edisi 1994. Pelaku sejarah masih segar bugar walau sudah 1/4 abad silam. Kami sabar menantikan penghargaan negara bahwa Allahyarham Sultan Hamid II Alkadrie, putra Sultan Muhammad Alkadrie, cicit-uyut pendiri Kota Pontianak Allahyarham Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie adalah pahlawan nasional pemersatu bangsa Indonesia. Jasanya hingga kini tersemat dalam jengkol kepala desa, lurah, camat, bupati, gubernur, menteri, anggota dewan yth hingga presiden. Tak terkecuali para pimpinan tertinggi negara.
Kalaupun harus menunggu 1/4 abad lagi, saya setia menanti. Apa kira kira kearifan kepala negara terhadap sang perancang lambang negara Republik Indonesia ini…Negeri ini dibangun dengan spirit “Atas Berkat Rahmat Allah” semestinya pemimpin negeri ini mendasakan azas pertimbangan pada Ketuhanan Yang Maha Esa-Kemanusiaan yang adil dan beradab–persatuan Indonesia–Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan–keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Terus terang diteropong dari 5 sila Pancasila, apa yang diterima Sultan Hamid II adalah tidak adil. Sekali lagi TIDAK ADIL!! Juga “TIDAK BERADAB!!” Lalu bagaimana kita mau mewujudkan negeri baldatun thoyyibatun warabbun ghofur? Wong kita tidak sudi saling memaafkan–saling menghargai karya yang besar yang menyatukan dan membanggakan. Bahwa “Garuda di Dadaku?!” Bahwa kita Bhinneka Tunggal Ika? Bahwa Kita Pancasila? Gak boleh Omdo. Gak boleh NATO. We need reality…..Ya Allah kirimkanlah pemimpin yang adil di NKRI ini. Amiin YRA. Hanya kepada-Mu kami berharap wahai Sulthonan Natsiraa’ *