teraju.id, Aston— Menarik sekali seminar dan webinar nasional yang mendudukkan pihak-pihak berseberangan dalam satu forum. Sudah lama diketahui bahwa pengusulan Sultan Hamid II Alkadrie Sang Perancang Lambang Negara dan Diplomat Ulung Konferensi Meja Bundar sehingga diakui kedaulatan Indonesia merdeka dari Belanda tersendat di dewan gelar kehormatan. Figur yang keras menolak itu adalah Wakil Ketua Dewan Gelar Dr Anhar Gonggong.
“Ya tidak ada yang ingin saya sampaikan di sini. Kan sudah tahu pikiran kita berseberangan,” ungkap Wakil Ketua Dewan Gelar yang bertanggung jawab secara normatif kepada Presiden RI, sesuai tugas pokok dan fungsi kelembagaan Dewan Gelar.
Dr Anhar Gonggong sejak awal terdaftar masuk webinar pada hari Sabtu, 11 Juli 2020. Dia bersedia menjadi salah satu anggota dewan pakar pembanding bersama Prof Dr AM Hendropriyono, Prof Dr Meutia Hatta, budayawan Betawi Ridwan Saidi, dan Presiden Asosiasi Guru Sejarah Seluruh Indonesia (AGSI) Dr Sumardiansyah Perdana Kusuma. Namun 30 menit acara dimulai, dia minta “left” karena menurutnya ini acara “jeruk makan jeruk”.
“Anda kan tahu bahwa saya di dewan gelar, menilai pengusulan pahlawan nasional. Jika saya bicara mengulas, sama saja jeruk makan jeruk,” ungkapnya.
Namun ternyata diparoh kegiatan Dr Anhar masuk lagi. Dia bicara dengan dipersilahkan oleh Dr Sumar, yang melihatnya mengacungkan jari buat bicara. “Pak Anhar saya lihat tadi mau bicara, saya tunda dulu untuk menyampaikan pikiran, untuk Pak Anhar dipersilahkan,” ujar Presiden AGSI dengan sopan dan sangat santun. Sumar juga mengatakan Dr Anhar adalah gurunya dalam bidang sejarah.
Dr Anhar Gonggong masuk dan menyatakan singkat, “Saya tidak mau membahas Ridwan Saidi. Dia bukan sejarahwan. Itu saja. Yang lain saya tidak mau bicara.”
Tampak dari raut wajah Anhar rasa kecewa. Sebab Ridwan Saidi mencak-mencak dengan ulasan bahwa “time-line” sejarah harus dipijak dengan benar. Ridwan Saidi membahas ujaran dari pakar sejarah tentang di mana Sultan Hamid II pada tahun 1946 ketika “kita” dikejar-kejar Belanda, ketika “kita” dikejar-kejar Ratu Wilhelmina. Dan tokoh sejarah yang dituju Ridwan tak lain tak bukan adalah Dr Anhar.
Peristiwa yang ditayangkan teraju.id secara langsung di YouTube itu terekam dengan baik. Hal ini dikomentari Dr Amrazi Zakso, mantan Kepala Balitbang Universitas Tanjungpura. Katanya di laman FaceBook:
“Bagi saya jelas: 1. Sdr. Anhar Gonggong ternyata ilmuwan sejarah yg eksklusif dan menganggap sejarah sebagai sains monopoli mereka yg memperoleh keahlian lewat pendidikan sejarah padahal dalam paradigma sains ilmu itu terbuka untuk siapa saja; 2. Fenomena SH 2, adalah fakta sejarah masa lalu. Sepanjang pelaku sejarah masih ada (hidup) maka fakta sejarah masa lalu lebih berpresisi tinggi jika diungkapkan oleh pelaku sejarah walaupun ybs bukan sejarawan. Oleh karena itu, standing position pembicaraan SH 2 jauh lebih bernilai akademis dan memiliki historical thinking jika dibicarakan oleh pelaku sejarah ketimbang seorang guru besar sejarah sekalipun yg kurang punya pijakan fakta sejarah yang kuat. 3. Mumpung pelaku sejarah yg dapat dijadikan sumber primer dalam riset sejarah SH 2 masih hidup, saya berharap sejarah perjuangan SH2 segera dibukukan agar masyarakat tahu perjuangan beliau di negeri ini.”
Jangan lupa ikuti kami melalui…
Youtube teraju.id
Facebook
Instagram