TNN— Pada tanggal 24 Februari terbit Perpres tentang BUPM. Pada bidang industri miras. Perpres ini membatasi investasi hanya di 4 provinsi: Bali, NTT, Sulut, dan Papua. Di luar provinsi itu boleh, jika diusulkan oleh gubernur.
Ismail Fahmi, founder Drone Emprit, mengamati, sejak 24 Februari 2021 tren percakapan di media sosial, khususnya twitter, terus naik.
Muhammadiyah langsung merespons negatif, bahwa kebijakan ini tidak melihat aspek kebaikan dan kemaslahatan, hanya melihat sisi investasi saja. Selanjutnya 26 Feb 2021, Wantim MUI Pusat juga merespons negatif, bahwa investasi ini melukai umat Islam dan tamparan keras bagi ulama.
Warga Papua juga dikabarkan menolak investasi miras ini. Padahal termasuk dalam perpres, yg dianggap sesuai dengan budaya dan kearifan lokal.
“Di sini sudah ada perda anti miras karena pemerintah dan semua unsur keagamaan menyadari betapa jeleknya efek buruk miras. Hampir setiap hari ada pemalakan di jalan, tingkat kriminalitas terutama pencurian, KDRT tinggi dan tidak mendidik generasi untuk beretos kerja karena jika ada masalah sedikit langsung mabuk,” ungkap Junaidi, warga Manokwari Papua Barat.
Tanggal 28 Feb 2021 pro-kontra antara @Dennysiregar7 dengan akun dari Papua seperti @jayapuraupdate memanas terkait stigma atau pendapat bahwa di Papua dan 3 provinsi lain miras adalah budaya. Pendapat ini ditolak oleh beberapa akun warga Papua.
Senin, 1 Maret 2021 percakapan masih terus naik. Akun @hnurwahid baru menyadari bahwa ternyata investasi ini bukan hanya terbatas di 4 provinsi saja. Tapi bisa di provinsi manapun asal diusulkan oleh gubernur, dan bisa ditetapkan oleh BKPM.
Hingga 1 Maret 2021, peta percakapan di Twitter masih didominasi satu cluster besar yang kontra terhadap investasi miras. Bahkan sore ini, 02/03, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj direncanakan menggelar konferensi pers mengenai penolakan terhadap legalisasi minuman keras (miras).
Hingga hari ini, belum ada kampanye dan tagar dari cluster yang mendukung kebijakan investasi miras. Mungkin beberapa hari ke depan akan ada, atau kebijakan berubah.
Emosi yang tertangkap dalam percakapan di media sosial didominasi oleh “emosi marah”. Terutama didorong oleh berita Gubernur Papua yang marah dan mengancam membakar toko penjual miras. Juga warga Papua yg marah atas sigma “miras itu budaya”.
“Isu investasi miras ini bisa menjadi case study, apakah suara dari ormas besar @muhammadiyah, @nahdlatululama, @MUIPusat, partai, oposisi, dan warga bisa didengar dan mengubah kebijakan, tanpa harus demo turun ke jalan,” pungkas Ismail Fahmi, peneliti sekaligus dosen UII bijak.