Oleh: Qodja
Relasi sosial kita mengambil bentuk ke dalam dua wujud: organik & transaksional.
Lingkaran perkawanan yang terbentuk tanpa kepentingan inilah yang saya sebut organik. Kulturnya egaliter. Tempat kamu diterima sebagai apa adanya dirimu. Khusus lingkaran perkawanan transaksional akan saya bahas di lain waktu.
Kali ini saya mau cerita tentang Alif atau Ditya Herlambang. Kawan organik yang saya kenal sejak Ramadhan dua tahun lalu lewat washilah Rendra, saat saya mengumpulkan data kedai kopi yang eksis di Yogya beserta ciri khasnya.
Alif tahu banyak karena ia pekerja lepas yang berkantor dari kedai ke kedai. Keahliannya membuat video. Ia menjual jasa itu sebagai sarjana broadcasting di sebuah kampus swasta di Yogya. Ia kemudian mendirikan kopiparti, kanal YouTube yang membuat profil video nyaris semua coffee shop di Yogya.
Ia melakukannya dengan sukarela. Terkadang ada kedai kopi yang membayarnya tapi lebih sering gratis. Sekejap pamornya naik, tanpa ia sadari namanya diingat banyak orang. Job video mengalir deras. Belakangan ia mengambil pekerjaan yang lebih menantang, membuat film. Kesibukannya meningkat, intensitasnya nongkrong di kedai kopi berkurang akibat jadwal syuting yang padat.
Alif mewakili wajah anak muda Yogya yang bertahan hidup karena menjual skill-nya. Ia bagian dari generasi tanpa kantor. Malam ini beruntung saya bersemuka dengannya lagi. Alif mengakui menerima banyak kerjaan tapi pembayarannya tidak selalu mulus. Ia menganggapnya seperti menabung dan begitu senang jika pembayaran cair. Kliennya tak hanya di Yogya, tersebar ke banyak kota.
Di Yogya, mata pencaharian terbesar tetap bertani tapi belakangan kerja lepas sebagai freelancer di industri kreatif mulai dilakoni banyak orang. Di sini jiwa-jiwa muda tumbuh dan tak pernah menua.