Oleh: Ambaryani
Mendot. Orang Melayu menyebutnya doko’-doko’. Entah kebetulan atau apa, hampir setiap ada acara di rumah, Embah selalu buat mendot.
Kue tradisional ini terbuat dari tepung ketan, yang diuleni, diberi pasta pandan sedikit agar warnanya lebih menarik, serta sedikit garam agar adonan tidak tawar. Setelah kalis, adonan diisi dengan enten.
Enten sendiri terbuat dari kelapa parut yang dimasak beserta gula jawa. Gula merah. Bisa juga ditambah dengan bahan lain. Kacang hijau.
Kemudian, adonan dicelupkan dalam minyak goreng sebelum akhirnya dibungkus daun pisang dan dikukus. Tujuan pencelupan menggunakan minyak, agar kue tidak lengket saat sudah masak dan akan dimakan.
Kali ini, lagi-lagi Embah buat mendot. Saat acara 4 bulanan kehamilan adik saya. Dulu, saat acara serupa di rumah saya, Embah juga buat kue ini.
Embah bukan tidak bisa buat kue yang lain. Hanya saja kata Embah kue ini lebih praktis. Dibanding dengan buat bahulu.
“Orang bosan kalau ada acara buat bahulu”, kata Embah.
Menurut Embah, orang lebih suka makan kue tradisional. Tapi, rasanya argumen Embah memang benar. Saya sendiri demikian. Lebih suka makan makanan tradisional. Kata si Abang, anak sulung saya, kue tungkus. Kue tradisional yang dibungkus daun. (*)