in

Kesaksian Tokoh Adat Dayak Taman terhadap Sultan Hamid: Pandai Bergaul-Memberikan Beasiswa

WhatsApp Image 2020 07 04 at 05.29.21
Baroamas Djabang Balunus Massuka Djanting (kiri) bersama Sekretaris Pribadi Sultan Hamid, Max Jusuf Alkadrie (kanan).

Oleh: Nur Iskandar

Pada tahun 2014 Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menganugerahinya award Tokoh Kebudayaan. Saya salah satu dewan juri yang diketuai oleh Dr Aswandi yang saat itu Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Di dalam tim juri yang ditanda-tangani Gubernur Drs Cornelis, MH itu ada jurnalis senior yang juga budayawan HA Halim Ramli, tokoh Dayak sekaligus tokoh pendidikan Dr Clarry Sada, tokoh adat Drs Yakobus Kumis, dan beberapa lagi yang lainnya. Saya anggota tim yang termuda.

Saya menghimpun bahan tentang Baroamas Djabang Balunus Massuka Djanting yang sudah saya kenal sejak menjadi reporter kampus Mimbar Universitas Tanjungpura kurun waktu 1992-1997. Dia orang yang menyenangkan jika diwawancarai atau diajak bercerita. Aksentuasinya full spirit. Kadang meledak-meledak saking semangatnya.

Ini adalah bagian tulisan saya tentang Massuka dan di dalamnya dia bercerita bahwa dirinya adalah “didikan” Hamid di mana dia diberikan beasiswa, diberikan beberapa hadiah sebagai kenangan hidup, serta kemampuan keilmuannya tentang adat sangat dihargai. Massuka saksi hidup yang saya wawancarai karena dia diundang ke Hotel Des Indes yang keramat itu. Saya sebut keramat karena di Hotel Des Indes Sultan Hamid berdomisili selama dinas di kabinet RIS, dan di sana pula dia ditangkap pada tahun 1950 dengan tuduhan makar – buntut dari peristiwa APRA . pimpinan Westerling.

Kisah tentang Massuka yang menjadi tokoh kebudayaan Kalbar tahun 2014 itu dibukukan pula secara internal sebagai laporan kerja dewan juri kepada Biro Sosial Pemprov Kalbar. Berikut petikannya:

[Massuka Djanting-Budayawan dari Taman]
Penampilannya nyentrik. Rajin membaca. Koran lokal maupun nasional habis dilahapnya setiap pagi. Oleh karena itu isu-isu nasional dan internasional tak luput dari pengetahuannya.

“Saya bukan ilmuwan. Saya adalah polisi, Brimob, Menpor,” ungkap pria yang nama kecilnya adalah Baroamas yang berarti harimau emas. Lebih dari lima tahun dia bergerilya di perbatasan dengan Anton Soedjarwo (kelak menjadi Kapolri) yang dinobatkannya sebagai gurunya.

“Mandau saya menjadi kenangan bersama Anton Soedjarwo, dan saya masuk kategori veteran kelas A,” ungkap Massuka Djanting di rumahnya yang sederhana, namun penuh dengan dokumen berharga.

Perihal kegemaran membaca hal itu hasil didikan para gurunya. Mereka antara lain Sultan Hamid dan Oevaang Oeray. Di masa mudanya, Massuka juga menjadi writer untuk media seiring aktivitasnya mendirikan Partai Dayak.

Asal-usul Suku Dayak Taman: Kabupaten Kapuas Hulu
Sub suku Dayak Taman atau sering juga dikenal dengan istilah orang Taman menurut Agustinus Sungkalang adalah satu di antara subsuku Dayak yang bermukin di hulu Sungai Kapuas, yang umumnya terdapat di Kecamatan Kedamin dan sebagian kecil juga terdapat di Kecamatan Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu.

Dalam masyarakat Dayak Taman menurut Agustinus terdapat empat strata sosial, yaitu samagat, pabiring (bisa juga di sebut bala samagat), banua, dan paangkam. Strata sosial ini lebih mirip dengan kasta. Kasta yang paling tinggi yaitu samagat pada masa lampau selalu menjadi pembicaraan orang Taman. Sedangkan, yang rendah adalah paangkam yang lebih mirip dengan budak atau tawanan perang.

Kasta paangkam tidak banyak, karena kasta ini ada jika ada tawanan perang atau seseorang dari kasta ulun yang punya hutang dengan samagat. Yang paling menyedihkan dari kasta ini adalah menjadi tumbal saat kasta samagat mengadakan upacara adat toras (upacara adat ngangkat tulang). Pangkam ini disembelih untuk menemani arwah kasta samagat. Namun, kebiadaban ini dihapuskan oleh salah satu tokoh Dayak Taman yaitu Balle Sariamas Pollo Kayu yang berkasta pabiring. Menurut masyarakat suku ini hakikatnya sudah dihapuskan. Yang menjadi pemimpin pada suku ini tidak lagi berdasarkan kasta-kasta atas, tetapi sudah berdasarkan demokrasi.

Namun, demikian yang masih sukar dihilangkan pengaruh kasta ini adalah pada adat perkawinan. Dalam hal ini anggota masyarakat Dayak Taman keturunan kasta samagat cenderung mempertahankan jumlah adat yang lebih tinggi dibandingkan dengan anggota masyarakat biasa.

Suku Dayak Taman lanjut Agustinus memiliki keragaman budaya yang sampai saat ini masih dipertahankan, seperti menganyam manik, tikar, membuat Mandau, dan tradisi kesenian seperti menari, bersyair, dan lain-lain. Satu diantara potensi yang mendukung lestarinya budaya pada suku ini ialah budaya yang umumnya sudah punah pada sub-suku Dayak di Kalimantan yaitu pola pemukiman rumah betang panjang. Dalam hal ini, setiap pemukiman orang Taman didirikan rumah adat betang panjang. Sudah tidak terhitung lagi jumlah sarjana yang lahir dari rumah betang panjang ini. Politikus kawakan seperti PalaunSoeka (alm.), Drs. S. Massardy Kaphat, Drs. Laurens Mangan, Ba’I Sawang Ama Sundin (Kepala Hukum Adat Dayak Kapuas Hulu zaman penjajahan Belanda), termasuk anaknya, Martinus Sundin, (orang Dayak Taman Pertama yang masuk agama Katolik), dan juga Baroamas Massoeka Janting (Pendiri Partai Dayak dan Anggota BPH) semuanya berasal dari suku tersebut. Selain itu, doktor pertama di Kalimantan Barat bidang hukum adat yaitu Prof. Dr. Thambun Anyang, S.H. juga berasal dari suku Dayak Taman.

Memimpin Upacara Adat
Ketika ada warga Taman yang meninggal dunia Massuka ditasbihkan memimpin upacara adat. Ia memimpin sejak jenazah dibaringkan hingga peti jenazah dimasukkan ke lubang kubur. Upacara adat pun dipimpinnya dengan bahasa Taman.

Seorang pengacara (lawyer) yang berdarah Taman, Ambo Mangan, SH, MH mengakui bahwa pemahaman Masuka terhadap adat dan budaya Taman tidak diragukan. Tidak hanya upacara kematian, namun juga perkawinan dan nyaris segenap tata aturan Taman dikuasainya.

Dalam kesehariannya, Massuka Djanting menjadi rujukan peneliti, baik dari dalam maupun luar negeri. Tak terkecuali akibat pemahamannya yang luas atas budaya menjadikannya menjadi salah satu tokoh yang diundang Sultan Hamid ke Hotel Des Indes.

Kedekatan dengan Hamid

“Saya kenal Sultan Hamid II saat dia mudik ke Kapuas Hulu dan melantik Kepala Swapraja Sintang Ade Muhammad Djohan. Ketika Sultan Hamid II datang, itulah buat pertama kali Orang Ulu melihat langsung kapal terbang Catalina. Catalina mendarat di Sungai Kapuas. Rakyat boleh melihat burung besi itu dari jarak dekat karena Sultan Hamid II tipikal pemimpin yang ramah,” tutur Massuka Djanting.

Massuka melihat banyak warga memeluk kapal terbang Catalina. Catalina mereka cium, dan Hamid hanya bisa tersenyum melihat tingkah polah rakyatnya. “Hanya satu yang tak boleh dilakukan dengan Catalina, yakni meneropong.” Suatu hari saya dipanggil Syarif Thaha. Saya berdebar debar ada apa? Saya takut telah melakukan kesalahan. Namun saya berangkat dan menemui Syarif Thaha yang ternyata Sultan Hamid II minta bantuan saya mengenali siapa-siapa yang tampak dalam foto perjalanannya di Kapuas Hulu dan Sintang.

Kata Massuka, dia pernah diajak minum oleh Hamid. Seusai minum dia diberikan oleh-oleh berupa gelas di mana ada aksara Arab di bawahnya. Massuka pun sangat bangga kepada Sultan Hamid II yang akrab dengan rakyatnya seperti dirinya. Oleh karena itu gelas hadiah Sultan Hamid II ini menjadi bagian dari sejarah hidupnya. Kemana-mana Massuka pergi bergerilya selalu dibawa.

Selain hadiah gelas, Hamid bertanya, “Ada uang untuk sekolah?” Massuka jawab, “Tidak…” Kemudian dia memberikan beasiswa sebesar Rp 5 plus tunjangan. Saat itu lima rupiah sudah besar. Dalam pandangan Massuka Djanting, Sultan Hamid II adalah orang yang suka bergaul. Orang baik. Bukan baik dan bergaul dengan dirinya saja, tapi juga kepada siapa saja.*

Dari uraian di atas tampak bagaimana kepemimpinan Sultan Hamid sosok kontroversial di dalam kesejarahan Indonesia. Orang-orang yang tidak mengenal Sultan Hamid II Alkadrie seutuhnya menilai dengan kacamata kuda bahwa Sang Perancang Lambang Negara Elang Rajawali Garuda Pancasila dan diplomat ulung di meja perundingan hingga diakuinya kedaulatan Indonesia (1949) adalah pengkhianat negara dengan tuduhan berkomplot dengan Westerling. Namun bagi orang-orang yang mengenal dekat dengan dirinya menilai Sultan Hamid II layak dianggap Pahlawan Nasional karena jasa-jasa dan kebaikan-kebaikan yang ditinggalkannya.*

[Keterangan Foto: Foto diambil saat Sekretaris Pribadi Sultan Hamid, Max Jusuf Alkadrie mengajak penulis mampir ke kediaman Baroamas Djabang Balunus Massuka Djanting yang berdampingan dengan Mesjid Jihad, pertigaan Jl Sumatera dan Jl Sultan Abdurahman di tahun 2013. Saat itu baru saja diluncurkan buku biografi politik Sultan Hamid berjudul Sang Perancang Lambang Negara, terbitan TOP Indonesia, di mana salah satu narasumber yang diwawancarai adalah Massuka Djanting. Buku biografi politik Sultan Hamid ditulis oleh Anshari Dimyati, Turiman Faturahman Nur dan Nur Iskandar. Kini Massuka Djanting telah tiada. Begitupula Max Jusuf Alkadrie. Alhamdulillah-Puji Tuhan kami sempat menggali kesaksian keduanya tentang Sultan Hamid II Alkadrie sosok yang hingga kini dinilai kontroversial. Namun kesaksian-kesaksian yang kami sampaikan, semoga bermanfaat bagi pelurusan sejarah tentang diri seseorang agar bersama kita tempatkan di tempat yang sebaik-baiknya dan seadil-adilnya sesuai nilai-nilai Pancasila: Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Sesuai dengan lambang negara Garuda Pancasila di mana dia menoleh ke kanan. Artinya, melihat secara husnuzhan. Melihat yang baik dan positifnya. Tabarakallah. Semoga Tuhan memberkati Bangsa Indonesia. Amiin.]

Written by Nur Iskandar

Hobi menulis tumbuh amat subur ketika masuk Universitas Tanjungpura. Sejak 1992-1999 terlibat aktif di pers kampus. Di masa ini pula sempat mengenyam amanah sebagai Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Islam (Lapmi) HMI Cabang Pontianak, Wapimred Tabloid Mahasiswa Mimbar Untan dan Presidium Wilayah Kalimantan PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia). Karir di bidang jurnalistik dimulai di Radio Volare (1997-2001), Harian Equator (1999-2006), Harian Borneo Tribune dan hingga sekarang di teraju.id.

WhatsApp Image 2020 07 03 at 21.27.19

“Bird Box”

IMG 20200704 073258 929

Gubernur Sutarmidji Ucapkan Terimakasih kepada Presiden Joko Widodo–Putra Terbaik Kalbar Berkarir di Polri–Ajudan Presiden