Oleh: Eka Hendry Ar
Secara umum kita patut bersyukur kepada Tuhan YME., karena pesta demokrasi pemilihan bupati (Pilbup) di tujuh Kabupaten se-Kalimantan Barat berjalan lancar dan aman. Setidaknya, proses berjalan tanpa kendala berarti, dan tidak menimbulkan gejolak di antara masyarakat.
Sebagai sebuah peristiwa besar, melibatkan orang dan budget dalam jumlah besar, serta tensi politik yang tinggi, dapat dipastikan ada persoalan yang muncul. Kemudian pengalamanpun beragam. Ada yang bergembira, ada yang kecewa, ada yang frustasi dan marah, dan ada pula yang barangkali tidak ambil pusing dengan apa yang terjadi. Setiap daerah pasti memiliki catatannya masing-masing, dan biar ini menjadi catatan penyelenggara Pilkada (KPU dan Bawaslu).
Berdasarkan indikator keberhasilan pilkada yang pernah penulis kemukakan pada tulisan sebelumnya yang berjudul “Pilkada dan Kemenangan Sejati”. Setidaknya ada 5 indikator Pilkada dinyatakan berhasil yaitu:
- Pilkada berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (demokrasi prosedural);
- Penyelenggara dapat bertindak profesional, jujur dan adil (menjadi wasit yang adil);
- Minim terjadi pelanggaran, seperti money politic, kampaye hitam (black campaign) dan tindakan kekerasan atau intimidasi;
- Partisipasi pemilih meningkat, dalam pencoblosan suara. Termasuk partisipasi dalam artian substantif, adalah partisipasi berdasarkan preferensi (dasar memilih) yang rasional (meritocratic) bukan atas dasar latar belakang primordialis;
- Pilkada menerapkan prosedur kesehatan secara ketat agar tidak muncul cluster baru;
- Pilkada melahirkan para Pemimpin Daerah yang qualified dan berkompeten.
Untuk mengkonfirmasi indikator tersebut, penulis berupaya menggali informasi dari penyelenggara Pilkada, dalam hal ini KPU dan Bawaslu Prop. Kalbar.
Berkenaan dengan Prosedur Pilkada, berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Ketua KPU Prop. Kalbar, Ramdan, M.Pd secara umum penyelenggaraan Pilkada tahun 2020 berjalan lancar pada setiap tahapannya. Termasuk, apa yang dikhawatirkan banyak pihak, ancaman cluster covid 19, ternyata tidak terjadi.
Dalam pandangan penulis, KPU sudah sangat rapi dan komprehensif dalam memetakan potensi masalahnya. Beberapa minggu sebelum tanggal pemungutan suara, penulis mendapatkan kesempatan berdialog dengan KPU Prop. Kalbar dan Bawaslu Prop. Kalbar (acara FGD peran tokoh adat/masyarakat dan tokoh agama dalam pelaksanaan pilkada serentak yang demokratis, damai dan sehat, 26/11/2020) Pertanyaan yang penulis ajukan saat itu, “Sejauh mana pemetaan potensi masalah dalam Pilkada yang akan datang”.
Berdasarkan penjelasan Ketua Bawaslu Prop. Kalbar, Ruhermansyah, bahwa Bawaslu sudah mendeteksi ada beberapa potensi kerawanan dalam penyelenggaraan Pilbup seperti potensi pelanggaran protokol kesehatan dan persoalan money politic.
Kemudian KPU Prop. yang saat itu diwakili saudara Lomon (komisoner KPU) secara detail juga menyatakan bahwa KPU telah memetakan potensi masalah pada setiap tahapan penyelenggaraan Pilkada. Artinya, KPU dan Bawaslu selaku pelaksana telah berupaya semaksimal mungkin menyiapkan proses Pilbup 2020 ini.
Menurut penjelasan Ketua KPU Prop. Kalbar, setiap tahapan (mulai dari perencanaan, penganggaran, pendataan calon pemilih, hingga pemungutan suara) telah berjalan sesuai dengan rencana. Untuk penetapan menunggu buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) dari MK. Sempat ada kekhawatiran terkait dengan kondisi covids, misalnya pada saat cooklit pemutakhiran data. Dimana petugas mencocokkan data pemilih harus berinteraksi dengan pemilih. Ada kekhawatiran baik dari masyakarat maupun dari penyelenggara, namun berpegang dengan prinsip protokol kesehatan yang ketat, semua dapat berjalan lancar. Termasuk juga pada tahapan-tahapan berikutnya seperti pendaftaran calon, masa kampanye, debat kandidat dan pemungutan suara. Ketua KPU Prop. Kalbar menyatakan bahwa setiap tahapan berjalan lancar, dan mendapatkan perhatian dan dukungan dari peserta Pilbup, masyakarat dan petugas penyelenggara. Sehingga tidak ada cluster baru pada setiap tahapan.
Kemudian terkait dengan profesionalitas dan imparsialitas penyelenggara tampaknya telah berjalan dengan baik. Itu dibuktikan dengan setiap tahapan berjalan sesuai schedule dan tidak ditemukan laporan indikasi ada pihak penyelenggara yang tidak memegang komitmen tersebut.
Terkait dengan temuan pelanggaran, ditemukan beberapa pelanggaran, namun secara umum dapat dikatakan tidak signifikan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Berdasarkan data dari Bawaslu Kalbar ada sekitar 17 laporan dan 28 temuan pelanggaran. Sebagian laporan dihentikan karena tidak masuk pelanggaran (14 kasus).
Bentuk laporan/temuan itu berupa tidak diregistrasi, pelanggaran admin, etik dan UU lainnya. Kemudian Bawaslu juga mencatat ada sekitar 82 kasus pelanggaran protocol covids 19, seperti tidak memakai masker, kerumunan dan tidak menjaga jarak, tidak menyediakan hand sanitizer dan pengecekan suhu badan. Bawaslu juga mencatat ada laporan pelanggaran netralitas ASN dan laporan politik uang.
Sebagai tindak lanjut, 7 surat peringatan (terutama saat kampanye) dan 2 surat rekomendasi sanksi dikeluarkan Bawaslu. Rekomendasi ini kemudian ditindak lanjuti oleh KPU Kabupaten dan pihak yang terkait, sehingga tidak sampai menimbulkan gejolak dalam masyarakat. Angka-angka ini memperlihatkan rendahnya pravalensi pelanggaran Pilkada. Kemudian dari segi substansi pelanggaran juga kurang substansial.
Khusus untuk menilai fenomena money politik, hemat penulis membutuhkan waktu untuk pembuktian. Kita tahu bersama, tidak mudah untuk membuktikan hal ini, kecuali dalam kasus tangkap tangan. Jadi, penulis tidak berhak memberikan justifikasi dalam hal ini. Sedangkan pelanggaran netralitas ASN, ada beberapa pelanggaran yang dilaporkan ke KASN dan Kemendagri, ada beberapa yang dikenakan sanksi.
Kemudian terkait dengan partisipasi pemilih. Secara umum tingkat partisipasi pemilih pada Pilbup 7 Kabupaten se-Kalbar berada pada angka 74,4 %, masih di bawah target partisipasi secara nasional yaitu 77,5 %. Namun, setidaknya ada 3 Kabupaten yang melampui target nasional yaitu Kab. Sintang (82,92 %), Kab. Melawi (85,97 %) dan Kab. Kapuas Hulu (82,18 %). Bahkan, Kabupaten Melawi melampaui target yang mereka tetapkan secara lokal yaitu 85 %. Angka-angka ini sudah menunjukkan fenomena yang baik, setidaknya ada peningkatan secara kuantitatif dari Pilkada tahun 2015. Emanuel Edi Saputra (Kompas.id, 17/12/2020) menyatakan ada kenaikan sekitar 4,1 %. Padah kita tahu, pada pilkada tahun 2020 di tengah Pandemi Covids 19.
Terkait dengan kualitas preferensi pemilih, apakah cenderung rasional (meritocratic) atau masih politik aliran. Penulis belum mendapatkan data berkenaan hal tersebut.
Terkait dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat, tampak memberikan dampak signifikan dengan tidak adanya cluster baru Pilkada, seperti yang dikhawatirkan banyak pihak. Ada temuan seputar protokol kesehatan, tapi tidak sampai memicu timbulnya cluster covids baru.
Sedangkan indikator terpilihnya pemimpin yang terbaik diantara yang terbaik (the best among the equal) ini baru sebatas hipotesis yang akan diuji dalam ruang waktu 5 tahun kemudian. Kita optimis, bahwa siapapun pemimpin yang lahir dari “rahim rakyat”, semoga menjadi putra yang terbaik. Tugas masyarakat yang melahirkan untuk memelihara dan mengawal mereka yang terpilih agar tidak menyimpang dari tujuan mulianya dilahirkan.
Atas dasar data-data di atas, penulis sampai kepada kesimpulan bahwa penyelenggaraan Pilbup pada 7 Kabupaten se-Kalimantan Barat serentak tahun 2020 dapat dinyatakan relatif berhasil dan sukses. Sebagai bahan pelajaran patut dipelajari faktor-faktor penentu keberhasilan tersebut.
Di antara faktor yang turut menyukseskan pelaksanaan Pilkada ini antara lain: Pertama, komitmen semua pihak, dari pemerintah, penyelenggara (KPU dan Bawaslu), peserta Pilkada, pihak keamanan (TNI dan Polri), penggiat demokrasi, dunia pers, para akademisi dan masyarakat itu sendiri. Komitmen tersebut terlihat dari antusiasme semua pihak, menyukseskan setiap tahapan. Hal ini dibenarkan oleh Ketua KPU Prop. kalbar. Berbagai strategi dan pendekatan yang dilakukan oleh KPU dan Bawaslu untuk mensosialisasi pilkada yang sehat dan tetap bermartabat.
Kedua, faktor yang juga turut menyukseskan pelaksanaan Pilkada serempak 2020 juga tidak terlepas dari komitmen dan profesionalitas penyelenggara Pilkada. Berdasarkan pengamatan penulis, tidak ditemukan pelanggaran signifikan oleh penyelenggara, misalnya ada indikasi memihak atau menguntungkan pihak tertentu misalnya.
Ketiga, ternyata keprihatinan kita terhadap wabah covid berdampak positif pada “sikap mawas diri” yang tinggi pada masyarakat. Sehingga semua pihak benar-benar berkomitmen untuk mematuhi protokol kesehatan di satu sisi, dan tetap menjalankan setiap tahapan sesuai agenda. Ada benar juga kata para Bijak bestari, “musibah dan kesulitan terkadang membuat akal sehat kita hidup”.
Keempat, berdasarkan angka partisipasi pemilih memperlihatkan peningkatan partisipasi pemilih. Penulis menduga ini karenakan beberapa faktor seperti, komitmen dan kerja keras semua pihak baik penyelenggara (KPU dan Bawaslu), Pemerintah, Aparat Keamanan (TNI dan Polri), tokoh masyakarat, penggiat demokrasi, akademisi, peserta Pilkada dan masyarakat pada umumnya. Kemudian ini juga karena literasi politik masyakarat kita semakin baik. Literasi terkait dengan pengetahuan publik tentang urgensi Pilkada yang demokratis, arti penting partisipasi dan kesadaran publik mengawasi proses pilkada.
Tentu ada variabel lain yang turut menyukseskan pelaksanaan Pilkada di Kalbar. Kemudian, karena kita tiada sempurna (nobody is perfect), Pilkada pasti ada kekurangan di sana sini. Tidak perlu alergi kita membincangkannya, sepanjang demi perbaikan ke arah yang lebih baik. Seperti indikasi money politic, meski sulit dibuktikan, tetapi pengetahuan umum kita menyadari hal tersebut masih terjadi. Fenomena ini harus tetap menjadi common enemy bagi demokrasi kini dan masa depan. Kemudian persoalanan netralitas ASN, ke depan harus dipecahkan dilema antara netralitas dan hal pilih. Agar, ASN tidak diposisikan serba salah.
Sebagai rekomendasi dari tulisan ini, perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam dan komprehensif, sehingga hasilnya dapat dibukukan sebagai succes story perjalanan demokrasi di Kalbar.
(*Penulis adalsah Dosen di IAIN Pontianak)