Oleh: Yusriadi
Juli 2017 lalu saya ke Jongkong, Kapuas Hulu. Saya ke sana mengikuti program Kampung Riset IAIN Pontianak.
Jongkong hari ini tetaplah Jongkong yang unik. Jongkong yang menarik diamati dan ditulis.
Jongkong merupakan kota kecil yang terletak di pinggir Sungai Kapuas dan Sungai Embau. Sebuah kota yang tumbuh dan berkembang secara alami dari proses interaksi masyarakat pedalaman Embau dan pesisir Kapuas. Ekonomi Jongkong dipengaruhi dan mempengaruhi oleh pedalaman. Bidang pendidikan, politik dan pemerintahan, juga sama, saling mempengaruhi.
Ketika Jalan Lintas Selatan dibangun, pusat ekonomi dan administrasi baru terbentuk. Jalan darat yang menghubungkan Putussibau dan Sintang, menjadi nadi kehidupan masyarakat pedalaman ini.
Hal ini menyebabkan pusat ekonomi pesisir sungai ditinggalkan orang pedalaman. Hal ini menyebabkan sekian lama ekonomi Jongkong melemah. Pertumbuhan Jongkong tidak seperti tempat lain di jalur Lintas Selatan.
Tetapi, belakangan ini, sejak jalan darat dari Jalan Lintas Selatan terbangun –Jalan Lintas Senara, ditambah kehadiran jaringan telepon seluler, Jongkong menggeliat lagi. Gairah ekonomi Jongkong hari ini begitu ketara.
Rumah walet berdiri di mana-mana. Begitu pun dengan kolam siluk atau arwana.
Jalan-jalan (khususnya geretak) dibangun. Rumah-rumah baru berdiri megah. Angkutan umum, mobil pribadi, motor roda dua dan motor air, perbankan dan koperasi, sudah ada. Pasar pagi dan warung juga banyak, beroperasi hingga malam hari. Home industri khususnya kerupuk dan temet banyak sekali.
Saya diberitahu bahwa saat ini terdaftar 60 motor boks ikan yang beroperasi di Pasar Jongkong. Jumlah ini luar biasa banyak dan menunjukkan penjualan ikan dan perputaran uang di Jongkong saat ini.
Yang unik, dan ini tidak ada di tempat lain di pedalaman, di Jongkong sekarang ini ada pasar kamis. Pasar ini tumbuh alami mempertemukan orang daratan dan orang-orang danau. (*)