teraju.id, Demak – Selasa 10/11/2020, Fakultas Hukum Universitas Semarang (FH USM) melaksanakan salah satu Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) di MA AL Adzkar yang beralamat di Jalan Pucang Tama IX, Pucanggading, Batursari, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Pengabdian ini dilaksanakan oleh Dosen FH USM, yang terdiri dari Aga Natalis, S.H., M.H. (Ketua), Dr. Amri Panahatan Sihotang, S.S., S.H., M.Hum. (Anggota 1), dan Dewi Tuti Muryati, S.H., M.H. (Anggota 2).
Kegiatan PKM ini diikuti oleh siswi perwakilan jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Pemilihan siswi SMA sebagai sesaran dalam kegiatan PKM ini, karena siswi itu merepresentasikan 2 kelompok, yaitu perempuan dan anak. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam masa Pandemi Covid-19 ini yang paling mengalami penderitaan adalah perempuan, seperti menurunnya pendapatan keluarga yang berujung pada kekerasan dalam rumah tangga, oleh karena itu penting untuk melakukan pemberdayaan hukum bagi perempuan sebagai salah satu kelompok rentan masa Pandemi Covid-19 ini. Selain itu Pandemi Covid-19 ini juga merugikan anak, misalnya sulitnya akses pada bidang pendidikan, kesehatan, keamanan dan lain sebagainya.
Untuk mencegah semua dampak negatif itu terjadi, menurut Dewi Tuti Muryati, S.H., M.H. yang paling penting adalah mencari benang merah dari semua permasalahan, dalam hal ini adalah masalah asal muasal pandemi ini, yaitu rusaknya hubungan antara manusia dan lingkungan selama berabad-abad oleh kiprah kapitalisme dan sifat egois manusia. Misalnya belum pernah dibantah bahwa Covid-19 adalah zoonosis, atau penyakit satwa yang berpindah ke manusia, keberadaannya sebagai sebuah pertanda ada permasalahan hubungan manusia dan lingkungan yang selama ini tidak pernah terpikirkan oleh manusia modern sekalipun.
Menurut Aga Natalis, S.H., M.H. untuk saat ini cara yang paling baik adalah dengan menciptakan hukum yang bertujuan untuk membangun relasi antara manusia dan lingkungan, yang dalam hal ini adalah hukum lingkungan. Hukum Lingkungan adalah produk dari sistem nilai yang berusaha untuk mendefinisikan kembali hubungan manusia dengan alam. Ide penting dibaliknya adalah untuk mendorong manusia untuk bertindak demi pelayanan lingkungan tempat manusia hidup, dan dengan demikian memberi penghormatan kepada Alam Pertiwi. Mengigat fungsi hukum adalah sebagai a tool of social engineering, maka hukum lingkungan itu sendiri harus berfungsi untuk mengubah pandangan manusia dan mendorong mereka untuk memiliki pola pikir terkait dengan pembangunan berkelanjutan.
Aga Natalis, S.H., M.H. mencontohkan manusia bisa saja membuat peraturan mengenai pembuatan rumah anti gempa tetapi manusia tidak bisa menciptakan hukum untuk membuat lempeng tidak bergerak agar tidak menghasilkan gempa, atau manusia bisa membuat peraturan mengenai pencegahan penularan Covid-19, dengan peraturan wajib masker misalnya, akan tetapi manusia tidak bisa menciptakan peraturan agar virus corona itu tidak berevolusi. Secara sederhana dapat dipahami bahwa hukum yang dibuat manusia pada dasarnya hanya mengikat manusia itu sendiri tetapi tidak untuk lingkungan. Akan tetapi yang paling penting bahwa hukum yang dibuat manusia itu harus berlandaskan etika kepedulian terhadap semua komponen ekosistem.
Dr. Amri Panahatan Sihotang, S.S., S.H., M.H. mengatakan bahwa yang dapat dilakukan siswi sebagai representasi perempuan dan anak adalah dengan berani untuk mempengaruhi berbagai kebijakan, misalnya kebijakan penanganan Pandemi Covid-19. Amri mengigatkan bahwa anak dan perempuan adalah aktor sosial. Sebagai aktor sosial, anak dapat berperan aktif, baik dalam formulasi sampai dengan evaluasi kebijakan itu sendiri. Pada masa sekarang banyak cara bagi anak-anak untuk berpartisipasi dalam ruang publik, misalnya dengan memanfaatkan trend media sosial seperti Instagram dan lain sebagainya.
Menurut Dewi Tuti Muryati, S.H., M.H., selain melalui media sosial, untuk membangun hubungan antara manusia dan lingkungan yang paling mudah adalah dengan mencontohkan sifat peduli lingkungan di lingkungan masing-masing, misalnya di lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lain sebagainya. Kalau di masa pandemi Covid-19, misalnya cukup pakai masker saja ketika keluar rumah atau ketika bersosialisasi dengan tetangga atau cukup tertib membuang sampah pada tempatnya, sudah mencerminkan bahwa kita ada aktor sosial. Karena baginya makna sesungguhnya dari aktor sosial itu adalah dengan memberikan contoh yang baik.(Rilis FH USM)