Memilih Kotak Kosong Pilgub Kalbar

3 Min Read

Oleh: Yusriadi

Pertanyaan tentang siapa yang diprediksi bakal menjadi gubernur Kalbar 2018 mendatang, sering terdengar. Dalam berbagai kesempatan tema tersebut mengalir begitu saja, tetapi kemudian menjadi hangat dan seru. Suasana bisa menjadi serius dan ceritanya menjadi panjang dan lebar.
Sesungguhnya, sejak lama ramalan itu ingin diketahui. Peluang dan kesempatan disebut-sebut dengan rekaan. Sejumlah nama dikabarkan sudah menyiapkan diri. Mereka tebar pesona, rencana dan aksi.
Beberapa hari lalu saya menghadiri sebuah acara buka puasa bersama, dan kala itu daya bersua dengan seorang teman yang menjadi pengurus desa. Dia selalu terlibat dalam urusan politik lokal. Dia menceritakan tentang geliat politik di wilayahnya, terutama persiapan untuk perhelatan tahun 2018.
Percakapan itu pun mengingatkan saya pada percakapan dengan seorang kepala dusun di pedalaman soal pilgub Kalbar juga. Kala itu dia mengungkapkan sudah diajak menyukseskan tokoh tertentu untuk jadi gubernur pengganti Pak Cornelis.
Dari dua percakapan ini saya bandingkan dengan informasi yang saya peroleh dari tokoh-tokoh di Pontianak. Di Pontianak, di media dan media sosial milik lokal, nama-nama sudah ditimang. Kelebihan -kelebihan sudah disebut. Peluang-peluang sudah dihitung. Mungkin, fulus-fulus sudah dibayangkan. Kesibukan sudah diangankan.
Rasanya, melihat dan menimbang semua itu, mungkin lebih baik pilgub Kalbar mendatang diarahkan menjadi gawai yang sederhana. Konkritnya, hanya ada satu pasang calon yang bersanding dengan kotak kosong.
Apa yang terjadi di Landak dapat menjadi model dan alur. Seperti diketahui, dalam pilkada lalu, hanya ada satu calon –calon tunggal. Pemilih disajikan pada pilihan sederhana: calon tunggal dan kotak kosong. Penonton hanya disajikan tontonan tunggal.
Dengan model seperti ini, suasananya terlihat lebih adem. Persiapan dan kegiatan tidak cukup menyibukkan. Mungkin biaya yang dikeluarkan pun lebih sedikit dibandingkan dengan pilkada dengan banyak calon di tempat lain.
Yang pasti biaya sosial menjadi lebih ringan dengan resiko yang minimal. Luka sosial yang timbul dari situasi calon tunggal begini tidak separah luka dalam situasi pertarungan sengit.
Hanya, tentu, kalau ini terjadi, orang-orang yang terlibat dalam pesta dan makan bersama di pesta itu, tidak banyak. Suasana tidak akan dinamis dan ramai.
Entah, pembaca pilih yang mana?. (*)


Kontak

Jl. Purnama Agung 7 Komp. Pondok Agung Permata Y.37-38 Pontianak
E-mail: [email protected]
WA/TELP:
- Redaksi | 0812 5710 225
- Kerjasama dan Iklan | 0858 2002 9918
Share This Article
Follow:
Redaktur pada media online teraju.id dan dosen IAIN Pontianak. Direktur Rumah Literasi FUAD IAIN Pontianak. Lulusan Program Doktoral ATMA Universiti Kebangsaan Malaysia, pada bidang etnolinguistik.