in

Mia, Minta Tambah Lagi Lima Menit

dr leo sutrisno
Dr Leo Sutrisno

Oleh: Dr Leo Sutrisno

Pada suatu sore, ada seorang bapak usia 40-an duduk di sebuah bangku taman. Ia sedang menunggui Mia, anaknya, yang asyik bermain plorotan. Berpuluh kali Mia naik turun papan luncur dengan muka yang tetap berseri kemerahan.

Di bangku sebelah ada juga seorang ibu yang sedang menunggui Jef, juga anaknya, yang sedang bermain mobil-mobilan. Jef juga sangat asyik bermain. Sesekali, Jef harus menerobos tanaman karena mobilnya tersangkut di rerimbunan bunga-bungaan yang tumbuh subur.

Mungkin sudah merasa lelah duduk sendirian, lelaki itu berpindah duduknya ke sebelah ibu Jef.

“Maaf Bu, saya numpang duduk di sini, ya. Dari pada sendirian di sana” . Kata lelaki itu sambil membungkuk tubuh menghormat.

“Oooo, silahkan Pak” Jawab perempuan itu dengan ramah.

“Saya BOb, Bu”

“Saya Hana” Mereka berdua bersalaman hangat.

“Anak saya, Jef, anak yang sedang berlari mengejar mobil merah itu, Pak Bob. Kami baru sebulah pindah ke kota ini. Ayahnya pindah tugas ke sini. Baru pertama kali Jef saya tunggui sendiri bermain di taman ini. Biasanya ia diantar pengasuhnya. Kebetulan hari ini ia pulang kampung. Katanya bapaknya sakit.

“Ya, ya. Aku sering melihat putra Ibu itu di sini. Anak itu terlihat cermat merawat mainannya” sambung Bob.
“Betul, Pak. Dia sangat berbeda dengan abangnya” Potong Hana.

“Yang memakai kaos pink di plorotan sana itu anak saya, Mia. Ia paling suka main plorotan. Tampaknya anak tomboy dia. Dulu sering diantar abangnya.” Ucap Bob.
“Cantik Mia” Potong Hana.

Selanjutnya, Hana dan Bob terlibat percakapan yang mengasyikkan. Rupanya mereka mempunyai selera yang sama dalam berbagai hal. Sehingga, percakapan mereka tak pernah putus.

Tidak lama berselang, Mia mendekati Bob sambil berkata,
“Yah, minta tambah lima menit, please!”
“Baik. Tetapi temanmu diberi kesempatan, ya, bergantian” Kata Bob
“Baik, Yah. Mereka menyuruh Mia yang naik” Jawab Mia sambil berlari.

Bob dan Hana, kembali berbicara ke sana ke mari. Semakin akrab mereka. Lima menit berselang, Bob memanggil anaknya.
“Mia, lima menit hampir habis. Siap-siap , ya” Ujarnya.
“Yah, Ayah, Mia boleh tambah lima menit lagi,please, please!”
“Baik, Nak. Tetapi janji, hanya lima menit”
“Asyiikkk. Terima kasih, Yah”

“Ayah yang baik hati, nampaknya” Komentar Hana sambil tersenyum.

Sambil menggeser duduknya Bob berkata, “Saya mencoba tidak mengulangi kesalahan masa lalu”. Katanya. Matanya memandang lurus ke jalan di seberang taman.

“Empat tahun yang lalu, abang Mia meninggal di jalan sana. Saat itu, ia saya panggil dari seberang. Kebetulan saya sedang lewat dari pulang kerja. Ia bermain di taman ini bersama beberapa kawan. Belum sempat saya menyeberang menjemputnya, ia sudah lebih dahulu berlari menyeberang ke arah saya. Ia menjadi korban tabrak lari”.

“Seandainya, seandainya saya tidak memanggil tetapi langsung menjemput ke sini, mungkin….” Lanjut Bob.

“Mungkin itu betul Pak . Tetapi kita semua tidak tahu kapan dan bagaiman Tuhan memanggil pulang umatnya” Sahut Hana memahami yang dirasakan Bob.

“Ya, Bu. Ternyata tidak boleh menyia-nyiakan waktu walau hanya dalam hitungan beberapa menit. Selagi masih ada kesempatan maka segera lakukan. lebih baik lima menit itu untuk membuat Mia senang bermain di sini ketimbang dipakai untuk segera mengerjakan yang lain” Lanjut Bob seperti berbicara pada dirinya sendiri.

Sepeninggal Bob bersama Mia, Hana menarik napas pelan-pelan berulang kali. “Memang waktu tidak boleh disia-siakan. Selagi dapat digunakan untuk membuat orang lain senang, kenapa mesti selalu untuk diri semdiri?” Gumannya.

Merah merona mulai menyaputi kaki langit sebelah barat. Tetapi, Hana tidak juga mengajak pulang Jef. Dengan sabar ia menunggui Jef menyelesaikan permainannya.

Pakem Tegal, Yogya 3-8-2020

Cerita ditulis sambil mendengarkan: Relaxing Peaceful Instrumental Music: Beautiful World by Tim Janis https://www.youtube.com/watch?v=4oEI9xbccmc

Written by Leo Sutrisno

hatta sultan hamid

Pesan Nadiem Makarim untuk Pemuda Indonesia di LN = Sultan Hamid II Alkadrie, 1949 di Amsterdam

nur is azdi imail ruslan

Muh Azdi dan Dr Ismail Ruslan–Ikatan Pergerakan Wakaf Kalbar