Teraju.id, Ketapang-Masyarakat adat Banua Samanakng-Kualan di wilayah Kecamatan Simpang Hulu sepakat mendorong pemerintah daerah Kabupaten Ketapang untuk segera mewujudkan adanya Peraturan Daerah (Perda) tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.
Keinginan tersebut disampaikan warga pada Musyawarah Besar Masyarakat Adat Banua Samanakng-Kualatn yang dilaksanakan di Balai Semandang, Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang belum lama ini.
“Musyawarah tersebut juga telah membuat pernyataan tertulis guna mendorong Perda dimaksud,” kata Ketua presidium terpilih Aliansi Masyarakat Adat Samanakng-Kualatn (AMA S-K), Panthaleyon.
Dia menambahkan bahwa AMA S-K bersama lembaga Perkumpulan Pancur Kasih—selaku lembaga pendamping—akan mengawal proses politik di parlemen dan eksekutif Kabupaten Ketapang dalam mewujudkan Perda tersebut. Selain itu mereka juga akan mendorong desa-desa yang berada dalam kawasan Kecamatan Simpang Hulu untuk membuat Peraturan Desa (Perdes) tentang hutan adat.
Direktur Perkumpulan Pancur Kasih, Matheus Pilin mengatakan, dari hasil pemetaan partisipatif yang dilakukan Perkumpulan Pancur Kasih, di wilayah Kecamatan Hulu Sungai dan Simpang Hulu, masyarakat adat Samanakng-Kualatn, Krio dan Bihak memiliki hutan yang dilindungi secara adat dengan sebutan Tonah Colap Torutn Pusaka Bukit Bindang seluas 678 Ha di Botuh Bosi. Tonah Colap Torutn Pusaka Dorik Sadayakng Dorik Sanunok seluas 594 Ha di Semandang Kiri, Kecamatan Simpang Hulu. Kemudian Gupukng Kumang Pulo Balu Tanah Pamali Bukit Raya dan Bukit Lawang seluas 4.500 Ha di Menyumbung, Sekukun Are Omas Mantun Banyu Bulo Bukit Pangkuba’ Kan Sunge Jomun, Mayung Cak Baduri/Nate Tangkalakng Buruk dan Bukit Lancakng Umbutn seluas 1.000 Ha di masyarakat adat Bihak, Desa Sekukun, Pulo Lalo Bujakng Panyumpit Dara Tungal Tingka’k Sambilan seluas 3.000 Ha di Congkokng Baru, Kecamatan Hulu Sungai. Kawasan adat inilah yang menurut Pilin selama ini dikelola dan dipelihara secara turun-temurun dan menjadi model pengelolaan sumberdaya alam berdasarkan kearifan lokal.
Pilin menegaskan bahwa terkait peta partisipatif tersebut, UU Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 60 hingga 66, memberikan peluang partisipasi masyarakat dalam penataan ruang. “UU inilah yang menjadi landasan hukum bagi kita dalam membantu pemerintah menyediakan data geospasial dan dokumen sosial yang akurat,” katanya.
Sementara itu praktisi pendidikan hukum kritis dan mantan Direktur Lembaga Bela Banua Talino (LBBT), Abdias Yas mengatakan bahwa apa yang dilakukan masyarakata adat tersebut cocok dengan semangat percepatan reforma agraria yang tengah gencar di era Pemerintahan Jokowi-JK.
Pada kesempatan yang sama, ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalbar, Stefanus Masiun mengatakan bahwa peran organisasi masyarakat adat harus terus diperkuat untuk mewujudkan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat di Kabupaten Ketapang. Dimana menurut dia hubungan masyarakat sipil dengan Pemerintahan Jokowi-JK yang kondusif adalah momentum yang tepat dan harus segera dimanfaatkan. Dia juga berpesan agar partisipasi perempuan terus diperluas dan diperkuat dalam gerakan masyarakat adat.
Sekertaris Kecamatan Simpang Hulu, Yohanes Bandari yang membuka Mubes tersebut meminta agar hasil musyawarah dikawal sampai ke tingkat Kabupaten. Masyarakat adat menurut dia harus selalu menjaga konsistensi dalam menyelamatkan hutan di wilayah adat mereka yang sekarang terancam oleh izin Hak Guna Usaha (HGU). Tapi Yohanes Bandari tidak menyebutkan jumlah izin dan luas konsesi HGU yang tumpang tindih dengan wilayah adat masyarakat di Banua Samanakng-Kualatn itu.
Pateh adat dari Paoh Concong, Rambai yang hadir saat Mubes bahkan mendesak Pemerintah segera mengakui hak-hak masyarakat adat dengan menjalankan mandat undang-undang, salah satunya dalam bentuk Perda.
Ketua panitia lokal, Sudarno melaporkan lebih dari100 perwakilan masyarakat adat hadir dalam Mubes tersebut, yang terdiri dari unsur tokoh adat yakni Tamongokng, Pateh, Rang Kaya, Kanuroh, Singa, Ria. Selain itu, Kepala Desa, Kepala Dusun, Badan Perwakilan Desa, kelompok tani, tokoh agama, perwakilan perempuan, Lembaga Pamangko Adat, dan Persatuan Pemuda Dayak yang bermukim di daerah Sapo Sajan, Kukot Komii, Monta Raya, Piazak Lamayong, Kanking Kabodang, Kasipakng Janyakng, Tamanai Manaripa, Kontok Ulu Arai, Labai Lawai, di wilayah 13 Desa se Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang.
Terpilih sebagai keteua Presedium AMA S-K yaitu Panthaleyon, Yordanus Sito Maryono sebagai Wakil Ketua, Budin Purnomo Sidi sebagai Sekretaris, Marsiana Lien dan F.X. Jeman sebagai anggota presidium. Perwakilan perempuan satu orang, dan Perwakilan Samanakng dan Kualatn masing-masing dua orang. ( Rilis/R. Giring)