Rumoh Aceh: Pelajaran untuk Rumah Adat Kalbar

3 Min Read
Foto: bagian bawah rumah Aceh

Oleh: Yusriadi

Sebuah rumah kecil berdiri di antara gedung kokoh di Kampus UIN Arraniry, Aceh. Tidak terlalu jelas terpantau dari jalan utama yang membelah kampus.
Namun, rumah kecil itu mencuri perhatian saya, setelah secara tak sengaja tersesat kala mencari lokasi perlombaan.
Waktu itu, saat saya mencari tempat seorang satpam memberitahukan bahwa tempat yang saya cari itu masih jauh.
“Nanti ke sana, belok, terus…di sana nanti ada rumah adat. Nah di samping itu gedungnya,” kata beliau.

Soal rumah adat Aceh di kampus saya memang tidak tahu. Belum sampai informasi bahwa sehari sebelumnya rumah yang disebut “Rumoh Aceh”, diresmikan oleh Menteri Agama, Lukman Hakim Syaefuddin. Maklumlah, tidak membaca media. Tidak ada juga info di kalangan kami, peserta dari Kalbar. Lagi pula saya belum berjalan-jalan di kampus dan belum melihat banyak hal.
Walhal, tibalah saya di lokasi rumah adat itu. Sebuah rumah yang kecil dan tua. Sebuah rumah yang benar-benar nyata dan pernah dipakai salah satu keluarga.

Menurut Rahmad, pemuda yang siang itu bertugas menunggu tamu di Rumoh Aceh, Rumoh Aceh ini berumur 80 tahun, milik Tk. Ishak Abdullah. Anaknya yang bernama Sakinah Ishak, kemudian mewakafkan rumah itu kampus.

Keluarga ini memiliki hubungan emosional dengan kampus. Seperti disampaikan Rahmad, Sakinah adalah adik ipar Prof. Yusni Sabi, Ph. D. yang pernah menjadi Rektor IAIN Ar-Raniry sebelum rektor yang sekarang ini.
“Rumoh ini baru 1 bulan ditancap di sini. Dipindahkan,” katanya.
Rumoh ini berbeda dibandingkan rumah adat yang pernah saya kunjungi. Rumah ini asli. Rumah yang lain hanya duplikasi.

Tiang kayu bulat, tangga papan besar dan tebal, dinding papan terketam halus, jendala kecil, kamar, dapur, dan semuanya…khas. Atap daun masih terpakai. Sejumlah perkakas asli disertakan.
Saya tertarik pada sebuah palu kayu di sudut dapur. Palu itu gunanya untuk merapikan bagian sambungan, sudut bangunan, rumah.

“Rumoh ini ‘kan tidak dipaku. Jadi kalau longgar, dipukul,” kata Rahmad sambil mengangkat palu kayu itu dan memberikan contoh menggunakannya.
Palu ini seketika mengingatkan gempa. Rumah ini tahan gempa. Rumah ini tahan cuaca.
Itulah satu bagian tersirat memperlihatkan kehidupan masa lalu masyarakat Aceh, dan sekaligus kekayaan budaya dan strategi bertahan hidup menghadapi tantangan alam.
Selain palu, pada tangga, pada dinding, atap, jendela, dan lain sebagainya menyiratkan banyak pesan masa lalu yang sudah pasti selalu penting disimak.

Rumoh Aceh ini bisa menjadi pusat informasi itu. Terpulang bagaimana menggalinya lebih jauh, dan memahaminya dalam konteks kebudayaan.

Itulah istimewanya rumah ini. Keistimewaan yang layak untuk menjadi catatan bagi pegiat dan pemerhati budaya serta pengambil kebijakan bidang kebudayaan di Kalbar.
Kelak, dari sekian banyak rumah adat: Dayak, Melayu, Tionghoa, yang ada di Kalbar, akan hadir rumah sebenarnya, yang memang pernah dipakai, yang akan bercerita sangat banyak tentang kebudayaan penggunanya. (*)


Kontak

Jl. Purnama Agung 7 Komp. Pondok Agung Permata Y.37-38 Pontianak
E-mail: [email protected]
WA/TELP:
- Redaksi | 0812 5710 225
- Kerjasama dan Iklan | 0858 2002 9918
Share This Article
Follow:
Redaktur pada media online teraju.id dan dosen IAIN Pontianak. Direktur Rumah Literasi FUAD IAIN Pontianak. Lulusan Program Doktoral ATMA Universiti Kebangsaan Malaysia, pada bidang etnolinguistik.