Oleh: Hermayani Putera
Jumat pagi, 11 Oktober 2019, kami siap-siap check out dari hotel di Kuala Lumpur, lanjut perjalanan ke Malaka. Pay ke Bandara KLIA, menjemput peserta lain yang datang dari berbagai kota. Sementara Ustadz Mahyudin dari Kendari, Wahyu, dan saya ke Masjid Putra di Putrajaya, pusat pemerintahan Malaysia, untuk menunaikan shalat Jumat.
“Bang Herma, Dr. Zakir Naik biasanya shalat Jumat di Masjid Putra ini. Semoga beruntung ketemu beliau ya,” kata Pay di lobi hotel, sambil menunggu taxi online yang sudah dipesan via layanan aplikasi Grab.
Dr. Zakir Naik sudah beberapa waktu terakhir menetap di Malaysia, setelah negara asalnya, India melarang ia masuk ke India. Ceramah-ceramahnya yang keras, bisa jadi penyebabnya.
Masya Allah. Doa dan harapan saya terkabul. Ketika saya sedang memasang sepatu setelah selesai shalat Jumat, Wahyu tiba-tiba teriak, “Ayo Bang Herma, cepat sedikit. Ada Dr. Zakir Naik di depan kita!”
Saya setengah tak percaya. Tapi sosok yang sering saya simak ceramahnya di kanal Youtube ini persis berjalan sekitar 20 meter di depan kami. Ia tidak sendiri. Ada sekitar 6 orang pria berbadan tegap, berpakaian serba hitam, sambil berjalan terus memagari Dr. Zakir Naik. Di depan, belakang, samping kiri dan kanan. Beberapa jamaah yang mencoba menyalami Dr. Zakir, tetap diberikan kesempatan, tapi sangat cepat.
Sret!!! Tiba-tiba seorang pria berkebangsaan Meksiko menyalami dan langsung memeluk Dr. Zakir. Pengawalnya sempat mencoba melepaskan pelukan pria tersebut, namun Dr. Zakir dengan lembut memberikan isyarat kepada pengawalnya, pertanda beliau membiarkan pria Amerika Latin itu terus memeluk dirinya. Sambil memeluk, pria itu berterima kasih kepada Dr. Zakir. Dulunya ia seorang non-muslim, bekerja di salah satu perusahaan di Kuala Lumpur. Setelah menyimak dan mempelajari beberapa ceramah Dr. Zakir di Peace TV di kanal Youtube, pria ini berketetapan hati, akhirnya memeluk Islam.
Bagi yang belum tahu siapa Dr. Zakir Naik dan mengapa saat jumpa di Masjid Putra Jaya ia didampingi beberapa pengawalnya, berikut sedikit ceritanya ya. Ia adalah seorang dokter, penulis yang produktif dan pendakwah yang paham tentang perbandingan agama. Pada tahun 1991, ia memutuskan tidak lagi melanjutkan karir profesionalnya sebagai dokter, dan total berdakwah. Ia banyak menulis buku tentang Islam dan perbandingan agama.
Dakwahnya sangat diminati bukan hanya oleh umat Islam, tapi juga oleh kalangan non-muslim yang sedang mendalami Islam, karena ia senang berdiskusi tentang perbandingan agama. Pemahamannya sangat luas, karena ia juga fasih membedah kitab suci agama lain. Ceramahnya di banyak tempat dan banyak negara selalu membludak, penuh peserta yang ingin menyimak materi dakwahnya, yang biasanya dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.
Dr. Zakir Naik juga sering melakukan safari dakwah ke berbagai negara untuk memberikan ceramah dan tanya jawab ini. Pada 2017 lalu, misalnya, ia ke Indonesia, memberikan materi di beberapa tempat, seperti Bandung, Bekasi, dan Makassar. Dakwah berbentuk kuliah umum yang disampaikannya di Stadion Patriot Bekasi, dihadiri sekitar 40 ribu orang. Di akhir sesi, 15 orang mengucapkan syahadat, dan menjadi mualaf di hadapannya. Hal yang sama terjadi di Makassar. Ia menyampaikan materi “Quran and Modern Science”. Menjelang penutupan, tak kurang lima orang non-muslim kemudian bersyahadat, memeluk agama Islam.
Kiprahnya di bidang dakwah ini membuat ia mendapat penghargaan tertinggi dari Pemerintah Saudi Arabia, King Faisal International Prize (KFIP) pada tahun 2015. KFIP merupakan penghargaan terhadap karya-karya luar biasa dari individu dan lembaga dalam bidang Dakwah Islam, Studi Islam, Bahasa dan Sastra Arab, Kedokteran, dan Ilmu Pengetahuan. Penghargaan ini diserahkan langsung oleh Raja Salman bin Abdul Aziz. Selain sertifikat, ia juga menerima cek sebesar 200 ribu USD dan medali kenang-kenangan dari emas 24 karat seberat 200 gram.
Semua hadiah tersebut ia sumbangkan kepada Peace TV, kanal media yang ia dirikan guna mendukung kegiatan dakwahnya. Peace TV menjadi strategi media yang dipilih oleh Dr. Zakir Naik pada organisasi nirlaba Islamic Research Foundation (IRF), dan menjadi presiden sejak IRF didirikan pada 1991 sampai sekarang. IRF didirikan untuk mengembangkan platform bersama bagi muslim dan non-muslim untuk menghilangkan kesalahpahaman tentang Islam dan membantu mengatasi Islamophobia.
Islamophobia adalah prasangka dan diskriminasi pada Islam dan Muslim. Islamophobia tambah subur pasca serangan 11 September 2001 oleh 19 orang dari kelompok militan Islam Al-Qaeda. Mereka membajak empat pesawat penerbangan komersial, dan melakukan serangkaian aksi bunuh diri dan menabrakkan dua pesawat ke Menara Kembar World Trade Center di New York City, dan satu pesawat di Pentagon di Arlington, Virginia. Pesawat keempat yang disandera jatuh di lapangan dekat Shanksville, Pennsylvania setelah beberapa penumpang berusaha mengambil alih pesawat yang dibajak. Pesawat ini gagal mencapai target aslinya di Washington, D.C. Menurut laporan tim investigasi 911, sekitar 3.000 jiwa tewas dalam serangkaian serangan ini.
Ceramahnya yang lugas membedakan mana yang benar dan salah, haq dan batil, sering membuat pedas kalangan penguasa di negara-negara yang ia kunjungi dalam safari dakwah. Inggris, Bangladesh, dan negara tempat kelahirannya, India resmi melarang Dr. Zakir Naik melakukan aktivitas dakwah di sana. Demikianlah sekilas tentang Dr. Zakir Naik.
Setelah sempat bersalaman singkat dengan beliau, saya bergegas berjalan ke depan, mencoba ambil posisi di depan rombongan Dr. Zakir Naik. Targetnya jelas, semoga bisa berfoto bersama cendekiawan muslim ini. Wahyu sudah siap dengan handphone barunya dengan kamera yang canggih. Klik. Jadilah foto momen langka ini: satu frame dengan Dr. Zakir. Setelah sesi foto yang singkat ini, tapak kaki saya yang tidak beralas baru merasakan panasnya lantai keramik di halaman luar masjid demi mendapat kesempatan berharga ini. *