Oleh: Novie Anggraeni
Sudah memasuki hari ke lima, saya berlibur di Balai Karangan, tepatnya di rumah paman saya. Paman saya bernama Yusri, saya memanggilnya Pak Yus. Sedangkan istrinya Yeni Gustila, saya panggil dengan sebutan Encu Yeni (Ucu).
Di sini, Pak Yus dan Datok Mail, ayahnya Encu Yeni, memiliki usaha kecil-kecilan yakni berjualan buah dan es Kelapa serta Tebu. Datok berkata,”Datok jualan nih, udah hampir 8 tahunan dah” ucapnya saat saya bertanya sejak kapan beliau mulai membuka toko buah ini.
Beliau juga mengatakan, bahwa sudah tiga kali lapak jualan mereka berpindah-pindah. Yang pertama, dia membuat sebuah gubuk kecil, dan mulai membuka toko buah. Usaha yang ia lakoni terbilang laris dan banyak sekali yang datang membeli buah.
“Sebelum jadi supermarket besak tuh, Datok jualan buah di sana lah. Buat macam gubuk dulu sana tuh”. jawabnya sambil menunjuk sebuah gedung.
“Udah itu, pindah ke depan sinik nah,” Ia pun menunjuk sebuah gudang yang dikelilingi dengan seng.
Barulah kini mereka dapat membuka sebuah toko buah, itupun masih sewa dengan orang yang mempunyai gedung itu. Gedung yang mereka tempati sekarang memiliki dua tingkat. Lantai dasar digunakan untuk berjualan. Sedangkan lantai atas digunakan sebagai mess atau asrama bagi karyawan toko “Sinar Baru” yakni toko sang pemilik gedung.
Encu berbagi pengalaman suka dan dukanya selama membuka usaha bersama suami dan ayahnya ini. Mulai dari dagangan yang kurang laku, saingan yang semakin banyak, dan banyak hal lainnya.
Namun, mereka tetap optimis, karena mereka tetap saja optimis dan berusaha walau bagaimana pun keadaannya. Hingga akhirnya, Pak Yus dan Encu Yeni dapat membeli tanah dan membuat sebuah rumah milik mereka sendiri. Itu semua dapat mereka raih dengan cara menabung sedikit demi sedikit.
“Itupun modal nekat gak Kak ee, bangun rumahnye nih sikit-sikit. Pertame beli tanah lok, dah itu barulah minta tukang buatnye.” ucap Encu menceritakan awal mula dapat memiliki sebuah rumah.
Mereka juga sempat membuka warung nasi goreng di depan rumahnya. Namun, karena segala keterbatasan biaya dan kurang memiliki pelanggan, akhirnya warung itupun tutup. Maklumlah, tempat tinggal mereka belum terlalu diketahui.
Akan tetapi, mereka masih terus berusaha. Dimana, belum sampai seminggu di awal bulan Februari ini, mereka mencoba menjual nasi goreng lagi di toko buah tersebut. Tampak sebuah baliho terpampang di depan toko, bertuliskan “Nasi Goreng FINI 02 Pontianak”.
Maka, lengkaplah sudah toko itu, ada buah-buahan, ada es kelapa dan es Tebu, dan adapula nasi goreng buatan Pak Yus. Entahlah, saya pun juga bingung mau menyebutnya toko buah atau warung nasi goreng. Yang paling terpenting adalah semua yang ada di sini, merupakan bentuk usaha, ikhtiar dari mereka yang tidak mudah menyerah dan selalu mencoba yang terbaik.
Dan semoga ke depannya, perpaduan antara toko buah “Ya Salam” dan warung Nasi Goreng Fini 02 Pontianak” ini akan semakin berkembang dan banyak dikunjungi konsumen yang ingin mengisi perut, sekadar bersantai atau membeli buah-buahan untuk dibawa pulang.
(*)