Oleh : Khoridah
Menjalani sesuatu yang tidak terbiasa kita lakukan memang sulit. Apalagi di awal proses.
Awalnya saya tidak pernah terbayangkan menjadi seorang editor, karena saya tidak bisa apapun. Hanya sekedar belajar seperti biasa.
Ketika saya ditunjuk menjadi seorang editor, awalnya saya takut. Takut gagal, dan merasa diri belum bisa melakukannya. Karena saya masih baru belajar.
Namun, ketika saya menjalaninya, saya merasakan perbedaan. Dari awalnya saya tidak tahu bisa mengetahuinya dengan banyak bertanya kepada pembimbing dan kakak saya serta sambil melihat di pedoman buku yang kakak saya miliki.
Menjadi seorang editor memang sedikit sulit menurut saya, namun tidak sesulit menulis. Jika menulis, kita memikirkan ide-ide apa saja yang harus kita tulis. Jika menjadi seorang editor hanya membaca tulisan yang kita edit dan memperbaikinya sesuai cara mengedit sebuah buku.
Dulu saya berpikir mengedit sangatlah sulit. Apalagi saya, yang lulusan pesantren, yang sangat jarang menyentuh laptop dan komputer. Saya hanya menyentuh laptop ketika pulang ke rumah atau ada tugas dari sekolah.
Namun, ketika saya diberikan amanah menjadi editor oleh pembimbing Rumah Literasi, saya terharu dan senang, karena saya bisa bangkit lagi untuk belajar lebih giat lagi. Ada motivasinya yang sangat menyejukkan hati saya, yang membuat saya lebih giat lagi dalam belajar. “Sukses bukan hanya untuk orang yang pintar, tapi sukses bagi orang yang mau melakukannya”.
Di awal mengedit, saya sedikit bingung, karena tulisan yang saya edit kata-kata banyak yang terulang-ulang dan banyak kosa kata yang tidak padu. Dengan bimbingan kakak senior kami, saya bertanya sekaligus bertanya juga kepada sang penulis. Untuk saya izin mengubahnya dan memperbaikinya.
Lambat laun, dalam beberapa hari ke belakang ini, saya sudah berhasil mengedit beberapa buku. Alhamdulillah ternyata mengedit tidak terlalu sulit seperti yang saya bayangkan dulu. Mengedit sangat mengasyikkan. (Peserta Rumah Literasi FUAD IAIN Pontianak).