in

Kembalinya Sang Guru ke Kapuas Hulu

kembalinya-sang-guru-ke-kapuas-hulu

Oleh: Hermayani Putera

17 Agustus 2020. Jam 10.000 WIB, tepat pada saat seluruh negeri memperingati detik-detik proklamasi kemerdekaan RI ke-75, bus DAMRI (Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesi), BUMN di bidang perhubungan, membawa rombongan besar kami, sepuluh orang, bertolak dari Terminal Antar Negara Ambawang Pontianak menuju Putussibau. Dengan kapasitas 33 kursi dengan formasi 2-2 dan posisi kursi bisa disetel pada sandaran badan, kaki dan tangan, dilengkapi AC, toilet, multimedia, dan bagasi yang lapang, tiket seharga Rp270.000 rasanya pantas untuk membayar kenyamanan yang didapat untuk perjalanan panjang ini.

Setelah lima belas jam perjalanan melintasi 4 kabupaten (Kubu Raya, Sanggau, Sekadau, dan Sintang), pada hari Selasa (18/8) dini hari kami tiba di Putussibau, ibukota kabupaten Kapuas Hulu. Rombongan menginap di Hotel Multi Sentosa.

“Alhamdulillah, sudah lebih enak sekarang ya Herma. Bus besar, jalan mulus, tambah ramai, dan penginapan juga cukup baik,” komentar Pak Soewartono, penuh syukur.

Ia membandingkan dengan situasi awal tahun 2000-an saat lubang di beberapa titik dari Putussibau bisa sejajar dengan telinga penumpang saat bus melewatinya. Bisa dibayangkan ya berapa kedalaman lubang tersebut dan parahnya kondisi jalan saat itu.
Hotel kita belum banyak, dengan fasilitas yang sangat terbatas.

Bung Jimmy dan Tere dari WWF membawa Pak Soewartono dan aku mengulang kembali perjalanan darat Pontianak-Putussibau yang menjadi langganan kami lalui pada era 1999-2004. Kami diminta WWF membantu penyusunan panduan berbagai sektor pada penerapan skenario pembangunan rendah karbon (PRK) dalam rencana aksi ekonomi hijau di Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) Agropolitan Kapuas Hulu.

Selain kami berdua, trip ini juga membawa Bang Tsafiuddin, Pak Supriyanto (akan menulis panduan di bidang pertanian dan perkebunan), Bu Widadi Padmasari (panduan di bidang perikanan), Pak Rakhmad Perkasa (peternakan), Pak Candra (penataan ruang), dan Pak Kasdi Tri Aryada (pembangunan sosial).

Pak Soewartono akan membantu penyusunan panduan di bidang manajemen hutan dan konservasi keanekaragaman hayati), dan aku sendiri akan membantu menyusun road map, memastikan semua sektor berjalan lancar, saling memperkuat, dan mendukung satu sama lain.

“Mengingat kawasan Agropolitan yang sangat luas mencakup 7 kecamatan di sebelah selatan Kapuas Hulu, saya merekomendasikan penerapan skenario pembangunan rendah karbon dalam rencana aksi ekonomi hijau kita fokuskan di Kecamatan Hulu Gurung dan Kecamatan Pengkadan,” jelas Bang Tsafiuddin selaku konsultan yang menyusun Rencana Tata Ruang dan Rencana Aksi Ekonomi Hijau di KSK Agropolitan.

Seharusnya kami naik pesawat Wings Air. Tiket sudah di tangan, keterangan hasil rapid test yang menyatakan kami nonreaktif sebagai persyaratan layak terbang di era pandemi covid-19 ini juga sudah didapat. Mendadak, Minggu malam (16/8) jam 21.09 WIB, Tere mendapat notifikasi dari Wings Air. Isinya, Yth. Penumpang WINGS AIR RUTE PONTIANAK-PUTUSSIBAU TGL 17 AUG 2020 IW1468 JAM JAM 12.15 DIALIHKAN KE TGL 18 AUG JAM 12.15. Info hub 021-63798000. Terima kasih.

Singkat, informatif, tapi sayang tanpa ada sedikit pun pernyataan minta maaf dari pihak maskapai. Hebat kan? Hehe… penumpang tidak diposisikan sebagai raja oleh Wings Air.

“Kita harus tiba di Putussibau hari Senin ini juga, atau paling lambat beberapa jam sebelum acara yang harus kita hadiri di Bappeda Kapuas Hulu pada Selasa (18/8) jam 09.00 pagi. Undangan sudah beredar, tidak mungkin diundur,” kata Bung Jimmy.

Dalam acara ini, setiap pakar dan konsultan akan mempresentasikan rancangan metodologi penyusunan panduan yang akan ditulis masing-masing dan berharap mendapatkan pengayaan dan masukan dari peserta, sebelum kita ke lapangan.

Malam itu juga kami berunding untuk mencari opsi lainnya. Cek ke beberapa layanan tiket online, tidak ada juga penerbangan Nam Air pada hari Senin tersebut. Nam Air adalah maskapai selain Wings Air yang melayani rute Pontianak-Putussibau.

Opsi jalan darat akhirnya kami tempuh, dan naik bus besar menjadi pilihan. Selain lebih nyaman dibandingkan menggunakan mobil biasa, berangkat bersama dalam satu bus juga lebih memudahkan koordinasi selama perjalanan hingga tiba di Putussibau.

Sebenarnya ada armada bus lain seperti Perintis dan Maju Terus (Marus) yang juga melayani rute Pontianak-Putussibau, namun setelah mengecek jam keberangkatan yang di atas jam 12.00, kami putuskan untuk berangkat dengan bus DAMRI. Alhamdulillah, masih ada slot 10 kursi sesuai jumlah rombongan kami.

Aku memilih posisi duduk di samping Pak Soewartono. Sepanjang perjalanan kami manfaatkan mengenang kebersamaan dan kemitraan di masa lalu dalam pengelolaan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK).

Aku bersyukur sebagai salah satu mitra bisa ikut menyaksikan evolusi proses panjang pengelolaan taman nasional ini. Dimulai dari status manajemen masih sebagai Unit, kemudian menjadi Balai, terus berkembang menjadi Balai Besar, dan pada akhirnya manajemen taman nasional diperluas menjadi Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun Danau Sentarum hingga hari ini, di bawah kepemimpinan Pak Arief Mahmud yang menjabat sejak 2014.

Sepanjang perjalanan Pontianak-Putussibau, ada banyak harapan dan cita-cita Pak Soewartono yang sudah purna tugas beberapa tahun lalu kepada pengelolaan hutan di Kapuas Hulu. Tidak hanya di kawasan taman nasional di mana beliau pernah memimpin pengelolaannya, tapi juga di kawasan lain yang masih berhutan, termasuk di Hulu Gurung dan Pengkadan ini.

“Herma, saya berharap semua pihak di Kapuas Hulu bisa bekerja sama mengelola hutan seefektif mungkin. Selain menjadi menara air bagi banyak Sungai Kapuas, komplek Danau Sentarum, dan banyak sungai kecil serta danau-danau lainnya di Kapuas Hulu, hutan juga bisa berfungsi sebagai bank plasma. Kita bisa ambil bibit dan benih beragam jenis tanaman dari hutan untuk dikembangkan menjadi sumber pangan, obat-obatan herbal, tanaman hias, pengendalian hama secara alami, biji-bijian untuk pakan ikan, penyedap rasa alami, dan juga jamur yang bernilai ekonomi. Kita juga bisa menangkarkan berbagai jenis hewan yang selama ini menjadi target buruan tapi stoknya mulai terbatas di hutan, seperti rusa dan kijang,” ungkap Pak Soewartono.

“Dengan tetap mempertahankan keaslian dan keasrian lansekap hutan lengkap dengan gua, air terjun, pengamatan burung, dan kekayaan flora fauna di dalamnya, hutan juga bisa menjadi destinasi ekowisata yang menarik dan mendidik. Melalui ekowisata, masyarakat akan mendapatkan tambahan sumber penghidupan melalui pembagian peran yang adil dan merata sebagai pemandu, penyedia jasa transportasi, penginapan, dan konsumsi atau kuliner khas lokal,” sambungnya.

Ya, Pak Soewartono kembali ke Putussibau setelah enam belas tahun lalu mengakhiri tugas di sini dengan meninggalkan cukup banyak legacy. Kantor Balai yang dibangun melalui dana ITTO, merintis penataan batas kawasan, dan mengawal kerjasama pengelolaan kawasan konservasi lintas batas antara Betung Kerihun dengan Batang Ai National Park (BANP) dan Lanjak Entimau Wildlife Sanctuary (LEWS) di Sarawak, Malaysia. Ia juga concern dengan upaya peningkatan kapasitas staf teknis dan polisi hutan (polhut) taman nasional. Jika ekowisata Kapuas Hulu bisa berkembang seperti sekarang, ada kontribusinya yang cukup signifikan dalam meletakkan dasar-dasar pengembangannya.

Pak Soewartono menyaksikan banyak perubahan seperti yang diceritakannya kepadaku. Tapi bagiku, tidak ada yang berubah dari dirinya. Perhatian dan kehangatannya kepada kolega kerja, dan terutama tentang kedalaman ilmu kehutanan, konservasi keragaman hayati, dan ekowisata yang terus ia ceritakan kepada pemerintah dan masyarakat Kapuas Hulu selama seminggu kami bersama minggu lalu. Terima kasih banyak, Guru dan Mentor terbaik.

Salam Lestari, Salam Literasi

#MenjagaJantungKalimantan, #KMOIndonesia, #KMOBatch25, #Sarkat, #Day19, #hermainside, #SalamLestariSalamLiterasi

Written by teraju.id

Tim Pencari Fakta AMSI menemui orang tua korban. Foto Sulawesion.com

AMSI Pusat Desak Polri Usut Tuntas Penyebab Kematian Demas Laira, Wartawan Sulawesion.com

dr leo sutrisno

Anak kecil yang meminjam uang ayahnya