Oleh: Era Anggini
Perjalanan yang kami tempuh menuju Desa Kuala Mandor B dari Pontianak dengan menggunakan klotok atau ‘motor air’—orang sana menyebutnya, memakan waktu kurang lebih 2-3 jam perjalanan. Jika melalui jalur darat dapat menggunakan sepeda motor atau kendaraan roda empat. Perbedaan yang signifikan sangat kami rasakan, karena dengan melalui jalur darat hanya memakan waktu sekitar 30 menit untuk sampai di Desa Kuala Mandor B, dengan infrastuktur jalan yang memadai.
Malam kedua di sana, aku sengaja berbincang-bincang sedikit dengan bapak Jumares selaku pemilik rumah yang aku tempati bersama 18 temanku selama kurang lebih seminggu adanya. Bapak dengan postur tubuh tegak dan tidak terlalu tinggi ini banyak memberi informasi terkait apa yang aku tanyakan.
‘Bapak’ sebutanku padanya selama seminggu tinggal bersama istri dan ketiga anaknya. Ia merupakan salah seorang dari masyarakat yang cekatan dalam mengatasi permasalahan di desa, maka dari itu aku tidak heran jika ia diamanahkan menjadi ketua RT 005, di dusun Pelita Jaya.
Di malam yang terang penuh gemerlap bintang, ditemani secangkir kopi panas dan gorengan cempedak yang kami petik dari kebun, bapak Jumares menemani perbincangan serius tapi berbobot kala itu. Ia mulai bercerita tentang catatan perjalanan Desa Kuala Mandor B yang telah terabadikan oleh waktu. Menurut keterangannya bahwa Desa Kuala Mandor B ini memiliki empat dusun yang saling menjayakan. Bagaikan empat sekawan yang saling melengkapi satu sama lain.
Bapak terdiam sejenak sembari mengingat nama dusun-dusun yang ada di desa Kuala Mandor B. Aku hanya menatapnya dan bersiap untuk mencoret lembar demi lembar buku catatanku. Tak lama, bapak membuka suara. Di desa ini ada empat dusun, suguhnya padaku. Ia menjelaskan kepadaku bahwa keempat dusun ini saling bersinergi satu sama lain. Dusun Pelita Jaya, Dusun Maju Jaya, Dusun Jaya Sakti, dan Dusun Selamat Jaya. Sontak aku berucap, kok berakhiran Jaya semua?
Bapak hanya tertawa sambil terkekeh, sedangkan ibu yang duduk di sayap pintu hanya menyimpulkan senyum. Suara jangkrik menemani kisah malam ini, kunang-kunang yang tak pernah kulihat di kota juga mulai memunculkan diri. Ku kira hewan satu itu telah punah. Lantas aku menyimpulkan secara sepihak, bahwa nama dusun-dusun tersebut sengaja berakhiran kata JAYA supaya dusun tersebut benar-benar jaya.
Sebagaimana orang pernah berkata, bahwa nama adalah do’a. Untuk mengingat nama keempat dusun tersebut, aku mengatakan kepada bapak beri saja nama EMPAT SEKAWAN JAYA. Agar mudah diingat dan menarik di dengar orang lain, kataku.
Empat melambangkan empat dusun, sekawan melambangkan mereka (keempat dusun itu) saling bekerja sama, saling bergantung, dan saling berkorelasi untuk membangun desa, sedangkan jaya melambangkan kata akhiran masing-masing dusun serta tujuan akhir dari dusun tersebut.
Perjalanan kami mengabdi desa Kuala Mandor belum berakhir di titik kepulangan kami ke Pontianak, namun itu adalah langkah awal pengabdian kami yang sebenar-benarnya.
Sebuah pengalaman luar biasa bagi saya dan teman-teman dari kelompok 14 Pekan Bakti Mahasiswa IAIN Pontianak tahun 2020 untuk dapat kembali ke Desa Kuala Mandor B, untuk berbakti, mengabdi, dan membangun desa mandiri. JAYANYA DESA KUALA MANDOR B, UNTUK JAYANYA INDONESIA!