Oleh: Ambaryani
2 hari lalu, setelah istirahat sebentar pulang kerja, teman saya Kak Yuyun mengajak belanja. Tujuan awal cari ikan. Tapi, tidak di pasar. Cari ke nelayan. Sekalian survei tempat ikan segar.
Jadilah kami berdua jalan-jalan sore (JJS) kata anak zaman now. Di pertengahan jalan planing kami berubah. Niat cari ikan beralih jadi cari seafood. Sudah sering kami berdua mendengar kalau di Parit Rimba banyak yang jual seafood.
Kami sudah lama ingin membuktikannya sendiri. Tapi, berhubung ujung tahun waktu kerja selalu tak singkron, barulah sekarang rencana itu terlaksana. Kami susuri jalan Parit Rimba sambil sesekali bertanya.
“Buk, di mana ya yang jual kerang di Parem ni?”
“Kerang tak ade, kalau seafood ade, biase ade orang yang jajak. Tadik dah lewat”, kata Ibu-Ibu yang juga sedang JJS.
Saya terpegun sesaat dengan istilah seafood atau siput. Wislah.
Wah…ternyata kami terlambat. Orang yang jajak (jual seafood keliling) sudah sampai ke wilayah Kubu. Kami tak kuasa mengejar penjajaknya. Akhirnya, kami melanjutkan perjalanan.
Logikanya, kalau ada orang yang jajak, harusnya ada sumber suplayernya. Penyuplay seafood, itu yang coba kami susuri. Siapa penyuplay seafoodnya.
Kami terus memacu motor kami perlahan. Selain sambil mengamati dan mencari tanda-tanda orang jual seafood.
Jalan Parem ramai kalau sore. Banyak anak yang bermain di bahu jalan, serta ibu-ibu yang berkumpul bercengkrama mengisi waktu sore.
Sudah agak jauh kami jalan, SDN 05 Parem sudah lewat. Tapi belum juga jumpa dengan yang kami cari. Kembali bertanya jadi pilihan.
“Buk, yang jual seafood di sini, sebelah mana ya?”
“Ow…di darat sanak! Tapi tak ade orang e”, kata 2 Ibu-Ibu yang sedang jalan dari arah darat menuju laut.
“Baleklah kau agik, ‘kan ade di rumah kau,” kata seorang ibu-ibu mengisyaratkan sesuatu.
Akhirnya, kami dipandu hingga sampai ke rumah suplayer seafood. Benar saja, di rumahnya masih banyak seafood yang belum dijual. Sudah dikemas dalam kantong plastik putih kecil. Per kantong Rp. 7.000. Kalau membeli 3 kantong sekaligus, Rp. 20.000.
Kami beli 2, tengkuyung panjang atau tengkuyung sedot serta tengkuyung bulat. Kami sama-sama belum mengerti cara mengolah seafood yang kami beli. Sambil memilih, kami bertanya pada penjual bagaimana cara mengolahnya.
Penjualnya memberi penjelasan singkat. Setelah kami rasa cukup mengerti, kami pulang. Sudah tak sabar ingin berexperimen dengan sesuatu yang baru. Sesampainya di rumah, kami olah tengkuyung panjangnya. Masak asam pedas. Benar saja, ternyata rasanya, ajib…
Saya dan Kak Yuyun sampai bekeringat memakannya. Maklum, selain pedas, memakan tengkuyung sedot ada tekniknya tersendiri. Jika tekniknya tidak pas, alhasil isi tengkuyung tak berhasil keluar. Dan finaly, kesampaian juga hajat kami. Memasak tengkuyung sedot dari Parit Rimba. Alhamdulillah. (*)