Oleh: Nur Iskandar
Buku adalah gudang ilmu. Membaca adalah kunci membuka gudang tersebut.
Guru bisa marah marah dan habis waktu untuk belajar kecuali mendengar kata kata kasar. Tapi buku? Dia guru yang tidak pernah marah.
Buku ini karya sejarahwan hebat Indonesia. Dr Anhar Gonggong namanya. Saya dua kali berinteraksi langsung dengannya. Pertama bedah buku Wakapolri Komjen Jusuf Manggabarani (2011) dan sosialisasi gelar pahlawan nasional di Dinas Sosial Provinsi Kalbar (2019). Kini saya belajar dari bukunya. Baru saja tiba dari Jakarta. Rupanya di dalam buku diadaptasi dari disertasi pakar sejarah ini tidak ada pembahasan khusus tentang Sultan Hamid II Alkadrie Sang Perancang Lambang Negara Elang Rajawali Garuda Pancasila maupun diplomat ulung di konferensi meja bundar dengan hasil pengakuan kedaulatan RI yang merdeka 17/8/1945. Menarik sekali pelurusan sejarah NKRI, saya terus mencari obyektivitas. Siapa pakar sejarah Sultan Hamid II Alkadrie sehingga bisa didengarkan negara? Yang obyektif? Yang benar benar benar.
Sejauh ini, setahu saya, pakar tentang Sultan Hamid II Alkadrie secara akademis baru dua: Tengku Turiman Faturahman Nur dan Abangnda Anshari Dimyati. Negara tidak sah menimbang ketokohan Sultan Hamid II Alkadrie mewarnai ibu pertiwi tanpa melibatkan kedua anak kandung NKRI ini.*