Oleh: Nur Iskandar
22 Agustus 2019 duduklah kami di ruang rapat Asisten III Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Barat. Saat itu Ass III Dra Syarifah Marlina Almutahar, M.Si. Beliau bicara soal surat “penolakan” Kemensos terhadap Sang Perancang Lambang Negara Elang Rajawali Garuda Pancasila sebagai Pahlawan Nasional asal Kalbar, Mayjen KNIL Sultan Hamid II Alkadrie. Beliau didampingi Kadis Sosial saat itu Ibu Yulin, istri dari Mantan Petinggi Provinsi Kalimantan Barat Drs Herry Djaung, M.Si serta staf Tukiman. Di hadapan Ass III ada Ketua Yayasan Sultan Hamid II Alkadrie Anshari Dimyati, SH, MH dan pembina Turiman Faturahman Nur, SH, M.Hum. Sebelumnya surat penolakan Kemensos tertanggal 22/1/2019 sudah disanggah “totally” oleh Yayasan Sultan Hamid II Alkadrie. Tidak ada yang luput dari analisa berbasis data maupun riset ilmiah. Singkat cerita, Ass III mengonsep pula surat Gubernur Kalbar menjawab Dirjen Pepen Nazaruddin di Kemensos RI. Intinya, semua argumen Kemensos dibantah. Surat diteken Gubernur Kalbar H Sutarmidji, SH, M.Hum dan dikirim kepada Mensos. Sampai Mensos ditangkap KPK, 6/12/20 surat wakil pemerintah pusat di daerah itu tak ada jawaban. Lalu apa yang asyik diurus menteri?
Ternyata Bansos Covid untuk Jabodetabek. Teriakan keras aspirasi Kalbar lewat surat, webinar, sastra-budaya hingga pemasangan bendera Sultan Hamid II Alkadrie Pahlawan Nasional Sang Pemersatu Bangsa yang masih terpacak hingga hari ini tidak digubris. Mensos yang semestinya kasih TP2GD presentasi di TP2GP tutup mata. Tutup telinga. Tutup seluruh fentilasi. Di sini terlihat antiklimaks. Di satu sisi Yayasan Sultan Hamid II Alkadrie berjuang gigih tanpa duit demi membumikan Pancasila, sementara Mensos dengan logo Lambang Negara Elang Rajawali Garuda Pancasila menggerogoti Pancasila. Himpun duit miliaran. Korupsi. Ia menyusul Menteri Kelautan dan Perikanan. Korupsi ini mendestruksi nilai nilai kejuangan para pahlawan nasional. Pahlawan berjuang untuk bangsa tanpa pamrih. Termasuk Sultan Hamid II Alkadrie.
Nilai Elang Rajawali Garuda Pancasila rrrruar biasah hebatnya. Sejak jumlah bulu, kepak sayap, palingan wajah, tameng, perisai, hingga seloka Bhinneka Tunggal Ika. Kurang apa? Figur yang bersih dari korupsi bangsa. Ia justru dipenjara dari kelebat fitnah yang selama sidang 1950-1953 tidak terbukti bersalah atas makar APRA Westerling di Bandung. Inikah karma? Boleh jadi iya. Maka 2021 ini tak usahlah karma itu berlanjut seperti kutukan Keris Pusaka Empu Gandring atas Kerajaan Singosari yang mencapai tujuh generasi. Kita ulas ini karena kita cinta Ibu Pertiwi. Kita tetap “full spirit” membumikan Pancasila. Lawan korupsi dan pandemi serta resesi ekonomi. Berpancasilalah dengan sesungguhnya dan sepenuh hati. Etos kejuangan para pahlawan jangan dikorupsi dengan hipokrisi.
Kepada Bapak Presiden RI boleh ditinjau kembali apa syarat menjadi Pahlawan Nasional dan apa syarat menjadi Menteri di Kabinet RI? Agar Presiden RI bijak bestari dalam menandatangani produk apapun di Nusantara ini. Kekuatan NKRI ada di ujung jari Presiden RI. //Nusantara pernah jaya// Namanya Sriwijaya dan Majapahit// Kalau NKRI mau sejahtera// Seluruh rakyat jangan dijepit// Dijepit dari aspirasi sekalipun. Sebab kita sudah memilih bentuk negara Republik. Dari rakyat. Oleh rakyat. Untuk rakyat. *