Oleh: Nur Iskandar
Hari ini viral dan trending topik di jagad lagu country bersama legenda musik country Indonesia Iwan Fals. Pelantun lagu Bento dan Mata Dewa ini mengkritisi habis-habisan korupsi di Departemen Sosial di masa Pandemi-di tengah masyarakat sekarat perlu bantuan. Korupsi yang di-oranye-kan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) atas Menteri Sosial Juliari P Batubara menyusul Operasi Tangkap Tangan (OTT) Menteri Kelautan dan Perikanan. Pengganti Bu Susi Pujiastuti yang terkenal dengan tagline “tenggelamkan” justru tenggelam di kubangan labirin korupsi di mata rantai ekosistem laut nan tak bertepi. Begitupula bansos Pandemi Covid-19 menyebabkan Mensos Juliari P Batubara membara.
Iwan Fals dikenal dengan kritik-kritik pedasnya dalam bermusik di Nusantara sejak muda belia. Kini beliau sudah putih. Ubanan. Kumisnya pun sudah seperti suhu Kungfu. Putih semua. Ia tampil dibalut topi kupluk hitam. Baju hitam. Syal hitam. Tanda kelam. Tanda berduka-cita secara mendalam. Bang Iwan Fals yang sesungguhnya Plus bukan Minus. Ia banyak mengingatkan aparat Negara dengan “tikus-tikus kantor” termasuk “Wakil Rakyat seharusnya Merakyat”. Ia juga kocak dengan lagu Sunatan Massal Ahak – Ahaaak….
Saya tertarik mendengarkan lagu figur idola yang sempat bersua cengkerama di meja kopi-gula Jurnalisme Sastrawi di Kedai 168H–Tempo-Jakarta, 2006. Tarik laman Detik dan buka Youtube. Judul lagunya Plus Almari. Benar-benar korupsi dulu masa Orba di bawah meja, di masa reformasi di atas meja bahkan plus almari. Ngeriiii. Hukuman mati menanti. Nancap di lubuk hati Ibu Pertiwi. Ibu kita yang kini tengah menangis sedih…pedih. Mendidih!
Pada bait-bait lagu country Iwan Fals terkini, jika disimak dengan hati-hati bakal meneteskan air mata kita semua. Jadi mirip syair qasidahan atawa wejangan taushiah. Dendang nada dan irama lawas diiringi gencreng gitar akustik yang mengalamatkan kematian. Atau setidak-tidaknya mengingatkan kita akan mati di ujung tarikan napas nanti.
Kata Iwan Fals dalam lirik Plus Almari, rasanya pejabat pemerintah tak sulit-sulit amat hidup dan kehidupannya saat ini, walaupun dibelit Pandemi. Kenapa mesti sunat duit bansos untuk rakyat? Alamat kiamat jika negeri ini salah urus dan salah kelola. Failure Country.
Iwan Fals yang sesungguhnya dekat dengan pecinta Rock Presiden RI Ir H Joko Widodo–penggemar Mettalica–juga Slank–menyentil lewat lagu Plus Almari, “Presiden dimana?” Dimanaaaaaa…….?”
Saya jadi trenyuh dibalut lagu cauntry yang melirik Aceh sampai Papua. Indonesia Raya ini kaya. Janganlah salah urus dan kelola hanya demi sepeser rupiah. Janganlah 270 juta nyawa rakyat kita digadaikan! Merah Putih dilumpuri kotoran comberan. Janganlah. Jangan!
Lalu apa yang bisa kita lakukan? Lagu Iwan Fals menyiratkan perlawanan seniman. Kami juga sudah teriak-teriak lewat lagu Elang Khatulistiwa bersama Grup Band papan atas Nusantara–Arwana. Lewat pantun dan syair pada 16/12/20 menembus Unesco sebagai Warisan Budaya Tak Benda ke PBB karena keindahan sastra maupun isi universalitasnya. Tujuannya menyatukan bangsa yang masih bingung mau berbuat apa di masa Pandemi Covid-19 yang Presiden RI menitahkan “salib di tengah tikungan” untuk bangkit menjadi adidaya? Kita kembali ke Republik: Dari rakyat. Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat. Kita berbuat untuk merawat dan meruwat NKRI harga mati ini.
Rakyat harus bersuara. Harus bisa menentukan pilihannya. Harus bisa mengatur dirinya sendiri dan berkuasa demi keadilan dan kemakmuran bersama. Makmur sejak Aceh hingga Papua. Negara ini harus dikuasai orang-orang baik yang bisa mengibarkan kembali merah putih dan “bangunlah jiwanya – bangunlah badannya untuk Indonesia Raya”.
Posisi itu adalah posisi kita wahai pembaca seluruh Nusantara bahkan seluruh penjuru dunia dengan korsa Indonesia. Posisi civil society. Pilar kelima demokrasi. Pilar pertama eksekutif. Pilar kedua legislatif. Pilar ketiga yudikatif. Pilar keempat pers. Pilar kelima ini penentu saat ini: gerakan sosial masyarakat. Civil Society.
Penggerak-penggerak masyarakat yang bebas dari kepentingan trias politica mesti bergerak menyelamatkan bangsa. Ya lewat nada dan irama. Ya lewat pantun dan syair, serta gerakan sosial-ekonomi maupun pemberdayaan masyarakat, hingga melafalkan doa-doa sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing. Kita percaya Pancasila dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Jika Tuhan berkehendak jadi–maka jadi–kun faya kun. Ini sudah tersurat dan tersirat dalam serat kesejarahan kita. Sejak masa kerajaan, kehebatan Sriwijaya, Majapahit hingga Indonesia Merdeka.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Jika engkau melihat suatu kemungkaran, hendaklah diatasi dengan tangan (power). Jika tidak kuat, hendaklah dengan lisan. Jika tidak kuat pula hendaklah dengan doa.” Doa adalah selemah-lemahnya iman. Silahkan pilih berjuang lewat domain mana? Pejuang sering mengingatkan tiga kata ini: Bersatu-Berdjoeng-Menang! NKRI ini mesti dimenangkan oleh pejuang yang haqqul yakin pejuang–mujahid–bukannya lanun, perompak, perampok atau pecundang. *