Oleh Nur Iskandar
Dr Sumar’in Ketua Badan Wakaf Indonesia Kabupaten Sambas yang juga akademisi Sekolah Tinggi Agama Islam Sambas bersama Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Sambas seusai pelatihan Ziswaf di Hotel Borneo minta diajak keliling “ngecharge” agar ilmu Ziswaf dapat segera diterapkan di daerahnya. Saya kontak beberapa pihak. Buat janji.
Jam jemput ke Borneo Hotel pukul 11.00. Sudah mepet dengan waktu sembahyang siang. ‘Dimane kite sholat nih Bang?” Begitu saya tanya. “Serah abang yak lah,” saut pria yang juga Sekretaris MUI Sambas ini.
Saya pikir banyak alternatif. Pertama dan utama adalah Mujahidin. Tapi Mujahidin terlalu biasa. Biasa karena dia mesjid raya. Mesjid terbesar. Mesjid di jalan protokol dua jalur pula. Istimewa tentu saja mesjid kecil di Gang Sempit. Namun soal kemakmuran Ziswafnya kalah jauh Mesjid Raya Mujahidin.
Munzalan terbentuk di 24 provinsi dalam 12 tahun umurnya. Wabilkhusus Gerakan Infak Beras mencapai 540 ton dalam sebulan untuk seluruh Indonesia dimana untuk Kota Pontianak saja lebih kurang 60 ton per bulan. Ziswaf Munzalan per bulan untuk posisi mesjid gang sempit itu Rp 4-9 Miliar per bulan. Sebuah reputasi yang bukan kaleng-kaleng.
Sepanjang Jl Merdeka, Sulung Lelanang, Ayani hingga Serdam kami jual beli cerita. Sampai kelokan Gg Imaduddin si Gang Sempit di mana mesjid kapal sandar.
Sebuah gapura menyambut. Selamat datang di Munzalan Mubarakan. Sebuah tower enam lantai terpacak dengan gagah. Banyak unit sekitar mesjid dibeli Munzalan dengan harga Em Eman dan dijadikan Munzalan Radio, Munzalan Mart, Rumah Sehat Munzalan, Baitul Munzalan Indonesia, hingga pondok pesantren yang menampung santriwan dan santriwati.
Sumar berdecak kagum. Frasa kata luar biasa macam tasbih meluncur dari bibirnya.
We are lucky. Very lucky. Kenapa? Di bawah kanopi mesjid kapal ada sosok ulama muda aktor intelektual di balik kemajuan Munzalan Mubarakan Ashabul Yamin. Siapakah anak muda istimewa yang belum lagi genap 40 tahun umurnya? Almukarram KH Lukmanul Hakim, SE, MM. Kyai kabir melantai. Bersila. Melayani tetamu yang kemarin, Rabu, 24/2/21 menerima komunitas genk motor King Rattle Motorcycle. Kami pun disambut hangat dus ikut nimbrung.
Ustadz Lukman punya ibu dari Sambas. Ayahnya orang Serdam. Bah beh beh dengan fasih. Suasana cepat melebur macam komunikasi orang dapur.
Poin pertama dari Kyai Kabir adalah dakwah tak bisa monopoli seseorang atau lembaga. Harus rame rame dan sama sama. Pasang tengah istilahnya sehingga ngebom peruahan sosialnya efektif dan efisien.
Contoh komunitas motor pas ikut mengantar infak beras dimana touringnya dapat, sholatnya dapat, dakwahnya dapat. Bensinnya keluar dari kocek masing masing. Efektif.
“Ternyata banyak orang ingin masuk surga tapi tak tahu caranya dari mana?” Tugas kami kata Ustadz merangkulnya. Nama Munzalan tidak muncul pun taklah mengapa. Sebab yang dipuji dan dibesarkan hanya Allah.
Azan berkumandang. Kami wudhu. Ustadz Sumar mengaku sangat ngecharge jumpa langsung KH Lukmanul Hakim.
Saat qomat dilantunkan sholat dipimpin Ustadz Adiya. Ustadz Lukman? Makmum. Beliau mendorong yang muda muda tampil ke depan. Sebuah teladan kehidupan nyata di mana banyak guru selalu ingin tampil di depan.
Usai sholat selesai? Belum. Ada giat one day one juz. Caranya? Setiap usai sholat kita membaca dua lembar quran. 5×2 = 10 lembar. Persis 1 juz.
Ada 100an anak muda membaca tartil berjamaah sehingga menggema dan terasa mesjid kapal bergoyang goyang sesuai irama tajwid. Air mata mengucur bagaikan hujan menerpa palka. Bacaan terus melaju mendayu deru. Tembus qalbu.
“Tak mudah mengumpulkan anak muda segini banyaknya setiap hari!” Bunyi kalimat Sumar.
Pak Long Ditektur Lapangan BangKambing biak Sambas juak memberikan jawaban panjang lebar. Pak Long Zulkarnain Aweng menjadi tour guide kami selanjutnya.
Aweng menjelaskan bahwa 100an anak muda itu adalah Santri Pemegang Amanah atau SPA. Mereka datang dari berbagai wilayah Kalbar dan Indonesia. Mereka membentuk diri dalam keimanan dan keilmuan serta kemasyarakatan.
Di atas SPA ada direktur program sosial, ekonomi dan pendidikan. Di atas para direktur ada imam santri yakni empat orang. Mereka adalah KH Lukmanul Hakim, HM Nur Hasan, KH Een dan KH Beni Sulastyo.
Struktur tugas dan fungsi dijelaskan oleh Direktur Baitul Munzalan Indonesia Imam Muttaqien. Ia hijrah dari bank konvensional kepada syariah BMI. Di bawahnya ada 240 SPA.
Sumar takjub. Ia ingin Munzalan mewujud di Sambas. Ia berdecak kagum menjalani Tower Munzalan dan foto di depan fasilitas wakaf mobil mewah Alphard dan Ducati. *