teraju.id, Iklim sudah berubah, Dampak perubahan iklim di Indonesia telah tersebar luas dan makin nyata dari tahun ke tahun. Demikian yang dikatakan Niko Dimus, S.Hut. M.Si.
Sebelum bicara tentang Perubahan Iklim atau Climate Change, Niko panggilan sehari-hari selaku Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Sintang Timur mengatakan Konsep dasar dari KPH adalah menggeser peran birokrat kehutanan dari peran administratur (Forest Administrator) menjadi peran manajerial (Forest Manager) sehingga diharapkan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas tatakelola hutan.
Berangkat dari Konsep KPH tersebut diharapkan menjadi dasar agar terlaksananya sistem pengelolaan hutan yang lestari dan berkeadilan.
Itu konsepnya. Tapi harus memulai dengan istilah: “Menjaga warisan sumber kehidupan yang tersisa yaitu HUTAN DAN LINGKUNGAN.” Bahwa KPH hadir di tingkat tapak sebagai perwujudan kehadiran negara ditengah masyarakat terutama masyarakat yang berada di sekitar hutan.
Apa yg menjadi tugas KPH diantaranya adalah membuat perencanaan tata hutan, pengelolaan hutan secara lestari, pemanfaatan hutan secara optimal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan hasil hutan kayu maupun non kayu (HBBK) secara lestari.
Kenapa terjadi perubahan iklim yang tidak menentu dan drastis misalnya banjir besar atau banjir bandang atau panas yang begitu tinggi hingga kemarau panjang, secara singkat dapat dikatakan dengan istilah Akibat Degradasi dan Deforestasi. Kenapa terjadi demikian tentu karena berbagai faktor diantaranya karena manusia dan faktor alam.
Kondisi tersebut adalah tugas semua pihak yang merasa membutuhkan oksigen dan merasa membutuhkan alam sebagai tempat tinggal di bumi. Ini harus bertanggung jawab tidak saling menyalahkan akan tetapi bagaimana implementasi nyata di lapangan sebagai bentuk perhatian kita terhadap lingkungan bahwa tumbuh-tumbuhan sangat diperlukan oleh manusia dan hewan sebagai sumber kehidupan.
Aksi nyata, itulah yang harus dilakukan bersama. tidak hanya dapat dilakukan oleh KPH sebagai pengelola hutan di tingkat tapak bersama masyarakat, tetapi ini harus menjadi perhatian serius dari berbagai pihak dan tanggung jawab dari berbagai pihak pula : pemerintah, NGO/LSM dan para pemerhati lingkungan dan semua staekholder terkait.
Ada hal penting yang menjadi catatan bagi Niko yang berpenampilan plotos ini yaitu:
- Adalah tidak adil ketika kita hanya mempersalahkan masyarakat di sekitar hutan yang menyebabkan degradasi & deforestasi hutan, kita mesti melihat ke belakang kurun waktu 20 hingga 30 tahun yg lalu bahwa hadir nya kooperaasi atau pemegang ijin seperti IUPHHK – HA, Ijin Perkebunan, ijin tambang juga bagian dari pada penyebabab perubahan iklim.
- Ketika kita saling menyalahkan pertanyaannya adalah poros mana lagi yang mempunya hati dan perasaan untuk menyelamatkan kan yang tersisa?
- Masyarakat di sekitar hutan tentu harus kita dampingi dengan aksi nyata (action) bagaimana mereka memanfaatkan hutan secara lestari agar mereka tetap bisa makan dan hidup dari sumber hutan.
- Tidak hanya teori di atas meja dengan rumusan yg menyita waktu berlanjut FGD yang kurang menyentuh akar permasalahnya, kadang diikuti kebijakan yang saklak.
- Aksi nyata adalah tempatkan masyarakat sebagai top manager sebagai pelaku utama dan pelaku usaha dalam menjaga hutan, tentu dengan memperhatikan kesejahteraan mereka sebagai kompensasi dari keikhlasan mereka tetap peduli dengan tegaknya pohon berdiri. Skema yang dapat pemerintah berikan ruang kepada masyarakat salah satunya melalui Skema PS (perhutanan sosial), melalui KTH (kelompok tani hutan), KWTH (kelompok wanita tani hutan). Oleh karena itu wajib diberdayakan NGO/LSM lokal sebagai pendamping PS karena mereka tau persis dengan apa yg dibutuhkan masyarkat, mereka tau persis karakter masyarakat setempat.
- Tidak berlebihan apabila NKRI yang tercinta ini ketika mendapatkan anggaran/hibah dari lembaga donor untuk merawat hutan serta oksigen yg tersisa ini dilibatkan pendamping lokal, lSM lokal atau local champion.
- Cerita REED+ bukanlah cerita baru tetapi cerita lama yg proses action dengan proses teori dan birokrasi harus dipercepat agar kita tidak akan kehilangan hutan alami.
Kadang banyak yang menyalahkan masyarakat disekitar hutan ketika mereka membakar ladang.
Asap ada dimana-mana lalu tundingan pun kepada masyarakat di sekitar hutan.
Tetapi begitu cuaca cerah oksigen dihirup mudah tanpa asap serta air bersih tersedia cukup, tak ada yang mengucapkan terima kasih kepada masyarakat yang telah menjaga tegaknya hutan.
Diakhir perbincangan tersebut Niko meyakini bahwa: Aksi nyata para pihak adalah satu bentuk kepercayaan kepada masyarakat di sekitar hutan sebagai bapak angkat untuk menjaga pohon yang masih tegak berdiri agar oksigen dan sumber air bersih masih bisa kita nikmati bersama dengan memberi kompensasi untuk kesejahteraan mereka dengan didukung anggaran yang mumpuni baik APBD, APBN atau pun dana-dana Hibah dari Luar Negeri seperti program dari ADB (Asian Development Bank) dengan program fip-1 atau skema result based payment (RBP) dari program REDD.
Jangan sampai jargon hutan Kalimantan barat sebagai salah satu dari paru – paru dunia menjadi terinfeksi dan bukan menjadi HOB (Heart of Borneo) lagi.
Jangan menyesal ketika yang tersisa Hanya gurun pasir. Menyesal tidak pernah datang duluan dan selalu setelah kejadian. Makanya jangan sampai nasi menjadi bubur.
Niko pun mengepalkan tangannya:
“Salam lestari dari Rimba Sintang Timur Kalimantan Barat.”
“HUTAN LESTARI, MASYARAKAT SEJAHTERA DAN INDONESIA JAYA.”