Oleh: Leo Sutrisno
Inilah pesan Rama kepada adik tirinya, Barata, di tengah hutan pengasingannya.
“Lihatllah Barata, cinta itu bagaikan samudra kapas, keputih-putihan, yang takkan kabur bertebaran karena dosa-dosa manusia. Seperti purnama sidhi ia (cinta) mengitari jagad. Dunia haus akan dia, Barata. Maka curahkanlah dia (cinta) ke hati para rakyatmu. Apa artinya memerintah kerajaan dengan cinta?”
“Artinya, kau harus memerintah dengan kebebasan. Tiada cinta, Barata, bila tiada kebebasan. Namun sadarlah, Adikku, bahwa pada hakekatnya, kebebasan itu tidak dapat diperintah atau dikuasai. Kebebasan itu bagaikan pohon yang bertumbuh dengan sendirinya, bila ada alam yang menyuburkannya.”
“Maka, janganlah kamu bermegah diri jika kau dihormati sebagai raja. Sebab, ini bukanlah tanda bahwa kamu telah berhasil menguasai mereka, melainkan rakyatmu sendirilah yang telah mengatur dirinya sesuai dengan kebebasannya sehingga mereka rela mendudukkanmu sebagai raja”
“Barata, apakah satu-satunya milik rakyat yang paling bernilai, kalau bukan kebebasannya. Kalau mereka mengangkatmu menjadi raja, berarti mereka rela menyerahkan sebagian dari milik mereka satu-satunya itu. Jangan kau sia-siakan pemberian rakyatmu itu, hargaillah dan hormatilah. Dengan demikian tugasmu sebagai raja bukan semata-mata untuk memerintah, melainkan untuk menyuburkan hidup mereka sebagai manusia, yakni manusia yang berkembang kebebasannya.”
“Jangan khawatir Barata, bahwa kebebasan akan menimbulkan huru-hara. Sebab, di dunia ini kebebasan pada hakekatnya adalah kerinduan akan kesempurnaan.”
“Kesempurnaan itu mengandaikan manusia mampu memperkembangkan dirinya dan ini hanya bisa dijalankan bila manusia di dunia ini bebas. Maka, Barata, janganlah berprasangka bahwa rakyatmu sedang melakukan kejahatan bila mereka mengadakan huru-hara. Sebaliknya, jernihkanlah pikiranmu terlebih dahulu akan kemungkinan bahwa huru-hara itu mungkin disebabkan oleh benih-benih kebaikan dan kebebasan yang seharusnya tumbuh tetapi terhalang oleh kesempitan dunia.”
“Maka, perhatikan pula, Barata, bahwa pertama-tama bukan hukum yang mengatur negeri, melainkan cinta yang memungkinkan kebebasan itu berkembang. Hukum itu semata-mata mengatur perjalanan manusia seperti nasib yang sudah dipastikan, sedangkan cinta memberi manusia kebebasan untuk meraih kesempurnaannya.”
“Hukum itu adalah suatu kesetimpalan, mengganjar yang baik dan menghukum yang jahat. Sedangkan cinta itu lebih daripada hukum. Cinta itu adalah kemurahan hati, yang selalu siap memaafkan.”
“Bagaimana, Barata, kamu dapat memerintah kerajaan dengan cinta? Ingatlah, bahwa pertama-tama kau sebenarnya harus memerintah dan menjadi raja bagi dirimu sendiri, sebelum memerintah dan menjadi raja bagi rakyatmu.”
“Artinya, kau harus manguasai segala nafsumu, kamu harus menjadi bebas sendiri, tanpa keinginan memaksakan apa pun. Dengan kebebasanmu yang tak terikat pada kehendak dan kemauanmu yang kaku, kau akan terbuka untuk mendengarkan raknyatmu.”
“Bila kau sendiri telah bebas, Barata, saat itulah kau sungguh dapat mencintai rakyatmu.”
“Barata, hari sudah hampir malam, pulangkah ke Ayodya, dan jadikan Ayodya kerajaan cinta. Dimana tiada permusuhan dan percecokkan. Dan, kedamaian selalu menjadi awan-awannya. Tugasmu berat, Barata, seperti berlayar di samudra dengan perahu kecil. Namun, itulah yang harus kau buat bagi rakyat Ayodya. Selamat jalan,Adikku.”
(Sumber: Sindhunata, 1999, Anak bajang menggirng angin)
Silahkan dibahas lebih dalam.
Pakem Tegal 13-4-2019