Oleh: Nur Iskandar
“Saya duduk di meja depan, berhadapan dengan Muspida Kabupaten Landak. Di sebelah saya mestinya Bu Bupati Karol. Semestinya kami duduk bersama di depan. Tapi, kesediaan membuka kegiatan tiba-tiba batal karena beliau harus berangkat ke Jakarta.”
Itu kalimat pembuka ketika tadi malam, Rabu, 29/11/17 saya berbincang ringan dengan seorang tokoh media alternatif yang baru pulang kegiatan di Ngabang, Kabupaten Landak. “Ngape tibe-tibe beliau ke Jakarta?” Begitu sambung cerita narasumber ini dalam langgam melayu Pontianak yang kentara. Nah, orang-orang di sekitarnya membisikkan, bahwa nama yang santer keluar sebagai rekomendasi tentang siapa pengguna perahu PDIP dalam kontestasi Pilgub 2018 adalah Lazarus. Bukan Karolin Margret Natasa. “Beliau ke Jakarta untuk lobi dan negosiasi sebelum menjadi keputusan final DPP-PDIP.”
Sahabat yang kuat hisapan rokoknya ini geleng-geleng kepala. Sebab menurutnya, baliho Karol menjamur di mana-mana. Bahkan sampai perbatasan Kalbar-Kalteng. Dari baliho itu terbetik pesan kuat, bahwa putri sulung Gubernur Cornelis itu mohon doa restu tampil sebagai calon gubernur Kalbar meneruskan kepemimpinan ayahnya.
Gubernur Cornelis terpilih dalam kontestasi Pilkada langsung selama dua periode. Pilgub tahun 2008 dan Pilgub tahun 2013.
Baliho kader PDIP lainnya memang ada, atas nama anggota DPR RI asal Sintang, Lazarus. Dia memasang baliho dengan citra Megawati di belakang foto miliknya. Ini menyiratkan pesan yang dalam, bahwa yang direstui Ketua Umum DPP PDIP, Megawati adalah dirinya.
Publik sontak. Pesan baliho kedua kader PDIP ini kontras. Lazarus ada penggunaan logo partai dan Megawati di layar sosialisasinya sejak awal, sedangkan Karol yang baru dilantik sebagai Bupati Landak, 2017, sejak awal baliho dipasang memang menonjolkan teks mohon doa restu. Tak ada embel-embel logo partai maupun foto Ketum PDIP Megawati selain foto wajahnya yang cantik.
Wajar publik bertanya-tanya. Siapa gerangan pengguna perahu PDIP yang secara de facto tak butuh koalisi lagi karena mempunyai 15 kursi di DPRD Kalbar? Lazarus, ataukah Karol?
Di tempat terpisah ada pernyataan keras dari Gubernur Cornelis. “Orang lain saja dididik, apalagi anak sendiri.” Hal ini menunjukkan arah dukungan kepada si sulung Karol untuk menggunakan perahu PDIP yang dipimpinnya di DPD Kalbar. Pernyataan tersebut linier dengan pernyataan Cornelis jauh-jauh hari bahwa PDIP akan mencalonkan kader terbaik dari internal partai. Apalagi secara de facto, Karol dua kali terpilih sebagai anggota DPR RI dengan suara mayoritas ketimbang politisi lain. Tidak hanya di Kalbar, juga di level nasional masuk papan atas. Dia bersaing keras dengan Ibas sang putra Ketum Partai Demokrat, SBY dan Puan Maharani yang kini Menkokesra, putri Ibu Megawati Soekarno Putri. Dus, ditambah hasil sejumlah lembaga survey yang dilansir ke publik, bahwa Karol punya elektabilitas yang sudah sangat baik. Di mana di dalam tayangan hasil survey, sosok yang punya elektabilitas tinggi di Kalbar ada dua figur, yakni Karol dan Sutarmidji. Keduanya memang tokoh publik yang populis, sehingga mencuat namanya sebagai figur yang punya elektabilitas tertinggi di Kalbar.
“Kalau menurut saya, yang akan direkomendasikan DPP-PDIP adalah Karol,” ungkap aktivis youtuber, Rosadi Jamani. “Ini hanya feeling,” urainya dalam tulisan panjang di rosadijamani.com.
“Kalau menurut saya, kontestasi Pilgub Kalbar akan diikuti dua pasang saja. Pasangan Sutarmidji-Norsan yang diusung Golkar, Nasdem dan PKS, sama Karolin dari PDIP,” ungkap pemerhati politik dari Universitas Tanjungpura. Dalam kajian sosok dosen politik satu ini, Karolin akan berpasangan dengan Ketua DPD Partai Demokrat, Gidot. Partai lainnya akan mengusung satu pasangan lain, namun diperkirakan tak akan mendulang suara. Termasuk calon alternatif.
Saya sependapat dengan kajian dosen di atas. Saya melihat bahwa elektabilitas menjadi faktor kunci sebuah partai menentukan pilihannya. Sebab, buat apa buang waktu, biaya dan tenaga, kalau kandidat yang diusung tidak berpeluang sebagai pemenang? Siapa yang mau lempar handuk ke tengah gelanggang? Siapa yang mau stress menerima kekalahan? Siapa yang mau gila?
Fokus yang saya lihat selain survey adalah siapa di balik tokoh tersebut. Untuk Karol, sudah jelas ada kekuatan sang ayah yang merupakan mentor politiknya. Kekuatan yang dimiliki Cornelis tak mungkin akan disia-siakan. Sebab dia menang telak dari dua kali pesta demokrasi di Kalbar. Periode pertama dia punya tagline ampuh ” Bersatu Kita Menang”, dan kedua, “Bersatu, Berjuang, Menang!”. Jurus maut tersebut saya tebak akan dimainkan kembali dengan harapan mencapai kemenangan lanjutan. Untuk itu pasangan yang paling moncer adalah Gidot dari Partai Demokrat. Sebab Gidot menjadi pasangan ideal lantaran berlatar agama Kristen dan berasal dari sub etnik Dayak minoritas. Tentu di luar Gidot ada pasangan yang senada seperti Hasan Karman (refresentasi dari Christiandy sanjaya yang dua periode mendampingi Cornelis yang memeluk agama Katolik. Sama-sama etnik Tionghoa dan berakar di Singkawang. Kristen pula).
Bagaimana nasib Lazarus? Sebagai kader partai, dia pasti terus berusaha tampil sebagai calon yang direkomendasikan. Namun, bagi Lazarus, tentunya, direkomendasikan atau tidak, juga tidak ada ruginya. Sebab dana sosialisasi saat ini tetap menguntungkan untuk kampanye pemilu legislatif. Dia tetap panen dari sosialisasi saat ini walaupun tidak maju dalam kontestasi Pilgub. Dia bahkan turut menyukseskan Karol sesama kader partai terbaik,karena turut membuat buyar fokus balon parpol lainnya, sebab jika Lazarus yang elektabilitasnya lebih rendah yang direkomendasikan pusat, maka kandidat lain lebih bersemangat untuk mensuksesi hegemoni PDIP di Kalbar.
Kekuatan di balik Karol, yakni ayahnya terlihat nyata. Beliau punya Plan B. Jika saja DPP PDIP tidak merestui putrinya sebagai Cagub, maka dia telah melobi parpol lainnya. Cornelis merpat ke kubu Prabowo yang memimpin Gerindra. dan Gerindra pun mengusung Karol sebagai Cagub. Di sini terbuka celah koalisi dengan menggunakan perahu lain.
Dalam gugus Plan B melalui Gerindra ini, Cornelis masih punya pilihan koalisi bersama Hanura yang dipimpin sahabatnya, Oesman Sapta. Koalisi partai-partai belakangan ini cukup buat DPP PDIP ketar-ketir.
Buah dari jurus politik jitu yang dimainkan Cornelis tampak buahnya. Pertama, kedatangan Sekjen PDIP Hasto kemarin. Menyusul kedatangan Menhub Jonan dengan memberikan bekal oleh-oleh berupa terpilihnya Kalbar sebagai tuan rumah Natal Nasional 2017.
Apalagi oleh-oleh ini artinya buat kontestasi Pilgub 2018 selain tanda bahwa restu DPP akan jatuh kepada Karol? Apa artinya Natal Nasional 2017 di Kalbar menjelang Pilgub 2018 selain upaya memfasilitasi hajad politik akbar bagi PDIP yang berpihak kepada Cornelis untuk bisa tampil sebagai pemenang? * (Penulis adalah pemimpin redaksi teraju.id)