Teraju.Id, FT – Dialog antara pihak Fakultas Teknik (FT) dengan orang tua mahasiswa baru terkait aksi demo dan mogok belajar berlangsung keras dan panas. Hal ini ditandai dengan berdiri dan majunya beberapa orang tua sampai ke meja terhormat yang ditempati Dekan, Warek III, IAFT dan Kapolres. Mereka bersuara lantang nyaris berteriak-teriak.
“Saya juga pernah ikut Opspek pak. Ini ‘kan anak-anak ke kampus buat mencari ilmu, bukan buat mencari masalah!” ujar seorang ayah berteriak lantang dengan tangan diacung-acungkan. “Persoalan anak-anak senior melakukan protes itu hak mereka. Tapi hak anak-anak kami adalah menimba ilmu tanpa dihalang-halangi. Kami minta selepas ini, yang namanya palang pintu di ruangan-ruangan itu dilepaskan!” teriaknya.
“Kalo ada pelanggaran yang mereka lakukan lagi, kami serahkan kepada pihak keamanan.” Acara dialog diikuti lebih 100 orang dan berlangsung tegang. Mulai pukul 08.00 dan disudahi saat zuhur. Sekitar pukul 12.00.
Aspirasi lain tak kalah lantang datang dari Anwar. “Pertama, saya meminta jaminan keamanan untuk anak-anak kami yang baru masuk. Yang kedua, tidak ada penawaran lagi. Mau PMB bernama Pawang atau apapun jangan ada penyiksaan. Ini adalah sekolah sipil bukan sekolah militer!” ujar Anwar seraya menyebut detil pemukulan, hingga ‘maba’ dilarikan ke rumah sakit.
Dialog berangsur tenang setelah emosi orang tua tersalurkan dan didengarkan pihak berwenang. Saat itu Dekan Fakultas Teknik Dr.rer.nat.Ir.R.M.Rustamaji, M.T baru bisa bicara dengan mulus sehingga diputuskan perkuliahan harus bisa berjalan secepat-cepatnya. “Kalau bukan mereka yang buka segel kelas, kami berani membukanya. Kalau mereka melawan, ya kami hadapi,” teriak salah seorang ayah dengan tubuh gempal dan disabar-sabarkan oleh orang tua lainnya.
Di tempat terpisah di depan bagian akademik pada pukul 17.24 berlangsung jumpa pers dari kalangan mahasiswa yang berdemo. Mereka bersatu dari kalangan Badan Eksekutif Mahasiswa, MPM, dan IAFT. Poin yang mereka ungkapkan adalah, pertama, bahwa aksi demo sejak 26/9/16 berfokus pada tuntutan mundur Dekan lantaran tidak profesional mengelola manajemen kampus. Ketua MPM mencontohkan dengan proses skorsing kepada Ketua BEM tidak prosedural di mana Ketua BEM tidak dipanggil dan disidang terlebih dahulu. “Tidak adil,” tegasnya. Ketua MPM juga mengurai kronologis sejak Surat Keputusan PMB yang menyebutkan kegiatan berlangsung empat hari.
“Kami menghadap Dekan dan diarahkan kepada Pudek III Pak Yusuf. Ada dua laporan. Intinya kami bertanya apa bukti-bukti laporan mereka bahwa terjadi kekerasan. Tidak diperlihatkan. Namun mereka berjanji akan memberikan laporan lengkap.” Mahasiswa punya catatan kritis yang panjang secara kronologis sehingga berujung kepada tuntutan mundur Dekan. Namun untuk itu, massa mahasiswa siap membuka segel pintu kelas secara simbolis. Pertanda perkuliahan sudah dapat dimulai.
Hal senada diungkapkan mahasiswa lainnya kepada Teraju.Id. “Kami dengar dari kawan seangkatan di FT Untan, bahwa kemungkinan kuliah sudah bisa dimulai pada Senin, jika sudah ada jalan keluar masalah tuntutan massa mahasiswa,” demikian dikemukakan anggota Kohati HMI. (Difa/Deki/Guntur/Gheby)