in ,

Awakpon Minta “Impeachment” Walikota

Buntut Penyitaan Properti Warkop di Pontianak

WhatsApp Image 2020 06 08 at 20.00.59
Awakpon mengadu ke Rumah Rakyat, DPRD Kota Pontianak akibat properti warung kopi mereka disita Satpol PP Pemkot Pontianak.

teraju.id, Pontianak— Pertemuan antara anggota Asosiasi Warung Kopi Pontianak (AWAKPON) dengan anggota DPRD Kota Pontianak Jumat (5/6) berlangsung seru. Para anggota menuntut Pemerintah Kota Pontianak mengembalikan aset warung kopi milik anggotanya yang telah disita oleh aparat Pemerintah Kota Pontianak.

Yudiansyah, perwakilan Awakpon di depan puluhan anggota DPRD Kota Pontianak mengatakan para anggotanya merasa kesal dengan perlakuan aparat pemerintah Kota Pontianak yang telah melakukan tindakan intimidatif hingga melakukan penyitaan terhadap properti milik anggotanya.

Ia juga mengatakan bahwa aset yang disita petugas saat mendatangi warung kopi milik anggota Awakpon macam-macam. Mulai dari KTP pemilik warkop, peralatan wifi, mikrotik, hingga server. Saat akan diambil para pengusaha warung kopi itu, menurut Yudhiansyah diminta untuk membayar denda antara Rp 200.000 – Rp 500.000

Yudiansyah mengatakan bahwa dalam tiga bulan terakhir ini situasi anggotanya mengenaskan. Mereka tidak hanya kehilangan pemasukan, tapi juga harus membayar beban usaha berupa uang sewa, biaya internet, biaya listrik dan biaya air. Bahkan sebagian pengusaha warkop ada yang kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. “Oleh karena itu, kami berharap Pemkot dapat memahami posisi kami. Sudah sangat sulit, jangan ditambah sulit lagi,” ujarnya.

Di hadapan anggota DPRD Kota Pontianak, Yudiansyah juga menjelaskan bahwa beberapa anggotanya memang ada yang membuka aktivitasnya kembali. Namun dengan berupaya menerapkan himbauan dari Pemerintah. “Kami terpaksa buka, kalau tak buka anak-anak kami mau makan apa, bapak dan ibu Anggota Dewan sekalian?” timpal anggota Awakpon lainnya, Yudhi Lie.

“Namun, saat beberapa anggotanya mulai membuka warung kopi kembali, ternyata usaha anggota kami disatroni terus oleh aparat. Ada yang meminta para pengunjung pulang, berlaku kasar, hingga menyita KTP dan properti milik anggota kami. Saat kami ingin mengambil, ternyata kami harus membayar denda. Kami mau bayar pakai apa? Buat makan sehari-hari saja kami sudah kesulitan!”

Yudhi Lie mengaku telah berkonsultasi dengan para pihak yang paham dengan persoalan hukum. Beberapa di antaranya mengatakan bahwa tindakan penyitaan yang telah dilakukan oleh Aparat Pemerintah Kota itu adalah tindakan yang bisa digolongkan penyalahgunaan wewenang. “Aparat yang datang itu karena covid, namun properti kami disita karena dituduh melanggar ketertiban dan tidak memiliki izin. Kalaupun kami tidak memiliki izin, ayo bina kami. Kami bukan pelaku kriminal, kami ikut berkontribusi dalam membuka lapangan pekerjaan dan menyerap pengangguran.”

“Oleh karena itu pada kesempatan ini, kami meminta kepada DPRD Kota Pontianak untuk menyampaikan tuntutan kami kepada Walikota Pontianak sebagai kepala Pemerintahan untuk mengembalikan properti milik anggota kami. Jika tidak dikembalikan, maka kami meminta agar DPRD Kota Pontianak dapat memberikan impeachment kepada Walikota Pontianak,” tutur Yudiansyah.

Mendengar tuntutan itu, H. Naufal Babud, salah seorang anggota DPRD menjelaskan bahwa lembaganya akan tetap berupaya untuk memediasikan persoalan ini. Namun, DPRD Kota memang tidak bisa memanggil Walikota. Namun, menurutnya DPRD telah memanggil Satpol PP Kota Pontianak untuk dimintai keterangan terkait dengan persoalan ini. Pihaknya juga telah sepakat untuk meminta agar Pemerintah Kota Pontianak mengizinkan kembali beroperasinya warung kopi dengan tetap mengindahkan peraturan yang ada. “Insyaallah persoalan ini dapat kita selesaikan secepat mungkin,” ujarnya.

Beni Sulastiyo, pengamat sosial yang dimintai pendapat tentang masalah ini menjelaskan bahwa sebaiknya Pemerintah Kota dapat lebih bijak dalam menerapkan kebijakan terkait dengan penanganan pandemi covid di daerah. Pemkot sebaiknya dapat menerapkan kebijakan sesuai dengan perkembangan kesehatan masyarakat. Jadi harus pake indikator, kalau yang terinfeksi 0,01% dari populasi penduduk bagaimana kebijakannya, kalau 0,1 % beda lagi. Jangan main pukul rata dan menyamakan kondisi sebaran penularan covid sama dengan apa yang terjadi di Wuhan, atau Milan.

Saat diminta pendapat tentang persoalan tuntutan impeachment, Beni menjelaskan hal itu tak mungkin dilakukan oleh DPRD Kota Pontianak, karena tak ada dasar hukumnya. Namun, ia memandang pernyataan para anggota Awakpon yang meminta DPRD meng-impeachment itu sebagai bentuk kekesalan saja, dan hal itu sangat wajar dalam situasi seperti ini.

“Saya berharap Pemerintah Kota dapat memenuhi permintaan anggota Awakpon. Kembalikan properti mereka dan izinkan kembali mereka beroperasi,” ujar Beni. (kan)

Written by Nur Iskandar

Hobi menulis tumbuh amat subur ketika masuk Universitas Tanjungpura. Sejak 1992-1999 terlibat aktif di pers kampus. Di masa ini pula sempat mengenyam amanah sebagai Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Islam (Lapmi) HMI Cabang Pontianak, Wapimred Tabloid Mahasiswa Mimbar Untan dan Presidium Wilayah Kalimantan PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia). Karir di bidang jurnalistik dimulai di Radio Volare (1997-2001), Harian Equator (1999-2006), Harian Borneo Tribune dan hingga sekarang di teraju.id.

WhatsApp Image 2020 05 28 at 17.04.31

Menanam Pohon Buah di Sekitar Rumah

pesona tayan

Alhamdulillah, Buku Menikmati Pesona Tayan Terbit