teraju.id, khaTULIStiwa – Mengalir pertanyaan ke dapur redaksi mengenai pengusulan Sultan Hamid II Alkadrie sebagai pahlawan nasional atas jasanya merancang lambang negara elang rajawali garuda Pancasila dan juga menyatukan Bangsa Indonesia dari posisinya sebagai Ketua BFO pada Konferensi Meja Bundar yang melahirkan pengakuan kedaulatan Indonesia dari Belanda itu dari Yayasan Sultan Hamid bukannya dari Kesultanan Pontianak kenapa?
Media teraju.id sebagai media yang berinteraksi dekat kepada Yayasan Sultan Hamid II Alkadrie mengetahui bahwa pada prinsipnya sejak tahun 2000 telah berdiri Yayasan Sultan Hamid II Alkadrie dan ruang geraknya berupa penelitian-penelitian ilmiah. Ia otonom. Bukan underbow kesultanan. Adapun Kesultanan adalah entitas sejarah yang sampai kini masih eksis sebagai warisan kebudayaan lokal dan nasional Indonesia. Sekretariat Yayasan Sultan Hamid justru di Jakarta dan Pontianak di luar area Istana Kesultanan Qadriyah. Di Jakarta, Yayasan beralamat di Jl Jeruk Purut, sedangkan di Pontianak, Jl Purnama Agung VII, Pondok Agung Permata–Kampoeng English Poernama.
Penyebutan tahun 2000 adalah berdasarkan Akta Pendirian Yayasan. Namun secara surut ke belakang Yayasan telah didirikan dengan ketua Max Jusuf Alkadrie dan pembina H Syarif Said Alkadrie yang juga anggota DPR RI.
Pada tahun 2016 Yayasan Sultan Hamid berdasarkan hasil-hasil penelitian ilmiah yang terang benderang menggugurkan tuduhan bersekongkol dengan Westerling, serta terbukti konkret merancang lambang negara yang diresmikan penggunaannya dalam rapat dewan kabinet RIS dipimpin Soekarno, 11 Februari 1950 telah mengusulkan Sultan Hamid II Alkadrie sebagai Pahlawan Nasional ke Kemensos dengan memperhatikan koridor pengajuan gelar pahlawan.
Adapun Kesultanan Qadriyah Pontianak tidak pernah mengusulkan Sultan Hamid II Alkadrie sebagai Pahlawan Nasional. “Kalau Sultan Hamid II Alkadrie di-SK-kan oleh Presiden sebagai Pahlawan Nasional, maka yang menerima penghargaan sesuai keputusan Yayasan adalah Dr Syarif Azizurahman Alkadrie yang kini menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia,” ungkap Ketua Yayasan Sultan Hamid, Anshari Dimyati, SH, MH dalam berbagai kesempatan tampil sebagai narasumber menjelaskan perbedaan antara Yayasan Sultan Hamid dengan Kesultanan Qadriyah Pontianak.
Inisiatif pembentukan yayasan dilakukan sekretaris pribadi Sultan Hamid, Max Jusuf Alkadrie. Menurutnya Kesultanan sebagai entitas yang organik kadang kerap kali terlibat politik praktis sehingga dibutuhkan yayasan yang netral meneliti peran kesejarahan para sultan. Sementara Yayasan Sultan Hamid non-partisan, sehingga lebih murni dan netral selaras kepentingan ilmiah.
“Yayasan Sultan Hamid II Alkadrie tidak partisan parpol tertentu. Ia netral. Para peneliti di dalamnya juga tak ada kaitan kekeluargaan dengan kesultanan seperti saya, Turiman dan Anshari Dimyati,” tambah Turiman Faturahman Nur, pakar hukum tata negara di Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura.
Turiman kemudian menguraikan interaksinya sejak tahun 1994 bersama Sekretaris Pribadi Sultan Hamid, Max Jusuf Alkadrie yang berdomisili di Jl Jeruk Purut, Jakarta.
[Yayasan Sultan Hamid II sebuah lembaga riset yang mengemban misi untuk mencerahkan anak bangsa, serta pencerdasan kaum muda, salah satunya pelurusan sejarah yang berkaitan dengan fakta fakta sejarah nasional dan Kalimantan Barat.
Patut diketahui Yayasan Sultan Hamid (YSH) ini berkedudukan di Jakarta dan kiprahnya di Kalimantan Barat karena berkaitan para peneliti memang anak anak bangsa yang tinggal di Pontiabak. Patut diketahui bahwa YSH tidak di bawah kesultanan Pontianak. Kami berdiri sendiri dengan akte pendirian yang berkedudukan di Jakarta. Namun YSH tetap membuka peluang para generasi muda lintas kota bahkan lintas provinsi serta lintas etnis. Kiprah YSH lebih banyak kegiatan riset penelitian sejarah hukum dan pengembangan antarbudaya sebagai perwujudan Bhinneka Tunggal Ika.
Memang nama Yayasan ini menggunakan nama Sultan Hamid II karena nama ini lintas dimensi baik daerah, nasional bahkan internasional. Titik tekan kegiatan adalah mengembangkan kemitraan dengan lembaga manapun dan tidak mengikat secara eksklusif tetapi YSH mengembankan dalam rangka memperkuat nilai nilai persatuan dalam wadah NKRI. Untuk itulah ketika mengangkat Sultan Hamid II dalam bentuk riset ilmiah yang merupakan kerja literasi, kerja edukasi dan kerja yang menelisik lintas sosial budaya dan antarbudaya, bahkan mendorong anak anak milenial untuk berkesadaran sejarah dan sadar akan jatidirinya sebagai anak bangsa bagian dari NKRI, kami berupaya melepaskan dari kepentingan kepentingan politik sesaat, atas dasar itu kami fokus dalam kegiatan riset dan pendampingan generasi muda atau kaum milenial agar ada kebanggaan terhadap bangsanya.
Demikian ketika mengusulkan Sultan Hamid II dari awal pengusulnya adalah Yayasan Sultan Hamid II dan semua itu dengan naskah akademik hasil riset bertahun tahun. Jadi keliru jika ada sinyalemen yang mengatakan bahwa yang mengusulkan Sultan Hamid II Pahlawan Nasional adalah dari Kesultanan Pontianak. Berdasarkan akte dan struktur organisasi dan devisi semua dikelola anak anak muda yang peduli dengan keberagaman bangsa. YSH sudah berjalan sejak 1999/2000, sampai sekarang semakin terasa cukup waktu yang lama berkiprah meluruskan sejarah]. (kan)