Oleh: Ahmad Sofian dZ*
Siang atau sore hari kala cuaca tidak hujan. Anda, mereka atau kita mungkin pernah naik kapal ‘wisata bandong” dari Taman Alun Kapuas menyusuri tepian sungai. Dengan tarif sebesar 15 ribu rupiah untuk dewasa dan anak-anak Rp10 ribu. Selama pelayaran 30 – 45 menit, kita akan dibawa menyusuri sungai Sungai Kapuas. Dari Taman Alun menyeberangi sungai sedikit mengarah ke Kampong Beting, kemudian Masjid Jami’, Istana Kadriyah, Kampong Tambelan-Sampit, melewati bawah Jembatan Kapuas I, hingga Ke kampung Banjar Serasan, Kampung Kuantan, Kampung Kamboja untuk kemudian kembali ke Taman Alun kapuas .
Saat menyusuri sungai selain akan terlihat kegiatan masyarakat tepian sungai. Kita juga akan melewati kampung-kampung bersejarah, bangunan tua, tempat ibadah, bekas pabrik getah dan lainnya. Yang menjadi identitas sekaligus ciri khas masyarakat di tepi sungai Kapuas. Pada moment tertentu bahkan kita dapat menyaksikan meriam-meriam karbit berjajar di pinggir sungai.
Keindahan landsacpe alam, peninggalan bersejarah hingga aktifitas warga seolah menjadi satu daya tarik tersendiri. Yang membuat satu moment dan keindahan ketika datang dan berkunjung ke kota Pontianak.
Namun, sangat disayangkan keindahan yang kita lihat. Panorama yang membuat hati tentram. Belum disertai dengan informasi tentangnya. Tentunya akan lebih baik, bermanfaat dan sangat berkesan jika perjalanan dengan kapal ‘wisata bandong” selama 30-45 menit tersebut disuguhkan informasi. Baik informasi sejarah maupun informasi kekiniannya.
Informasi mungkin dapat diberikan sedari awal saat memasuki kapal bandong. Para pengunjung diberi informasi tentang keberadaan Taman Alun Kapuas yang dahulu disebut dengan nama Taman Larrive (Larrive Park). Ketika kapal bandong bergerak kearah Kampung Beting ada informasi tentang kampung yang tepat berada di delta tanjung besiku. Saat menuju melewati Mesjid Jami’ Sultan Syarief Abdurrahman Alkadrie ada informasi yang menjelaskan awal mula keberadaan mesjid. Saat menuju Istana Kadriah Kesultanan Pontianak juga diberi informasi siapa sultan Pontianak pertama hingga sekarang. Saat kapal wisata bandong melewati kampung Tambelan-Sampit ada informasi mengapa sekarang dikenal dengan nama tersebut.
Saat kapal melewati bawah jembatan kapuas 1, ada penjelasan pembangunan jembatan yang dibangun pada tahun 1980 dan pertama kali digunakan pada 27 januari 1982. Begitu pula saat melewati kampung Banjar-Serasan, Kampung Saigon, berbelok-menyeberang ke kampung Bangka, Melewati kampung Bansir, kampung Kuantan, kampung Kamboja, kampung Melayu. Ada informasi singkat -padat berkenaan penamaaan kampung-kampung tersebut.
Ada penjelasan kenapa di sebut Shenghie, saat melewati Pelabuhan rakyat tertua di Pontianak. Serta penjelasan sejarah awal mula kawasan pasar parit besar sampai kenapa lebih di kenal dengan nama pasar Tengah.
Memberi Keindahan dengan segala potensi yang ada juga disertai dengan informasi-informasi tentunya akan lebih bermanfaat. Bagi semua pengunjung. Baik yang berasal dari kota pontianak, juga yang berasal dari luar Pontianak.
Informasi yang diberikan tentulah harus akurat, melalui kajian yang konfrehensif dengan membuka peluang saran dan kritik dari berbagai pihak. Juga tentunya harus di sampaikan dengan cara yang komunikatif dan sederhana tanpa kehilangan makna. Dapat disampaikan dengan cara langsung melalui pemandu wisata yang ada di setiap perjalanan kapal wisata atau dengan cara di rekam dan diputar dengan mempertimbangkan waktu dan jarak tempuh di masing-masing lokasi.
Sehingga nantinya, setiap orang yang turun dari kapal wisata bandong akan mendapatkan keindahan landscape tepian sungai kapuas serta informasi yang dapat menambah wawasan erta pengeetahuan.
Peran para semua pemangku kepentingan menjadi sangat penting. Baik pemerintah kota Pontianak, melalui Bappeda-Dinas pariwisata-diskominfo, juga lembaga penelitian, penggiat sejarah, pelaku wisata, umkm komunitas juga para relawan. Agar Kota Pontianak menjadi kota yang Literat akan narasi keindahan dan narasi sejarahnya. Semoga’ (Penulis Buku Pontianak Heritage)