Setelah berbulan-bulan menjadi wacana hangat— namun mulai menghilang dari memori publik karena kasus bansos dan benur, kini reshuffle benar-benar terjadi. Tepat di hari ibu, 22 Desember.
Lagi-lagi, kementerian sektor ekonomi tidak tersentuh. Ya, saya cukup gemas dengan sektor ini karena tidak menunjukkan terobosan yang signifikan. Sri Mulyani tidak memberi sinyal harapan baru bagi Indonesia di tengah pandemi. Jujur, ada satu nama yang bisa memberi efek kejut di sektor ekonomi: Rizal Ramli. Yah, kepleset Faisal Basri pun tak apalah. Saya tak paham mengapa Jokowi tidak berusaha merombak kementerian ini. Mbuh.
Tapi enam nama sudah diumumkan. Nama-nama yang tidak asing dan cukup memberi harapan bahwa ke depannya kabinet ini bisa agak ringan bebannya. Kabinet Tanpa Beban, saya menamakannya. Tanpa beban setor sana-sini. Mungkinkah?
Dari catatan saya, di luar masuknya Sandiaga menjadi menteri, setidaknya ada 2 nama yang cukup mengejutkan dan potensial menjadi beban bagi Jokowi: Yaqut Cholil Quoumas dan Budi Gunadi Sadikin.
Yaqut, track record-nya yang mudah panas menghadapi serangan oposisi extra parlemen. Terlalu riskan bila jejak ini diteruskan saat ia menjadi menteri agama besok. Kondisi masyarakat yang terbelah tidak bisa dihadapi dengan arogansi. Saya berfikir, sosok Quraish Shihab atau Mustofa Bisri lebih teduh untuk posisi ini. Kalau Jokowi mau lebih tanpa beban, nama Ary Ginanjar bisa menjadi alternatif kejutan.
Sedangkan Budi Gunadi, ia merupakan menteri kesehatan pertama Indonesia yang bukan seorang dokter—meski bukan satu-satunya di dunia yang bukan dari kalangan medis. Tapi saya mencatat, ada beberapa kegamangan bila sektor kesehatan bukan seorang dokter. Di daerah, saya melihat rantai koordinasi menjadi lemah dan tentu pengetahuan medis yang minim bisa menjadi pusat kecolongan. Terlebih kita menghadapi pandemi corona yang belum menunjukkan tanda-tanda berakhir.
Menteri telah terpilih. Meski saya tidak berharap banyak, tapi kita tentu sama-sama ingin Indonesia yang lebih baik. Kita tidak ingin menjadi penonton yang ngedumel terus melihat pemain yang gagal mencetak gol, yang kita tahu karena adanya “main sabun”.
Sekali lagi, kita ingin Indonesia yang lebih baik, kabinet yang tanpa beban. Mari kita tunggu gebrakan mereka, 100 hari ke depan!