SHALAT IDUL ADHA BERTEPATAN HARI JUMAT
Oleh: Wajidi Sayadi
Besok tanggal 10 Dzulhijjah 1441 H adalah hari raya Idul Adha bertepatan 31 Juli 2020 pada hari Jumat.
Oleh karena bertepatan dengan hari jumat, seringkali muncul pertanyaan terutama bagi muslim laki-laki, apakah mereka yang sudah shalat Idul Adha di pagi hari boleh tidak shalat jumat, karena katanya, ada hadis yang membolehkan .
Pada zaman Rasulullah SAW. pernah terjadi pelaksanaan shalat Idul Adha bertepatan hari jumat. Umat Islam yang telah melaksanakan shalat Idul Adha di pagi hari diberi dispensasi, keringanan boleh tidak melaksanakan shalat jumat pada siang harinya.
Lalu bagaimana cara memahami hadis ini dalam kontesk sekarang?
Para ulama memahami hadis ini, ada memahami secara tekstual sesuai apa yang tertulis apa adanya. Ada juga yang memahaminya dengan mempertimbangkan konteksnya. Oleh karena cara dan metode pemahamannya berbeda sehingga hasil kesimpulannya berbeda.
Para ulama telah merumuskan kaedah pemahaman hadis, antara lain:
فهم الأحاديث في ضوء أسبابها وملابساتها ومقاصدها
(Fahm al Ahadits fi Dhau’i Asbabiha wa Mulabasatiha wa Maqashidiha)
Memahami hadis dengan mempertimbangkan latar belakangnya, situasi dan kondisi ketika diucapkan serta tujuannya.
Atas dasar kaedah pemahaman hadis inilah kemudian ada hadis bisa dipahami secara temporal, lokal dan universal.
Contoh, hadis yang disabdakan Nabi SAW.
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِغِ الوُضُوءَ، ثُمَّ اسْتَقْبِلِ القِبْلَةَ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ بِمَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ القُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا
Apabila Anda mau shalat, maka sempurnakanlah wudhu. Setelah itu, menghadaplah ke arah kiblat, lalu bertakbirlah (Takbir al-Ihram), kemudian bacalah dengan apa mudah bagimu dari al-Qur’an. Setelah itu, ruku’lah hingga dalam posisi sempurna. (HR. Bukhari dari Abu Hurairah).
Hadis ini, kalau dilihat dan dipahami secara tekstual apa adanya, boleh membaca ayat apa saja dari al-Qur’an yang paling gampang dalam shalat, tidak perlu baca al-Fatihah. Ini hadisnya Sahih, Riwayat imam Bukhari.
Masalahnya, bukan pada kualitasnya Sahih atau tidak sahih, tapi masalah pemahamannya.
Hadisnya sahih, tapi kalau pemahamannya tidak sahih, maka aplikasi dan penerapannya keliru.
Oleh karena itu, berdasarkan kaedah pemahaman hadis, yaitu perlu penelusuran latar belakang sosial, budaya, psikologis, atau politis, serta tujuannya Nabi SAW. bersabda atau melakukan suatu perbuatan.
Hadis Nabi SAW. di atas yang memerintahkan membaca apa saja yang mudah dari al-Qur’an ditujukan kepada orang yang baru belajar tata cara shalat, tidak berlaku umum.
Nabi SAW. sangat bijak, mengerti psikologis, suasana batin orang yang baru belajar Islam, diajari tata cara shalat yang memudahkan, menyenangkan, tidak memberatkan apalagi memaksakan, pokonya harus baca al-Fatihah. Titik !!!
Nabi SAW. memberi kebebasan dan keleluasaan, mengajarkan: “bacalah apa yang mudah bagimu”, sungguh membuat orang yang baru belajar Islam ini, dia senang dan merasa dihargai.
Dia tidak dibertakan dan tidak tertekan.
Kesimpulannya, hadis di atas pemahamannya bersifat temporal dan lokal, tidak berlaku umum, sebab ada hadis lainnya, Nabi SAW. bersabda:
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الكِتَابِ
Tidak (sah) shalat bagi yang tidak membaca surat al-Fatihah. (HR. Bukhari dari ‘Ubbadah bin ash-Shamit).
Lalu bagaimana memahami hadis yang membolehkan tidak shalat jumat bagi mereka sudah shalat idul Adha?
Sahabat sekaligus ipar Nabi SAW. bernama Mu’awiyah bin Abi Sufyan bertanya kepada Zaid bin Arqam,
أَشَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا فِى يَوْمٍ قَالَ نَعَمْ. قَالَ فَكَيْفَ صَنَعَ قَالَ صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِى الْجُمُعَةِ فَقَالَ مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّىَ فَلْيُصَلِّ.
Apakah engkau pernah menyaksikan Bersama Rasulullah SAW. ketika bertepatan dengan dua hari raya ‘ied (hari Idul Fitri atau Idul Adha bertepatan hari Jum’at) dalam satu hari?” Zaid menjawab: “Iya”. Mu’awiyah bertanya lagi, “Apa yang Beliau lakukan pada saat itu?” Jawab Zaid: “Beliau melaksanakan shalat ‘Id dan memberi keringanan untuk meninggalkan shalat Jum’at”. Nabi SAW. bersabda, “Siapa yang mau shalat Jum’at, maka silakan.” (HR. Abu Daud).
Hadis ini secara tekstual menunjukkan fakta bahwa Nabi SAW. pernah membolehkan tidak shalat jumat bagi mereka yang sudah shalat ‘Id pagi hari.
Inilah yang dipahami dalam madzhab Ahmad bin Hambal bahwa boleh tidak shalat jumat bagi yang sudah shalat ‘Idul Adha sebagai keringanan.
Berbeda dengan ulama madzhab Syafi’i. Mereka memahami ucapan Nabi SAW. dalam hadis ini dengan mempertimbangkan latar belakang sosial budaya dan psikologi masyarakat pada zaman itu.
Ulama madzhab Syafi’i berpendapat bahwa yang diberi dispensasi keringanan boleh tidak shalat jumat setelah melaksanakan shalat ‘Id khusus bagi warga penduduk pedesaan, pedalama, dan pegunungan yang jauh dari kota Madinah.
Mereka ini dengan bersusah payah melintasi daerah gurun pasir dengan segala tantangannya menempuh perjalanan jauh datang ke Madinah dengan fasilitas sederhana apa adanya, bahkan boleh jadi ada yang jalan kaki demi ingin shalat idul Adha, lebaran dan rindu bertemu langsung dengan pujaan hatinya junjungan yang sangat dicintainya, yaitu Rasulullah SAW.
Pada waktu itu, belum ada sarana transportasi ojek dan taksi, apalagi ojek online. Hi hi hi. Tidak seperti saat ini.
Ketika Nabi SAW. memberi keringanan untuk mereka yang sudah shalat Idul Adha, boleh balik ke kampungnya tanpa harus menunggu shalat jumat sampai siang hari, betapa senang dan gembira di hati mereka.
Ajaran Islam betul-betul mereka rasakan menyenangkan, memudahkan, tidak memberatkan apalagi menyengsarakan. Mereka semakin bersemangat dengan Islam.
Berdasarkan pendapat dan keterangan ulama madzhab Syafi’i dalam memahami hadis seperti ini, bagi laki-laki muslim yang sudah shalat Idul Adha tetap wajib shalat jumat, apalagi mereka yang tinggal bertetangga dengan masjid.
Saat ini hampir tidak ada perkampungan dan komplek perumahan kecuali ada masjid. Bahkan beberapa masjid malah berdekatan, suara adzan dari satu masjid dengan masjid lainnya terdengar bersahut-sahutan.
Kewajiban tetap shalat jumat ini lebih dipertegas oleh ulama madzhab Abu Hanifah dan Malik. Shalat Jumat hukumnya fardhu ‘ain dan sudah qath’i berdasarkan al-Qur’an surat al-Jumu’ah ayat 9. Sedangkan shalat Idul Adha adalah sunat.
Pelaksanaan shalat sunat tidak akan menggugurkan shalat wajib.
Wallahu A’lam.
Semoga Bermanfaat.
Pontianak, 9 Dzulhijjah 1441 H/30 Juli 2020