Oleh: Nur Iskandar
Hari ini, Senin, 18/1/21 adalah hari penuh hikmah. Resmi beroperasi BangKambing. BangKambing perdana di Bumi khaTULIStiwa dan juga Indonesia.
Konsepsi BangKambing ini sudah dicecar sejak lama. Filosofi inversi dari Bank Lintah. Rentenir. Tengkulak. Lintah Darat, Laut, Air dan Udara. Paket lengkap. Kalau Bank Lintah paket bunga, maka BangKambing beranak pinak. Rabatnya klir. Jelas. Setiap nasabah bisa reken sendiri. “Beli motor 5 juta, motor tak bisa beranak. Kambing bisa. Setahun dua kali. Bisa 1, 2, atau 3 anaknya. Untungnya besar.” Begitu ulas Direktur Mesjid Billionair, Beni Sulastyo, SE.
Kami sepakat. Form dibuat. Aqad siap. Kandang dibangun. Bibit direkap. Investor atau nasabah disosialisasikan. Keliling via MSQ (Mesjid-Subuh-Quran). Juga di warkop-warkop dan kelompok ibu ibu arisan.
Alhamdulillah BangKambing mulai Senin, 18/1/21 berjalan. Kita himpun 100 ekor. Investasi sepasang Rp 5.000.000. Setiap populasi anak dibagi dua. Prosentase bagi hasil diatur lengkap sesuai aqad alias ijab qabul. Kantor BangKambing dipimpin Zulkarnain “Pak Long” Aweng. Alumni FKIP Universitas Tanjungpura mantan aktivis Kopma.
Pukul 20.30 kami diterima orang nomor satu Kabupaten Kubu Raya, H Muda Mahendrawan, SH. Laporan BangKambing di Ponpes Nurul Jadid. Laporan Badan Wakaf Indonesia dengan Kampoeng Wisata Wakaf serta pembangunan Mesjid Kakbah Khadijah.
Bupati Muda menyambut hangat. “Kita kepong bakollah,” ujarnya dengan baju warna jingga bertuliskan Kubu Raya.
Muda kasih pandangan soal gapura. Tentang ternak dan Ziswaf, maupun dukungan pemerintah. “Kita terus membersamai dan negara hadir di tengah rakyatnya.” Tugas mahaberat itu melibatkan semua kekuatan. Termasuk rumah ibadah. Kepong Bakol.
Tiba di halaman Munzalan, Kyai Lukmanul Hakim tiba-tiba muncul. Uluk salam sesama “anak moeda”. Saling berbagi cerita. Mulai agenda subuh, ttd akta ikrar wakaf, hingga dukungan UAS untuk pantun hingga BangKambing. Catatan bermula dari Karimata hingga legacy kepada Djagat Kerdja yang dipimpin anak muda gaul Rizal Hamka.
Kyai Lukman yang Gerakan Infak Berasnya (GIB) telah menyebar ke-23 provinsi, 3000 pondok pesantren, 250.000 santri menyatakan gemar bereksperimen. Setelah GIB adalah GesMat. Gerakan Sedekah Jumat. Bermula dari Bogor. Hasilnya kesohor. Di mana mesjid kembali kepada fungsi asali yakni agen solusi.
Dikisahkan seorang Mbah di Beringharjo, Yogya. Ia menangis saat dapat GesMat Rp 20.000. “Kenapa menangis tersedu sedu? Rupanya Beliau kerja keras, banting tulang, sejak jam 03.00 subuh sampai petang membawa hasil bersih hanya Rp 10.000 tak sempat shalat dan zikir. Ini dengan berjamaah di mesjid, ya dapat makan gratis, minum gratis, juga dapat duit.” Begitu Kyai Lukman.
Kisah lain seorang nenek jalan sempoyongan. Kakinya luka. Digigit tikus. Dapat dibayangkan…jilbabnya bolong bolong.
Si nenek ikut GesMat. Ia dapat bantuan kerudung bagus. Dapat perobatan dan perabotan.
Suatu ketika menjelang pesta demokrasi, si nenek ini sanggup berkata, “Bawa pulang saja bantuan kerudung, karena saya sudah ada dari mesjid tanpa harus tukar suara.”
Nikmat merdeka itu berkat jual beli kepada Allah. Dan janji Allah itu pasti adanya.
Wejangan KH Lukmanul Hakim didengarkan pula KH Muhammad Nur Hasan dan anggota rombongan silaturahmi kepada Bupati Muda Mahendrawan. Pesannya jelas: kepong bakol, paksa orang masuk ke syurga. Kalau gak mau dipaksa masuk ke syurga ya silahkan dengan sukarela masuk ke dalam kobaran api neraka. Baik dunia apalagi akhirat. Ngeri ngeri sedap emang bahasa gaul anak muda. Semoga bisa cepat dicerna. *