Oleh: Tuti Alawiyah
15/02/2018, pukul 17.00 aku bersama temanku pergi ke Ligo Citra di Jl. Gajah Mada Pontianak. Suasana tempat perbelanjaan di dekat komunitas besar masyarakat Tionghoa ini masih ramai dikunjungi. Namun, tidak seramai dua hari yang lalu saat aku berkunjung. Kukira karena besok adalah hari Imlek. Yang dirayakan pada kalender hari pertama orang Cina. Biasanya hari sebelum dan hari Imlek, mereka akan berziarah dan membersihkan kuburan leluhurnya.
Terlihat beberapa pembeli di sana mengambil barang sejenis dalam jumlah besar. Mungkin hal ini adalah sebuah praktik umum bagi orang-orang Tionghoa untuk memberi hadiah kepada teman dan keluarga mereka selama perayaan Tahun Baru Imlek.
“Sebelum hari Imlek, kalian ada puasa kah?” Seingatku kira-kira begitu pertanyaanku kepada Aceng, teman orang Cina semasa SD.
“Ada, tapi di hari Imleknya”. Jawabnya waktu itu.
“Puasanya tak boleh makan daging-daging atau yang berdarah, kayak telur, ayam, daging sapi, dan boleh makan, kayak timun, biskuit dan minum, boleh”. Begitu jelasnya saat itu.
Pada masa itu, aku bersama teman sekelas pernah sekali berkunjung ke rumahnya. Berbagai kue kering dan kue basah tersusun penuh di meja berukuran kira-kira tiga kali dua meter. Tapi, sorot mataku tertuju pada pohon bunga plastik yang digantungi amplop merah. Sangat cantik dan indah sekali. Pohon itu diletakkan di sudut ruang tamu di atas meja. Rantingnya yang panjang digantungi dua sampai tiga amplop merah terlihat menjulang tinggi mendekati langit rumah didampingi beberapa lampion yang tak kalah memukaunya.
“Aceng, amplop itu untuk dipajang jak atau diberi ke orang yang datang ke sini,” tanyaku ketika itu aku berharap diberikan salah satu amplop merahnya.
Namun, ternyata amplop merah merupakan suatu tradisi yang biasanya diberikan kepada anggotanya keluarganya saja.
Saat itu, tidak hanya Aceng teman orang Cinaku. Teman bernama Sintia juga merayakan hari Tahun Baru Imlek. Kami sempat bersilatuhrahmi juga ke rumahnya. Dan sama saja, pohon beramplop merah hanya bisa dipandangi, tapi tak diberi. (*)