oleh Turiman Fachturahman Nur
Pertanyaan mendasar Tahun 1946 Sultan Hamid II berada dimana ? pertanyaan ini sebenarnya bisa ditarik kebelakang 1944-1945 apa yang terjadi di Kal Bar, 1945 bagaimana kedudukan wilayah Kal-Bar apakah sudah menjadi bagian wilayah negara Proklamasi 17 Agustus 1945?.
Untuk menjawab pertanyaan time line sejarah ini tentu kita membutuhkan kesadaran sejarah dalam banyak hal, termasuk dalam berbagai dimensi kehidupan kenegaraan yang terjadi dibelahan wilayah Indonesia saat itu.
Pada tataran akademis tentu sejarah mesti dipandang sebagai ilmu yang memberi petunjuk dan menetapkan batas-batas dalam banyak hal di kehidupan suatu bangsa, termasuk sejarah kehidupan perjalanan kenegaraan sebuah bangsa, dengan mengangkat fakta sejarah kepermukaan dengan mengacu pada data atau fakta melalui riset berdasarkan sejarah apalagi menggunakan metodologi sejarah hukum yang kekuatan bukti tidak hanya bertumpu pada literatur tetapi pada dokumen sezaman tentu adalah hal yang sangat penting, apalagi menyakut peranan tokoh yang multi dimensi.
Mempelajari sejarah akan membuat orang terbiasa melakukan kritik dan otokritik terhadap berbagai sumber sejarah. Kritik dan otokritik terhadap suatu objek sejarah merupakan bagian dari metode sejarah. Louis Gottschalk 1983 menjelaskan bahwa metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis kesaksian sejarah untuk menemukan data yang otentik, serta usaha sintesis atas berbagai data sehingga menjadi kisah sejarah yang dapat-atau patut-dipercaya. Dan dalam penulisan kisah sejarah, ada tiga tahap yang harus dilewati terlebih dahulu, yaitu heuristik atau pencarian sumber, kritik atau verifikasi, dan interpretasi yang terdiri atas sintesis dan analisis, baru historiografi atau penulisan kisah sejarah.
Dalam konteks sekarang ini, bisa dikatakan bentuk kolonialisme fisik memang sudah usai, tetapi tantangan lainnya yang berusaha meruntuhkan kedaulatan Negara tidak pernah padam. Inilah yang semestinya menjadi tugas seluruh bangsa, khususnya generasi millennial. Semangat patriotisme, keikhlasan, semangat pantang menyerah, serta mementingkan persatuan harus menjadi prioritas utama untuk menjaga kedaulatan bangsa ini.
Pada tataran ini, mari kita bersama belajar dari sejarah, kemudian koreksi diri kita masing-masing. Apakah sudah berguna bagi bangsa diri kita? Apa yang sudah kita berikan kepada bangsa Indonesia? Inilah yang seharusnya menjadi perenungan. Sebab hanya dengan itulah kita bisa menempatkan Indonesia dalam diri kita masing-masing. Karena mencintai Indonesia itu tidak hanya lisan, harus ada tindakan yang konkret untuk membuktikannya.
Sebagai fakta sejarah contohnya seharah Kalimantan Barat misalnya Deklarasi Dewan Borneo (22 Oktober 1946) adalah fakta sejarah yang kurang diperhatikan, kita ketahui bahwa sejarah mencatat. Untuk mengisi kekosongan pemerintahan Kerajaan – Kerajaan di Kalimantan Barat, Sultan Hamid II berinisiatif untuk menyatukan dan mempersatukan daerah-daerah yang ada di Kalimantan Barat untuk mendirikan sebuah satuan kenegaraan yang berdaulat atau wilayah kenegaraan yang berdiri sendiri. Hasil dari inisiatif Sultan Hamid II, seluruh Kerajaan/Kesultanan yang ada di Kalimantan Barat dan para tokoh lintas etnis memutuskan untuk menggabungkan diri.
Berdasarkan putusan gabungan Kerajaan yang ada di Borneo Barat pada 22 Oktober 1946 tersebut kemudian dikenal dengan sebutan Deklarasi Dewan Borneo. Sebanyak 40 tokoh masyarakat Kalimantan Barat menandatangani kesepakatan tertulis Nomor 20/L. 1946 Demi kesinambungan pemerintahan di Kalimantan Barat setelah Jepang menyerah atas sekutu pada tahun 1945, sebagai salah satu penandatangan Deklarasi Dewan Borneo, maka diputuskan Mayjen (KNIL) Sultan Hamid II menjadi kepala Daerah Istimewa Kalimantan Barat yang kemudian kita kenal DIKB. Dalam melaksanakan tugasnya, Sultan Hamid II dibantu Badan Pemerintahan Harian (BPH) jadi semacam lembaga perwakilan daerah di DIKB sebanyak 5 orang terdiri dari Johannes Chrisostomus Oevaang Oeray, A.F Korak, Mohammad Saleh, Lim Bak Meng dan Nieuwhusjen kemudian digantikan oleh Mansyur Rifa’i. Bagaimana kedudukan Badan Pemerintahan Harian ini, jika kita menyitir Soehino, 1998 dalam Ilmu Negara mengatakan bahwa :Kemauan negara itu terbentuk atau tersusun di dalam suatu dewan. Dewan itu adalah suatu pengertian yang adanya hanya di dalam hukum dan sifatnya abstrak, serta berbentuk yuridis. Anggota-anggota daripada dewan itu, yaitu orang, masing – masing adalah merupakan kenyataan dan mempunyai bentuk fisik, tetapi dewannya itu sendiri adalah merupakan kenyataan yuridis, karena dewan itu adalah konstruksi hukum.
Fakta sejarah tanggal 12 Mei 1947, Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) diresmikan oleh Sultan Hamid II beserta Dewan Pemerintah Harian (BPH) dikantor Residen Pontianak. Pemerintahan Daerah Istimewa Kalimantan Barat berlaku efektif sejak 12 Mei 1947. DIKB diperkuat Residen Kalimantan Barat dengan surat keputusan tanggal 10 Mei 1948 Nomor 161.Kemudian pada tahun 1948 keluar Besluit Leutenant Gouvernur Generaal tanggal 2 Mei 1948 Nomor 8 Staatblad Lembaran Negara 1948/58 yang mengakui Kalimantan Barat berstatus Daerah Istimewa. Pertanyaan yang perlu diajukan adalah jadi wilayah kal bar yang mana secara de jure yang digabungkan ke wilayah RIS 1949 tentu secara de jure adalah wilayah satuan kenegaraan yang berdaulat yakni DIKB, itulah yang diabadikan dalam konstitusi RIS pasal 2b dan juga diabadikan dalam protokol Internasional di UNCI PBB.
Jadi fakta sejarah hukum tercatat bahwa DIKB tercatat dalam materi muatan Konstitusi Negara RIS, pertanyaan selanjutnya Sultan Hamid II ketika menemui Soekarno dkk yang menjadi tahanan politik Belanda atau yang mewakili negara Proklamasi 17 Agustus 1945 di Muntok sebagai apa ? Tentu sebagai Presiden atau Kepala DIKB juga sebagai ketua BFO yakni musyawarah negara federal yang mana salah satu adalah DIKB sebagai satuan kenegaraan berdiri sendiri dan kemudian meratifikasi Konstitusi RIS dan protokol Internasional di Denhag 27 Desember 1949 pada sidang KMB ini secara de jure wilayah Kalimantan Barat sebagai DIKB bergabung dengan negara 17 Agustus 1945, kesedian Sultan Hamid II bergabung harus dipahami sebagai Nasionalisme Sultan Hamid II dalam mendukung NKRI merdeka dan berdaulat penuh ini merupakan starting point time line sejarah bangsa Indonesia.
Jadi yang awalnya wilayah Republik Indonesia hanya sebagian Jawa dan Madura dengan bergabung 8 negara bagian dan 8 wilayah otonom salah satunya DIKB tentu berkat perjuangan diplomatik Sultan Hamid II yang seharusnya dipahami oleh sejarahwan Indonesia.