Oleh Turiman Faturahman Nur
Generasi mileneal saat ini sudah waktu mengangkat kembali jejak jejak sejarah mulidimensi dari bumi Kalimantan Barat kepermukaan, karena siapa lagi yang akan menelusuri jejak sejarah kal bar yang luar biasa kronik, jika bukan kita sendiri, tentunya dengan kreatifitas generasi mileneal dengan kekuatan teknologi digital saat ini semua bisa diakses.
12 swapraja dan 3 Neo Swapraja dari jejak sejarahnya dari aspek manapun, kelak akan menjadi khasanah dan mempersatukan kita di Kal Bar sesungguhnya persatuan sudah terintis jauh sebelum bergabung dengan NKRI, ayo tulis walaupun 2 lembar karena data begitu mudah didapat di era digital ini, satu contoh fakta tentang toleransi adalah sikap manusia untuk saling menghormati dan menghargai, baik antarindividu maupun antarkelompok. Sikap toleransi begitu dijunjung tinggi di Nusantara. Sampai tertuang dalam hukum negara.
Apalagi melihat toleransi adalah kunci perdamaian yang patut dijaga. Berbagai budaya di setiap wilayah memiliki keragaman dan keunikan yang berbeda satu sama lain. Serta perbedaan keyakinan, ras, warna kulit, menjadi ciri khas yang patut dibanggakan di kancah dunia, lihatlah fakta sejarah Sultan mengayomi semua etnis, sudah waktu rekonstruksi sejarah kebhinekaan Kalimantan Barat, belajar kearifan lokal dari fakta sejarah untuk menata masa depan bangsa, khususnya di bumi Kalimantan Barat.
Sudah lama kita “buta sejarah” wilayah kita sendiri, sehingga dengan mudah kita dibenamkan dalam lumpur sejarah karena ada benang merah sejarah yang diputus, semakin banyak riset riset sejarah Kalimantan Barat dengan multi dimensinya bisa menjadi destinasi sejarah yang mengundang para peneliti sejarah dan disiplin keilmuan lain Kalimantan Barat.
Pemerintah Daerah Kabupaten se Kal Bar sudah mulai menulis kronik kronik sejarah wilayahnya atau sudah ditulis dipetakan menjadi jejak sejarah, karena kedepan itu menjadi penting bagi generasi di wilayahnya bahwa kita pernah menjadi Daerah Istimewa Kalimantan Barat yang mewadahi multi etnis dan toleransi itu telah dicatat dalam tinta emas sejarah, Melayu, Dayak dan Tionghoa serta etnis lain pernah hidup damai dalam catatan sejarah di DIKB, kita bersaudara, belajarlah dari berbagai konflik sehingga tidak mudah untuk distigma karena kita multi etnis yang dalam catatan sejarah hidup damai. contoh itu sudah diimplementasi dengan terbentuknya Komunitas Multi Etnis membentuk wadah untuk saling bersilaturahmi dan berkumpul dalam menjaga kelestarian adat, dan suku budaya yang ada di Kalimantan Barat.
Dengan banyakan keberagaman tersebut, hadir pula Komunitas Remaja Multi Etnis yang diprakarsai oleh Sholihin Wardhana dan kini juga menjabat sebagai ketua komunitas tersebut. “Komunitas ini memang masih baru, berawal dari bulan Maret tahun 2020 ini merupakan kreatifitas mari berkolaborasi bersama dengan satu langkah, satu tujuan dan satu aksi menjadikan Kalimantan Barat wajah toleransi kebhinekaan, kita harus jadi contoh bagi wilayah lain.
(*Penulis adalah pakar hukum tata negara Universitas Tanjungpura, peneliti sejarah hukum lambang negara elang rajawali Garuda Pancasila)