in

Bali dan Indonesia

peta indonesia

Bukan nama INDONESIA, melainkan BALI

Oleh: Yanti Mirdayanti


Perjalanan pagi ini dengan kereta dari bandara Hamburg menuju universitas.

Di dalam kereta saya duduk dengan tiga anak muda Jerman dan Belanda. Mereka saya pastikan para mahasiswa. Satu perempuan, dua laki-laki. Saya mendengar pembicaraan mereka yang santai dan ceria, tentang rencana perjalanan liburan mereka untuk tahun ini.

Ada dua tempat yang disebut sebagai tempat yang akan dipilih mereka dan harus diputuskan bersama, yaitu: ITALIA atau BALI.

Tentu saja, saya pun yang biasa bergaul dengan anak-anak mahasiswa Jerman langsung menimpali: “BALI !!! Datanglah ke Bali! Saya dari Indonesia!”

Serentak, ketiga anak muda itu tertawa! Tidak marah kok mereka…😊

Namun, tentu saja, saat itu juga kembali saya disadarkan (untuk kesekian ratus atau ribu kalinya) bahwa ketika orang-orang Eropa atau pun orang-orang internasional lainnya, menyebut nama tempat liburan, maka bukanlah nama negara INDONESIA yang mereka sebut, melainkan BALI.

Seakan-akan Bali adalah satu tempat tersendiri. Dan Indonesia entah di mana!

Lain halnya misalnya ketika pelancong mancanegara berbicara tentang Italia, Spanyol, Thailand, Yunani, Vietnam, Cina, atau pun tempat liburan lainnya. Yang pertama mereka sebutkan adalah nama negaranya, kemudian nama kotanya.

Untuk kasus Bali / Indonesia tidaklah demikian. Orang-orang internasional, terutama anak-anak mudanya, hanya terhenti dengan nama Bali. Nama Indonesia pun lenyap!

Mengutarakan alasan karena Indonesia adalah negara kepulauan yang besar, sehingga nama Pulau Bali yang lebih dikenal, tidaklah bisa diterima.

Karena apa? Yunani juga misalnya adalah negara yang terdiri dari pulau-pulau. Cukup banyak juga pulaunya walaupun tak sebanyak Indonesia. Toh, ketika orang-orang akan mengunjungi Pulau Santorini atau Mykonos atau Crete misalnya, yang disebut pertama adalah nama negaranya dulu: Greece, dan baru kemudian nama tempat tujuannya.

Demikian pula jika orang hendak mengunjungi Bangkok atau pantai Pattaya, toh yang disebut dulu oleh si calon pelancong adalah nama Thailand, baru kemudian tempat tujuannya.

Para pelancong (atau pun umumnya para mahasiswa saya sendiri di Jerman) langsung ‘lempeng’ alias lurus saja menyebut nama BALI sebagai tempat tujuan, tidak menyebut nama INDONESIA dulu.

Dunia sudah terlanjur sangat mencintai Bali. Bahkan ketika mereka belum membaca atau mempelajari apa pun tentang masyarakat dan adat Bali. Hanya dari mendengar namanya saja, sudah langsung pikiran mereka dipenuhi alam Bali sebagai penjelmaan alam syurga impian yang sangat didambakan, sebuah Pulau Dewata yang sangat spiritual dibarengi tingkat toleransinya terhadap kepercayaan apa pun yang begitu tinggi. Sebuah pulau yang dirasakan tidak mengancam bagi kenyamanan para pelancong.

Bersyukurlah Republik Indonesia memiliki Bali. Dan seharusnya memang Indonesia berterima kasih kepada Bali. Kepercayaan warga dunia terhadap Bali begitu tingginya. Oleh umat dunia, bumi Indonesia seringnya dikenali melalui Bali terlebih dahulu. Bukan sebaliknya. Dan ini adalah kenyataan sejak sebelum dan setelah Republik Indonesia berdiri.

Namun, seperti kita ketahui bersama, ketenaran Pulau Bali pun bukanlah tanpa dampak dan siksaan. Alam Bali terus diuji dan ditantang. Setiap hari harus berhadapan dengan pencemaran pantai-pantainya, dengan sampah-sampah yang harus terus disingkirkan yang sebelumnya tidak ada, dengan semakin mahalnya biaya hidup, dan lain-lain.

Apa yang harus dilakukan pemerintah dan kita semua, supaya nama INDONESIA jauh lebih bergaung atau setidaknya diucapkan sekali-kali oleh mereka yang akan berkunjung ke Pulau Bali (atau ke Yogyakarta)?

Silahkan, dipikirkan bersama!

(Hamburg, 31 Jan 2020)

Written by teraju.id

WhatsApp Image 2020 01 28 at 06.37.19

Anti Diskriminasi ala Gusdur dan Romo

WhatsApp Image 2020 02 01 at 10.11.04

The Last “Gondrongers 2014”