Oleh: Yusriadi
Sehari dua ini, ruang publik kita dipenuhi oleh kebingungan ummat Islam di Kalbar terkait corona. Kebingungan ini dipicu munculnya berita bahwa Masjid Mujahidin Pontianak akan menggelar salat Jumat mulai Jumat ini, serta menggelar salat Idul Fitri berjamaah tahun ini.
Berita ini memang telah menarik perhatian di tengah situasi sekarang ini. Bukan saja karena Mujahidin adalah masjid besar di provinsi ini, tetapi juga karena implikasi dan kaitannya yang luas pada saat manusia menghadapi pandemi corona.
Di saat yang sama, berita ini telah memantik keheranan dan sorak gembira. Banyak orang mengaku heran mengapa keputusan melaksanakan salat berjamaah bisa diambil oleh masjid besar ini di tengah kebijakan social distancing pemerintah.
Padahal, belum lama ini MUI dan Pemerintah menyatakan bahwa salat Idul Fitri tahun ini dilaksanakan di rumah saja. Kumpul massa dalam skala banyak masih harus dihindari karena perkembangan wabah corona masih menjadi ancaman.
Tetapi, banyak juga yang bersorak gembira karena keputusan ini menjadi penghapus dahaga untuk salat berjamaah dan merayakan Idul Fitri seperti biasa, seperti tahun-tahun sebelumnya. Suasana ramai telah lama dirindu setelah dua bulan lebih “patuh” pada pemerintah soal # di rumah saja.
Meskipun sudah tersaji dua pilihan, namun, sebagian orang tetap bingung. Apakah mengikuti imbauan pemerintah dan MUI atau mengikuti jalan yang diambil Masjid Mujahidin Pontianak? Siapa yang lebih berat timbangannya untuk diikuti?
Ketika dihadapkan pilihan seperti itu, tentu, sebaiknya ditimbanglah kiri kanannya. Sebaiknya dipelajari latar belakang dan pertimbangan sebuah keputusan diambil: baik oleh pemerintah, MUI, maupun masjid Mujahidin –atau oleh siapa pun.
Pemahaman latar belakang akan membantu kita memahami sebab sesuatu. Jika sebab telah diketahui, terpulangnya pada logika dan hati/rasa, untuk memilih mana yang sepatutnya diikuti.
Insyaallah, ketika sampai pada tahap ini, kita tidak akan lagi berkutat pada kebingungan. Justru, kita bisa merasakan hikmah di balik perbedaan. Bukankah taman bunga tetangga itu indah karena di sana ada kembang yang berwarna merah, kuning, pink, serta daun-daun yang berwarna hijau?
Sungguh, sebenarnya perbedaan adalah hal yang biasa. Kita, memang terdiri dari orang yang berbeda mazhab, beda aliran, beda pemahaman, beda ilmu pengetahuan, beda sejarah hidup, dll…Kita juga orang-orang yang berbeda kepentingan, dan beda juga pendapat serta pendapatan.
Oleh karena itulah mari kita menyadari dan menganggap perbedaan dalam menyikapi soal social distancing dan ibadah berjamaah adalah kewajaran kita. Tak perlu membuat diri terbengong-bengong karenanya. (*)