in ,

Gusar dan Tipu-tipu

images 3

Oleh: Yusriadi

Saya bertemu dengan seorang aparatur sipil negara (ASN) senior, kemarin. Secara tak sengaja berpapasan. Saya say hallo, dan kami terperangkap percakapan panjang tentang diri dan republik ini. Beliau berkisah berapa kebijakan baru telah amat menyusahkan hatinya. Katanya, kawan- kawan lain juga susah.

Dia juga gusar pada kebijakan dan perkembangan bangsa ini.

“Tak masuk akal saya, kesalahan administrasi kecil membuat pejabat masuk penjara. Padahal selama ini orang itu sudah berbuat banyak untuk bangsa ini. Macam kebaikan tak ada makna, tak ada nilai,” katanya.
Dia diam. Sekian lama.

“Sedih saya,” kali ini saya dengar ada isakan kecil.

Ah… Saya juga ikut terbawa suasana. Rasanya, apa yang dikatakannya benar. Bukan saja contoh dari beliau, saya sendiri juga dapat menyebut contohnya. Di kampus saya sejumlah orang terkait kasus.

Kalau dipikir, beliau benar: Jasa orang tidak lagi dikenang. Sumbangsih belasan tahun, seperti pupus dalam sekejap. Sering kebaikan orang yang banyak, dihapus oleh satu hal kecil.

Saya jadi ingat kritik sosial orang Melayu, “Jangan karena nila setitik, rusak susu sebelanga”.

Fenomena melupakan kebaikan adalah gejala umum. Masalah etika adalah masalah semua. Di era ini orang bisa menjadi seperti orang baik, dan tiba-tiba menjadi seperti orang jahat dalam waktu sesaat. Seseorang bisa terlihat seperti pahlawan dan pesakitan dalam hitungan hari.

Celaka 19, teman bisa menjadi lawan, dan lawan bisa menjadi teman dalam masa yang singkat juga. Orang diajarkan untuk lihai berperan dalam pelbagai watak.

Lalu, memberi contoh lain. Akreditasi sebagai contoh. Beliau pernah jadi assesor dan menambah data tentang watak-watak dan peran itu tadi.

“Banyak tipu-tipu,” tambahnya.

Kali ini saya terbuai pada tema lain. Pilihan kata itu sangat menarik.

Kata”tipu-tipu” terasa menuil. Dahulu, saat pertama ke Kuala Lumpur, tahun 1996, saya sering jengah dengan kata ini. Merah muka saya.

“Hey, kau tipu ya?”

Tipu, dalam perbendaharaan kata saya, makna jelek sekali. Bohong luar biasa. Mengakali dengan curang. Kurrr semangatttt… tak mau saya.

Seiring perjalanan waktu dan pengalaman, lama-lama saya pun jadi biasa. Tak lagi jengah. Tak pula tersinggung. Saya memahami kata tipu dengan makna bohong ringan. Saya sudah bisa tertawa jika orang mengatakan “Kau tipu ya?”

Saya sudah rileks dan bisa menjawab,

“Ah, taklah”.

“Macam tau je”.

Saya kira mungkin situasi sekarang sudah seperti kejadian 20 tahun lalu itu.

Tipu-tipudalam pemaknaan kawan sekarang berbeda dengan pemaknaan orang lain, pemaknaan mereka yang melakukannya.

Sekarang, memanipulasi data bukanlah tipuan. Korupsi bukanlah kesalahan.

Melupakanjasa bukanlah persoalan. Tak beretika hanyalah sebuah sudut pandang.

Entahlah! (*)

Written by Yusriadi

Redaktur pada media online teraju.id dan dosen IAIN Pontianak. Direktur Rumah Literasi FUAD IAIN Pontianak. Lulusan Program Doktoral ATMA Universiti Kebangsaan Malaysia, pada bidang etnolinguistik.

Man With Question 06

Siapa yang Gila?

IMG 20171207 070450 431

Karang Taruna Desa Punggur Kecil Gelar Bakti Sosial di Masjid Baitu Rahman