Oleh: Dr Leo Sutrisno
Istilah martabat manusia merupakan istilah yang amat sangat umum. Hampir dalam setiap bidang kehidupan terkait dengan istilah ini. Tetapi, juga tidak mudah dimaknai. Martabat manusia sangat multi tafsir.
Bagaimana martabat manusia dimaknai dalam Ensiklik Laudato Si?
Paus Fransiskus menuliskan “Menurut kitab Kejadian, Allah menciptakan segala sesuatu, termasuk manusia yang diciptakan-Nya sebagai citra-Nya sendiri” (LS: 65).
Dengan pernyataan itu, Paus Fransiskus mununjukkan tentang pandangan yang khas kristiani tentang martabat manusia. Ada dua aspek dari martabat manusia. Pertama, manusia adalah ciptaan Allah, seperti yang lain yang ada di alam semesta juga ciptaan Allah. Itu berarti bahwa manusia tidak dapat hadir dengan kemauan sendiri di alam semesta ini. Ada yang menghadirkan, yaitu Allah.
Implikasi dari aspek ini, bahwa manusia dihadirkan oleh Allah, adalah kehadiran manusia di Bumi ini bukan kebetulan. Karena bukan kebetulan pasti ada tujuannya.
Apa tujuan manusia dihadirkan Allah di Bumi? Jawaban pertanyaan ini terkait dengan aspek kedua dari martabat manusia yaitu “sebagai citra-Nya sendiri”. Aspek yang kedua ini menjadi khas kristiani tentang martabat manusia bukan tentang ciptaan yang lain. Manusia adalah citra Allah.
Pertanyaan lanjut, citra Allah yang mana? Jawaban pertanyaan ini ada pada Yesus. Arti Yesus pada orang Kristiani dapat digali pada seluruh kehidupan Yesus dari kelahiran-Nya sebagai anak keluarga tukang kayu di desa Nasaret 2000 tahun yang lalu hingga kematian-Nya di kayu salib dan kebangkitan-Nya tiga hari kemudian. Yesus meringkas dengan menyatakan, “Aku adalah jalan, kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melewati Aku” (Yoh 14:6).
Konsekuensinya, manusia yang dihadirkan Allah di Bumi ini mesti bertindak seperti apa yang dilakukan Yesus. Karena, Yesus adalah satu-satunya ‘jalan’ menuju Bapa. Karena, Yesus adalah (satu-satunya) kebenaran (bersama Yesus berarti bersama Bapa). Dan, karena Yesus yang adalah Hidup (kekal).
Apa yang dilakukan Yesus. Ia berinkarnasi menjadi manusia karena Ia mau menyelamatkan manusia dari dosa agar dapat hidup kekal. Karena itu, manusia kristiani mesti bertindak, di Bumi ini, sebagai makhluk yang sudah menjalani kehidupan Yesus yang kekal. Kehidupan yang damai. Kehidupan yang tenteram. Kehidupan yang penuh Kasih. Kita di dunia ini pun mesti menjadi saluran Kasih-Nya.
Detail dari kehidupan yang damai itu, oleh Paus Fransiskus diurakian dengan detail dalam Ensiklik Laudato Si. Perlu diingatkan bahwa mewujudkan kehidupan yang damai dengan segala ciptaan-Nya merupakan proses yang panjang (LS: 202).
Pakem Tegal, Yogya 12-5-2020