Oleh: Juharis
Kepadatan perkotaan menjadi momok yang tidak terelakkan karena pusat kegiatan masyarakat cenderung berfokus di tengah-tengah kota. Berbagai macam kegaduhan pun di latar belakangi oleh hingar bingarnya dunia kota. Salah satu contoh adalah permasalahan sampah, penulis meyakini bahwa persoalan terkait sampah dalam hal pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan sudah menjadi kerumitan tersendiri sejak dahulu.
Berbagai solusi mengenai penanganan sampah kota ditawarkan, tapi hingga kini persoalan ini belum terbantahkan dengan teori dan praktik yang ada. Suasana kota juga teracuni oleh bau yang menyengat dari sekujur sampah yang berserakan. Air pun terlihat keruh dan binatang di dalamnya perlahan mati dan musnah. Kebanjiran melanda daerah kota akibat dari keberserakannya, penyakit berdatangan dan kota tak ubahnya dikelilingi oleh lalat-lalat jalang yang menggerutu di sepanjang barang buangan.
Keberadaan Sampah
Berangkat dari data yang didapatkan penulis mengenai produksi sampah Indonesia yaitu sebagaimana yang dikatakan oleh Direktur Jendral Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun (Dirjen PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Tuti Hendrawati Mintarsih mengungkapkan bahwa di tahun 2016 ada sekitar 65 juta ton sampah per harinya yang diproduksi masyarakat Indonesia. Sampah menjadi permasalahan yang semestinya segera dientaskan. Sebab, awal musibah dan bencana satu diantaranya diakibatkan oleh keberadaan sampah yang tidak terkendali, seperti kebanjiran dan penyakit yang bahkan dapat menyebabkan kematian apabila tidak cepat ditanggulangi. Demikian pula pengamatan sepintas yang dilakukan oleh penulis beberapa waktu lalu di daerah Pontianak.
Sebagai mahasiswa rantauan yang menetap sementara di Pontianak, sejauh ini perihal pengelolaan sampai pemusnahan sampah belum sepenuhnya diketahui. Hasrat penasaran mulai berkumpul saat teman penulis mengajak pergi ke daerah Rasau untuk menyelesaikan penelitian Sosio Ekonomi Lokal di daerah sana. Kemudian ditengah perjalanan penulis melihat tumpukan sampah yang sudah menggunung di tepi jalan. Lalu penulis pun mencoba mendekati tetumpukan sampah tersebut dan sedikit mengamati. Menurut pengakuan teman penulis, sampah ini merupakan sampah gabungan antara daerah Rasau dan kota Pontianak yang ditumpuk dalam satu tempat pembuangan akhir (TPA).
Kondisi sampah yang kian membludak mengakibatkan daerah tersebut tercemari dengan bau busukan sampah, melihat disekelilingnya memang sepi rumah warga. Namun, menurut hemat penulis apabila dibiarkan lama-kelamaan akan mengakibatkan pencemaran semakin meluas. Penyakit bisa saja ditimbulkan akibat pencemaran tersebut, terutama anak-anak yang sangat rentan terhadap serangan penyakit.
Dilema Penyelesaian
Struktur sampah yang basah menjadi kesulitan tersendiri dalam pengelolaan sampah terutama pendaur ulangan, andai pun sampah tersebut kering hal yang paling mudah untuk memusnahkannya adalah dengan membakar habis. Bahkan pembakaran tersebut dapat dimanfaatkan sebagai tenaga listrik. Kita dapat belajar dari Negara-negara luar seperti Amerika, Perancis, Denmark, dan Swiss yang sudah secara maksimal mengelola dan memberdayakan sampah. Di Denmark misalnya, yang sudah mencapai tingkat 54% sampahnya diubah menjadi tenaga listrik (Lihat Qureta.com, Sampah Menerangi Kita). Tapi pertanyaannya adalah sudahkah kita memiliki fasilitas yang memadai? Atau terkait motivasi saja, sudahkah bersedia segera bertindak? Belum lagi ketidaksinambungan antara masyarakat dan pemerintah setempat, Lagi-lagi semuanya bicara soal mental dan karakter kita.
Komunitas-komunitas yang peduli terhadap kondisi sampah yang ada di Pontianak juga tidak sedikit, dari kalangan mahasiswa hingga masyarakat biasa. Namun, yang demikian itu tidak secara sepenuhnya menyelesaikan persoalan. Mungkin terselesaikan, tapi di daerah yang menjadi objek kepeduliannya saja dan pun hanya terealisasi dalam kurun beberapa waktu. Ini tentang komitmen perubahan yang kian redup ditelan oleh masa diakibatkan minimnya edukasi dan literasi kita terhadap sampah.
Alternatif Penyongsong Solusi
Manusia mengambil segala sesuatu dari alam, tapi kemudian merusak alam dengan apa yang telah diambilnya yaitu mengenai buang sampah bukan di tempatnya dan tidak tepat dalam pengelolaan. Lantas Solusi yang dapat ditawarkan pada kasus melonjaknya produksi sampah ditengah-tengah kota adalah Penyusunan peraturan daerah tentang pengelolaan sampah, memberikan sosialisasi, edukasi dan literasi terkait sampah kepada masyarakat yang dilaksanakan oleh pemerintah dan bekerja sama dengan kalangan akademisi (mahasiswa), mendorong transformasi pola konsumsi masyarakat untuk lebih menyukai produk-produk yang berasal dari daur ulang, melakukan evaluasi dan monitoring, menyediakan fasilitas-fasilitas yang memadai, dan yang paling terpenting adalah konsistensi pelaksanaan apa yang sudah direncanakan dan diterapkan (Lihat Jailan dkk, 2016: 485-486).
Semakin banyaknya sampah di kota menyebabkan keindahan kota menjadi tidak sehat, begitu juga penumpukan sampah di daerah jauh dari kota yang semakin menggunung justru mengakibatkan daerah tersebut rentan pencemaran lingkungan. Apalagi tempat pembuangan akhir dari sampah diletakkan di daerah pedesaan, itu mempengaruhi iklim desa karena polusi udara. Karena itu, mari kita bersinergi bersama pemerintah dengan menyadarkan diri sendiri terlebih dahulu betapa pentingnya pengelolaan sampah yang baik. Demi terwujudnya masyarakat yang sehat dan sejahtera karena sampah dapat terkendali dari pencemaran udara dan lingkungan. selain itu, penting kiranya komitmen gotong royong antara pemerintah dan masyarakat tersebut di optimalisasi dengan cara mengonsistenkan diri dalam hal pelaksanaan pemecahan masalah sampah di perkotaan.