oleh: Agil Wahyu
Kalimantan Barat adalah provinsi terluas keempat di Indonesia setelah Papua, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah. Luasnya wilayah berbanding lurus dengan banyaknya permasalahan kesehatan yang muncul, di mana masyarakat sulit menjangkau pusat-pusat kesehatan serta akan berpengaruh kepada kualitas pelayanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat.
Permasalahan yang dihadapi Kalimantan Barat rasanya sangat sulit untuk dihindari. Nada pesimistis ini bukan isapan jempol belaka. Saya yakin, pejabat tinggi di bidang kesehatan maupun pemerintahan yang membaca artikel ini akan mengamini pernyataan di atas.
Ada beberapa tantangan yang menjadi kabar buruk untuk masyarakat Kalimantan Barat ini. Pertama, rasio dokter per 100.000 penduduk di seluruh Indonesia, Kalimantan Barat berada pada urutan ke lima terbawah dengan rasio 22:100.000 penduduk. Angka tersebut berada dibawah target Kemenkes 42:100.000 penduduk dan jauh dibawah rerata nasional yaitu 45:100.000 penduduk. Apabila kita kalkulasikan, maka seorang dokter akan bertanggungjawab kepada 4000-5000 penduduk Kalimantan Barat.
Bukannya meningkat, ternyata selama periode 2015 sampai 2017, jumlah tenaga kesehatan di Kalimantan Barat sempat mengalami penurunan yang signifikan. Pada tahun 2015, tenaga kesehatan di Kalimantan Barat mencapai 10.485 yang kemudian berkurang menjadi 9.445 tenaga kesehatan pada tahun 2017. Data tersebut menunjukkan bahwa ada tantangan besar yang dihadapi oleh dokter-dokter dan tenaga kesehatan lain yang mengabdi di bumi khatulistiwa ini. Tantangan itu pula yang akan menjadi tanggungjawab dokter dan dokter muda Universitas Tanjungpura sebagai satu-satunya Universitas di Kalimantan Barat yang melahirkan tenaga kedokteran.
Kedua, berkaitan dengan kesehatan komunitas di Kalimantan Barat. Permasalahan kesehatan komunitas menjadi salah satu masalah yang sulit dihindari karena hal ini berkaitan dengan kesadaran kesehatan masing-masing individu dan komunitas. Beberapa hal yang sering kita jumpai di masyarakat adalah penyakit demam berdarah, infeksi tuberkulosis, penyakit kulit dan gangguan pada sistem pencernaan.
Penyakit yang saya sebutkan di atas seharusnya dapat dihindari jika masyarakat memiliki kesadaran kesehatan yang baik dan mengikuti perilaku hidup bersih dan sehat. Namun, perlu kita sadari bahwa permasalahan kesehatan dalam sebuah komunitas tidak dapat dilihat dari satu sisi saja. Ini adalah permasalahan yang rumit. Perlu adanya penelitian dan analisa lebih mendalam mengenai penyebab permasalahan kesehatan komunitas tersebut dan solusinya pun sangat bervariasi.
Selain perilaku kesehatan komunitas, kepedulian masyarakat Kalimantan Barat terhadap kesehatan individu perlu diperhatikan. Tingginya Angka Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan contoh permasalahan kesehatan di Kalimantan Barat akibat dari lemahnya kepedulian kesehatan individu. Beberapa PTM yang menjadi fokus adalah diabetes dan hipertensi. Kedua penyakit tersebut dapat menyebabkan penyakit-penyakit pada organ lain seperti jantung, ginjal, pembuluh darah hingga otak yang akan jauh lebih sulit disembuhkan dengan biaya yang tentunya lebih besar. Namun, diabetes dan hipertensi jika diketahui lebih awal akan lebih mudah untuk mencegah dan menghentikan perkembangannya.
Hasil penelitian Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2013 didapatkan persentase penderita diabetes di Kalimantan Barat adalah 0,8% (rerata nasional 1,5%), pada RISKESDAS 2018 persentase tersebut meningkat hingga 1,1% semakin mendekati rerata nasional yaitu 1,5% pada tahun 2018. Persentase hipertensi di Kalimantan Barat juga mengalami peningkatan menurut RISKESDAS. Pada tahun 2013, persentase hipertensi di Kalimantan Barat berada pada nilai 8,0% dan meningkat hingga 8,6% pada tahun 2018.
Perlu saya tekankan, bahwa pada permasalahan ini kita tidak bisa serta merta menyalahkan pemerintah. Sebagai mahasiswa yang berada di lingkup kesehatan, saya faham bagaimana upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di provinsi kita. Pada tahun 2019 ini ditargetkan seluruh puskesmas di Kalimantan Barat yang berjumlah 244 sudah melalui tahap akreditasi. Pada tahun ini pula tercatat 41 dari 48 Rumah Sakit di Kalimantan Barat sudah terakreditasi dan sembilan diantaranya meraih predikat bintang lima atau paripurna. Berbagai fasilitas kesehatan sekaligus pendidikan tenaga kesehatan diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya. Upaya tersebut sangat perlu diapresiasi.
(Penulis adalah Mahasiswa Kedokteran Untan)