Teraju.id, Hari ini, Jumat 23/9/16 merupakan hari terakhir masa pendaftaran calon kepala daerah di Kabupaten Landak sebagaimana daerah pilkada serentak lainnya di seluruh Indonesia. Kandidat yang sudah mendaftar di wilayah antara Sanggau dan Mempawah serta Kubu Raya ini hanya sepasang, yakni dr Karolin Margret Natasa-Herculanus Heriadi tanpa ada penantang lainnya. Apa yang akan terjadi?
Menurut aturan main Komisi Pemilihan Umum (KPU), maka calon tunggal ini tetap menjalani proses pemilihan dengan pencoblosan. Istilah Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri kala hal yang sama dialami Walikota Surabaya Tri Rismamaharini yakni calon tunggal itu melawan bumbung kosong. “Kalau pemilih kandidat lebih banyak maka yang bersangkutan dinyatakan menang. Namun kalau bumbung kosong yang lebih banyak, maka kandidat tunggal itu dinyatakan kalah,” demikian pendapat Megawati seraya mencontohkan model pemilihan tersebut ala pemilihan kepala kampung. “Yang penting memilih pemimpinnya, bukan tata caranya. Setiap sistem dan aturan selalu ada kelemahannya,” ungkapnya. Namun pada tahun 2015 itu Risma akhirnya mendapatkan lawan tanding yakni Wisnu-Dhimam Abror. Risma tetap muncul sebagai pemenang.
Sebetulnya Risma yang populer memimpin Surabaya sempat gerah karena tidak ada figur yang berani tampil melawan dirinya. Sebab dihitung dari arah manapun hasilnya tetap kalah. Oleh karena itu siapa yang mau buang-buang uang dan tenaga? Belum lagi “malu karena kalah”. Hal itu menjadi beban psikis tersendiri dalam setiap kontestasi pilkada. Hal serupa ternyata terjadi juga di Kalbar untuk daerah pemilihan Kabupaten Landak. Sehingga calon tunggal di Kalbar, ini adalah sejarah baru.
KPUD Landak dalam menjawab masalah ini kembali kepada aturan KPU. Bahwa setelah pukul 00.00 hari ini, Jumat (23/9/16) bilamana tidak ada calon lain yang mendaftar, maka akan diperpanjang masa pendaftarannya tiga hari ke depan. Akan tetapi, logika figur lain untuk melawan kandidat Karoline-Herculanus Heriadi sama dengan kondisi melawan Risma di Surabaya pada tahun 2015 (walaupun pada akhirnya ada satu pasangan yang berani melawan Risma yakni Wisnu-Dhimam sekaligus sejarah mencatat Risma tetap tampil sebagai pemenang).
Karoline siapa yang tidak kenal? Dia adalah putri Gubernur Cornelis yang mana Cornelis punya jangkar suara luar biasa di Landak. Seolah Landak adalah refresentasi suara terbesar PDIP yang dipimpinnya. Cornelis berurat berakar di birokrasi Landak. Ia pernah menjadi camat. Ia juga berturut-turut dua periode memimpin Kabupaten Landak yang baru mekar dari Kabupaten Pontianak (kini Kabupaten Mempawah). Di masa kepemimpinannya terasa derap maju kabupaten muda kala itu sehingga dia dipercaya terus memimpin ke wilayah yang lebih besar. Cornelis juga dianggap sebagai “Pangeran Piningit” versi masyarakat Dayak yang kala Orde Baru berkuasa sangat jarang beroleh kekuasaan puncak.
Karolin adalah refresentasi Cornelis. Ia anak sulung yang mengikuti jejak politik ayahandanya. Apalagi Karolin juga adalah seorang dokter yang cantik, serta terpilih sebagai anggota DPR RI dua periode. Angka pemilihnya fantastis. Dia beroleh suara nomor dua terbesar di seluruh Indonesia. Kenyataan ini yang membuat figur lain bergidik. Siapa yang mau melawan kekalahan yang relatif “pasti” sesuai hitungan angka -angka politik maupun etnik? Apalagi kenyataan kontestasi pilkada seluruh Indonesia membuktikan signifikansi aliran etnik dalam mengkristalisasikan dukungan suara. Fak tor berikutnya adalah agama. Agama yang dianut warga Landak juga mayoritas Katolik, agama yang dianut calon tunggal.
Akan tetapi aturan “melawan bumbung kosong” harus dijalani
Karolin-Herculanus Heriadi. Apakah calon tunggal ini bakal mampu meraih suara 50 persen plus satu? Jika hal itu tercapai, maka calon tunggal ini praktis dikukuhkan sebagai Bupati Landak periode 2017-2022. Namun jika kurang dari 50 persen plus satu, maka akan dilakukan pemilihan dua tahun berikutnya. Dengan perkiraan akan ada kandidat lain yang muncul sebagai penantang.
Herculanus Heriadi adalah wakil bupati yang berkuasa saat ini. Ia kategori petahana. Dengan demikian pasangan ini paket “jadi” yang sulit untuk dilawan. Apalagi dikalahkan. Sehingga amat sangat wajar parpol penentu perahu pilih aman–bersatu mendukung Karol-Heriadi. Hanya partai gurem yang memang tidak bisa menentukan kandidatnya dalam satu perahu yang tak terdengar suaranya, apakah mendukung atau melawan. Begitupula peluang calon perseorangan, sudah tutup pintu lebih dahulu karena memang tak terbuka peluang buat tampil sebagai pemenang. Pada akhirnya, waktu hari ini dan waktu perpanjangan tiga hari ke depan, serta waktu pencoblosan di bulan Februari 2017 yang akan menjawab kepastian, apakah Karol sebagai Bupati Landak, atau mesti menunggu dua tahun lagi (2018) dalam kaidah perpanjangan. (nuris)