Oleh Nurhasanah
Selasa 21/02/2017, adalah hari bahasa ibu Internasional. Pada hari itu ILBI mengundang masyarakat Kalbar untuk berdialog mengenai bahasa Ibu. Peserta juga sangat antusias mengikutinya, salah satunya Umi, peserta dari Club Menulis IAIN Pontianak merasa senang ketika asal daerahnya disebutkan yaitu Sambas.Pembicaranya, Prof Chairil mengatakan, “Bahasa Melayu Sambas berbeda dengan Melayu Pontianak”. Beliau menjelaskan bahasa Ibu bisa berbeda dimana asal daerahnya.
Umi bangga karena dia masih menggunakan bahasa Ibunya.
Melihat Umi, saya teringat akan didikan sepupu saya tentang bahasa ibu saya di kampung yaitu bahasa Bugis. Beliau tak segan-segan mencubit para sepupunya atau pun menegur orang tuanya jika tidak berbahasa Bugis di rumah. Oleh sebab itu saya dan saudara saya merasa takut jika ketemu atau berpapasan dengan beliau. Takut sebab harus menggunakan bahasa Bugis.
Sebenarnya, bukan masalah tak bisa bahasa Bugis, tetapi malu untuk menggunakannya karena banyak kosa kata yang terlupakan, tak heran jika sudah bertutur bahasa Bugis akan gagap.
Bahasa Ibu sebenarnya sudah diterapkan sejak saya dan saudara masih di usia dini, namun bahasa tersebut tak lagi kami gunakan karena sudah bersekolah tepatnya di kelas dua SD. Menurut Emak hilangnya bahasa Bugis dikarenakan di sekolah kami sudah menggunakan bahasa Indonesia dan Melayu. Dan bahasa itu berlanjut di dalam rumah dan orang tua juga ikut menggunakan bahasa Melayu.
Tidak digunakan bahasa Bugis bukan berarti tidak mengerti arti bahasa tersebut, hanya saja tidak bisa digunakan dalam percakapan sehari-hari. Namun untuk kalangan
orang tua masih menggunakan sebagai bahasa sehari-hari jika berbicara pada setiap kali bertemu. Selain itu bahasa Ibu juga digunakan ketika orang tua kesal terhadap anaknya, jika kecil dulu sebagai bahasa untuk memarahi anaknya.
Dari kegiatan ini saya sadar bahwa bahasa Ibu bukanlah hal yang menakutkan tetapi sesuatu yang harus dijaga dan dibanggakan.
Seperti ikrar yang diucapkan pada penutupan kegiatan “Indonesia Melestarikan Bahasa Ibu”. (*)